Pangruat (Penebusan Dosa) dalam Lontar Cempaka Gadang


Dalam Lontar Cempaka Gadang, upacara korban dengan mempersembahkan binatang bertujuan untuk pangruat, yaitu membersihkan roh leluhur yang dianggap berdosa. Selain itu, pangruat bertujuan untuk mengharmoniskan kembali keadaan alam beserta isinya.

Lontar Cempaka Gadang memuat cerita tentang pangruat, yaitu menceritakan Dewi Ratna Cempaka Gadang yang mempunyai sifat jahat dan menggunakan ilmu hitam untuk menyebarkan wabah penyakit dan membuat kekacauan di dunia. Setelah meninggal arwah Dewi Ratna Cempaka Gadang berada di neraka. Keberadaan Dewi Ratna Cempaka Gadang di neraka juga menyebabkan kahyangan para dewa terusik oleh teriakan dan tangisan Dewi Ratna Cempaka Gadang. Oleh karena itu, para dewa memerintahkan supaya di dunia melaksanakan upacara yadnya dengan berbagai sarana upakara-nya. Setelah dilaksanakan upacara tersebut, maka kahyangan dan dunia menjadi damai dan tenteram kembali.

Pangruat merupakan suatu bentuk upacara pembersihan terhadap leluhur yang perbuatannya dianggap berdosa. Proses upacara pangruat yang terdapat dalam teks Cempaka Gadang dilakukan dengan cara melaksanakan upacara yadnya dengan berbagai sarana korbannya, seperti asu bang bungkem (anjing yang warna bulunya merah dengan mulut dan ekornya hitam), sata manca warna (ayam lima warna), kambing, angsa, dan bawi rare durung acula (anak babi yang belum dikebiri).

Penyucian diri dan spiritual manusia bertujuan untuk mengembalikan pemikiran yang sebelumnya kotor menjadi suci atau baik. Hal ini dapat diperhatikan pada kutipan berikut.

…., Inghulun mangke aminta panghening idhep, apan lětěh punang hati, ika marmaning inghulun. Sumahur Bhatara Śiwā lah ta sira alungguh ring ajěng ighulun mangke, wus alungguh sang kalih, kajaya-jaya ring bhatara Śiwā. Ma, nya: Ong suci pětak, mulih ring śarira, Ong suci mañca warna, mulih maring idhěp inghulun, apan inghulun anglukat daśamala, lara rogan inghulun kabeh, masuk ring kiwa těngěn, catur masuk  ring jěroning wětěng, Ong rastu tat astu astu, Ong nama Siwaya namah…. (lemb.15b-16a)
Artinya :
…., hamba memohon pembersihan pikiran karena kekotoran dalam hati, itu sebabnya tidak enak hati hamba. Bhatara Siwa menjawab, wahai… kalian berdua duduklah di hadapanku sekarang, setelah mereka duduk, direstui pembersihan (penyucian) oleh Bhtara Siwa. Mantranya: Ong suci pětak, mulih ring śarira, Ong suci mañca warna, mulih maring idhěp inghulun, apan inghulun anglukat daśamala, lara rogan inghulun kabeh, masuk ring kiwa těngěn, catur masuk ring jěroning wětěng, Ong rastu tat astu astu, Ong nama Siwaya namah.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa setelah Sang Siwa Gendhu dan Sang Windhu Bajra berhasil membunuh Dewi Ratna Cempaka, mereka berdua memohon penyucian diri supaya terbebas dari rasa kotor dalam hati. Begitu juga mengembalikan kembali sifat-sifat baik dalam diri dan pikiran.
Berdasarkan pelaksanaan upacara penyucian diri yang ada dalam teks Cempaka Gadang dapat memberikan gambaran bahwa kekotoran yang berupa dasamala harus dihilangkan. Segala bentuk pikiran yang kotor dan tidak baik juga harus dihilangkan. Tujuannya adalah untuk mengembalikan pikiran yang baik. Adanya kesucian hati dapat menyebabkan orang memperoleh kebahagiaan dan menghancurkan pikiran atau perbuatan yang jahat.

 

Fungsi Pangruat sebagai Pengharmonisasi Alam

Keharmonisan merupakan salah satu tujuan agama Hindu. Untuk menjaga keharmonisan perlu dilakukan upacara yadnya. Setelah adanya keharmonisan maka kebahagiaan dan kedamaian pun dapat terjadi.
Harmonisasi alam berkaitan dengan menjaga keberadaan alam, menjaga lingkungan dan melestarikan alam. Dalam teks Cempaka Gadang pelestarian alam yang dilakukan adalah menjaga bumi supaya selalu menjadi damai dan tentram setelah adanya wabah penyakit gering (grubug) yang disebarkan oleh Dewi Ratna Cempaka Gadang. Hal ini dapat diperhatikan pada kutipan berikut. 

….., hana mangkin kawuwusan, ri madya pada, landuh tikang rat, ring sampun pějah Sang Cempaka Gadang, lawan para sisyanya kabeh pějah, maseh tikang rat, marayascitta tikang rāt, ring marga catur, carunya, asu bang bungkem, sata mañca warna, kambing, angsa, bawi durung acula, lāwan Yamarāja, pěpěk sapratingkah carunya, ring catur desa. Sang dadukun nganteb punang carunya, landuh tikang rāt. Hana mangkin kawuwusan, watěk Hyang kabeh ring Siwābhuana, sira Sanghyang Parameśwara, mahenak-enak sira kabeh, ring landuh tikang rāt, madya pada lawan swargan, yan tan Sang Śiwā Gendhu, lawan Sang Windhu Bajra, ika wělas sang kalih amejah Sang Cempaka Gadang, lawan para sisyanya kabeh (lemb 18a-18b) 
Artinya :
…., sekarang diceritakan di bumi, dunia kembali damai setelah meninggalnya Dewi Ratna Cempaka Gadang beserta semua pengikutnya. Dunia menjadi berubah, melaksanakan upacara penyucian dunia di perempatan jalan. Sarana upacara persembahannya, seperti anjing bang bungkem (anjing yang warna bulunya merah dengan mulut dan ekornya hitam), ayam lima warna, kambing, angsa, dan anak babi yang belum dikebiri. Ditujukan kepada dewa maut, lengkap dengan berbagai sajian persembahan kurbannya, sang dukun mempersembahkan sajian persembahan kurbannya. Menjadi damai dunia, Sanghyang Parameswara dan semua dewa merasa senang dan gembira akan kedamaian dan ketenteraman dunia dan surga. Karena mereka berdualah, Sang Siwa Gendhu dan Sang Windhu Bajra yang telah berhasil membunuh Dewi Ratna Cempaka Gadang beserta para pengikutnya. 

Berdasarkan kutipan di atas, dapat dijelaskan bahwa keberadaan dunia setelah meninggalnya Dewi Ratna Cempaka Gadang akan kembali damai dan tenteram apabila melakukan upacara marayascitta yang dilaksanakan di perempatan jalan. Adapun sarana yang dipersembahkan adalah berbagai jenis hewan kurban lengkap dengan berbagai sajian persembahan.

Marayascitta merupakan bentuk upacara yadnya yang berfungsi untuk menyucikan. Pelaksanaan upacara penyucian ini dilaksanakan dengan upacara pecaruan di perempatan jalan. Adapun sarana yang dipakai adalah binatang, seperti anjing bang bungkem (anjing yang warna bulunya merah dengan mulut dan ekornya hitam), ayam lima warna, kambing, angsa, dan anak babi yang belum dikebiri.

Caru mempunyai pengertian kurban dalam buta yadnya dapat berupa segehan atau binatang, misalnya ayam, babi jantan yang tidak dikebiri, angsa, itik, anjing belang bungkem, sapi; kerbau dengan disertai tetabuhan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa upacara penyucian yang dilakukan dalam teks Cempaka Gadang merupakan upacara bhuta yadnya dengan mempersembahkan berbagai binatang korban. Tujuannya adalah untuk mengharmoniskan kembali keadaan dunia setelah adanya kekacauan dan wabah penyakit. Pengaruh yang bersifat negatif itulah yang perlu dinetralisasi supaya menjadi sifat yang positif sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Keharmonisan atau keseimbangan alam dapat memberikan suasana atau keadaan yang dapat memberikan rasa nyaman, tenteram, damai, dan sejahtera. Keseimbangan/kesejahteraan bhuana agung dan bhuana alit sangat ditentukan oleh pengaruh yadnya, makin tidak beryadnya manusia di dunia makin hancurlah alam semesta ini. 

 

Fungsi Pangruat sebagai Penetralisasi (Nyomia) Sifat-Sifat Bhuta

Pelaksanaan upacara bhuta yadnya yang ada dalam teks Cempaka Gadang adalah persembahan kurban kepada Yamaraja (dewa maut) dengan tujuan untuk menyucikan dunia dan surga setelah adanya wabah penyakit dan kekacauan yang terjadi akibat ulah Dewi Ratna Cempaka Gadang beserta pengikut-pengikutnya. Pelaksanaan upacara bhuta yadnya berfungsi untuk penetralisasi (nyomia) sifat-sifat bhuta. Sifat-sifat bhuta yang ada dinetralisasi supaya menjadi sifat yang mulia. Seperti halnya sifat Dewi Ratna Cempaka Gadang yang merasa diri sakti dan hebat menyebabkan kekacauan dan wabah penyakit, pada akhirnya diharapkan menjadi baik dan bijaksana. Begitu juga kekotoran yang ada supaya menjadi bersih dan suci kembali.

 

Makna Pangruat sebagai Penghilang Kekotoran pada Diri Manusia

Makna pangruat sebagai penghilang kekotoran pada diri manusia mempunyai dua makna, yaitu penyucian lahiriah dan rohaniah. Upacara yang melambangkan penyucian lahiriah dilengkapi dengan upacara penyucian rohaniah dengan menggunakan upakara atau banten prayascitta.

Pelaksanaan pangruat sebagai penghilang kekotoran pada diri manusia dilaksanakan dengan majaya-jaya. Segala bentuk kekotoran dalam pikiran yang dimiliki oleh Sang Siwa Gendhu dan Sang Windhu Bajra pada akhirnya disucikan oleh Bhatara Guru. Keberadaan pikiran yang kotor akan menyebabkan kekotoran dalam hati sehingga segala pikiran yang tidak baik harus dihilangkan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.

…., Inghulun mangke aminta panghening idhep, apan lětěh punang hati, ika marmaning inghulun. Sumahur Bhatara Śiwā lah ta sira alungguh ring ajěng ighulun mangke, wus alungguh sang kalih, kajaya-jaya ring bhatara Śiwā. Ma, nya: Ong suci pětak, mulih ring śarira, Ong suci mañca warna, mulih maring idhěp inghulun, apan inghulun anglukat daśamala, lara rogan inghulun kabeh, masuk ring kiwa těngěn, catur masuk ring jěroning  wětěng, Ong rastu tat astu astu, Ong nama Siwaya namah….(lemb.15b-16a)
Artinya :
…., hamba memohon pembersihan pikiran karena kekotoran dalam hati, itu sebabnya tidak enak hati hamba. Bhatara Siwa menjawab, wahai… kalian berdua duduklah di hadapanku sekarang, setelah mereka duduk, direstui pembersihan (penyucian) oleh Bhatara Siwa. Mantranya: Ong suci pětak, mulih ring śarira, Ong suci mañca warna, mulih maring idhěp inghulun, apan inghulun anglukat daśamala, lara rogan inghulun kabeh, masuk ring kiwa těngěn, catur masuk ring jěroning wětěng, Ong rastu tat astu astu, Ong nama Siwaya namah.

Dari kutipan di atas, diketahui bahwa segala bentuk pikiran yang kotor akibat dari semua perbuatan yang dilakukan oleh Sang Siwa Gendhu dan Sang Windhu Bajra setelah berhasil mengalahkan dan membunuh Dewi Ratna Cempaka Gadang supaya disucikan atau dibersihkan kembali. Pelaksanaan pembersihan pikiran dari segala bentuk kekotoran (daśamala) disucikan (lukat) oleh Bhatara Siwa. Setelah semua bentuk kekotoran yang ada dalam pikiran disucikan kembali maka semua bentuk perbuatan dan pikiran tersebut kembali menjadi suci sehingga memberikan kedamaian di hati.

 

Makna Pangruat sebagai Penghilang Kekotoran Alam

Bentuk penyucian alam yang terdapat dalam lontar Cempaka Gadang mempunyai makna menghilangkan kekotoran alam setelah adanya wabah penyakit dan kekacauan yang terjadi. Keberadaan alam kahyangan dan bumi perlu disucikan kembali setelah mengalami kekacauan.
Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.

….,hana mangkin kawuwusan ri madya pada, landuh tikang rat, ring sampun pějah Sang Cempaka Gadang, lawan para sisyanya kabeh pějah, maseh tikang rāt, ring marga catur, carunya; asu bangbungkem, sata mañca warna, kambing, angsa, bawi durung acula, lāwan Yamaraja,pěpěk sapratingkah carunya, ring catur deśa. Sang dadukun ngantěb punang carunya, landuh tikang rāt…..(lemb 18a-18b)
Artinya :
…., sekarang diceritakan di bumi, dunia kembali damai setelah meninggalnya Dewi Ratna Cempaka Gadang beserta semua pengikutnya. Dunia menjadi berubah melaksanakan upacara penyucian dunia di perempatan jalan. Sarana upacara persembahannya, seperti anjing bang bungkem (anjing yang warna bulunya merah dengan mulut dan ekornya hitam), ayam lima warna, kambing, angsa, dan anak babi yang belum dikebiri. Ditujukan pada dewa maut, lengkap dengan berbagai hal sajian persembahan kurbannya, sang dukun mempersembahkan sajian persembahan kurbannya….

Persembahan yang ditujukan kepada Dewa Yamaraja tidak hanya untuk memberikan keselamatan dan keharmonisan untuk dunia, tetapi juga untuk memberikan penebusan dosa kepada Dewi Ratna Cempaka Gadang beserta pengikutnya di neraka. Kekotoran alam dalam hal ini berkaitan dengan adanya wabah penyakit yang terjadi di bumi. Alam yang kotor akibat wabah penyakit apabila tidak dinetralisasi akan berdampak kepada semua makhluk yang ada di dalamnya. Pelaksanaan upacara penyucian alam sangat penting dilakukan untuk mengharmoniskan kembali alam beserta segala isinya, termasuk kahyangan sebagai alam para dewa. 

 

Makna Pangruat untuk Penebus Dosa

Kehidupan di dunia ini tidak terlepas dari dosa. Segala perbuatan yang tidak baik akan mendapatkan pahala atau hasil. 
Pangruat sebagai penebusan dosa dalam konteks ini berkaitan dengan adanya kesadaran atas dosa yang dimiliki. Dosa biasanya menimbulkan berbagai bentuk penderitaan yang dapat menyiksa lahir dan batin.  Pelaksanaan pangruat yang bertujuan untuk menghilangkan dosa adalah majaya-jaya dan marayascitta.


Sumber :

I Wayan Artayasa
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga