Purwa Karma oleh Mpu Kanwa, Jalan Yoga Untuk Mencapai Guna Widya


Amuter Tutur Pinahayu (Mengolah Kesadaran dengan Cara Yang Baik)

Seperti telah disebutkan, bahwa ajaran purwa karma Mpu Kanwa ini memiliki tiga unsur utama, yaitu (1) rasa, (2) agama, dan (3) buddhi. Ketiga unsur itulah yang mesti diberdayakan dengan tepat, yaitu dengan cara amutêr tutur pinahayu (mengolah kesadaran dengan cara yang baik).

Olah kesadaran itu adalah usaha keras dan fokus, yaitu usaha mensinergikan rasa, agama, buddhi sehingga menjadi daya rasa, daya budi, dan daya karsa. Rasa berurusan dengan keindahan indah-jeleknya sesuatu; agama berurusan dengan moral atau baik-buruknya tingkah-laku; buddhi berurusan dengan kebenaran atau benar-salahnya sesuatu.

Kebenaran, kebaikan, dan keindahan adalah Tri-Tunggal yang menjadi nilai dasar kemanusiaan. Sifatnya universal dan satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Dalam terminologi Hindu ketiga nilai hakiki itu dikukuhkan sebagai subhasita (motto ungkapan bijak): satyam-siwam-sundaram. Ketiganya adalah ekspresi yang menyatakan kehadiran Tuhan. Dalam wujud daya budi Tuhan itu adalah Satyam (Kebenaran); dalam wujud moral Tuhan itu adalah Siwam (kebajikan); dan dalam wujud rasa Tuhan itu adalah Sundaram (Keindahan).

Ketiga daya itu, seperti yang diisyaratkan oleh Mpu Kanwa, akan memberi manfaat jika telah berhasil disinergikan. Katanya tandas: Yan katêmu (jika berhasil disinergikan atau ditunggalkan), maka sakaharêpan kasiddha (segala yang dicita-citakan pasti diperoleh). Dalam kalimat lain, Mpu Kanwa berkata:

Sakatilanganing ambêk tan wyarthàn dadi kapitùt

segala yang dihasrati dengan pikiran terfokus tidak bisa tidak jadi diperoleh
(Arjuna Wiwàha, VI:2)

Maka, untuk lebih menegaskan pandangannya, sekali lagi Mpu Kanwa mengimbau: “Satiru-tirun kretàrtha sira deni kadhàra nira” ‘Tirulah laku hidup Arjuna dalam meraih cita-cita. Ia berhasil karena keteguhan usaha tapa-nya’. Mengapa?
Bukankah jawabannya telah dinarasikan oleh Mpu kanwa, bahwa tapa yang ‘teguh’ telah terbukti lewat berbagai tahapan ujian: kerelaan berkurban, mental, kecerdasan, keberanian, dan kebaktian. Bukankah hal itu yang menyebabkan Arjuna berhasil memperoleh anugerah yang durlabha ‘sulit diperoleh orang umumnya’. Betapa bahagianya Arjuna mendapatkan penampakan Bhatara Siwa dan panah Pasupati.

Pasupati itu adalah cadusakti: (1) Jnana Sakti (daya intelektual); (2) Kriya Sakti (daya kerja); (3) Wibhu Sakti (daya material); dan (4) Prabhu Sakti (daya kuasa). Keempat daya itulah keesaan Siwa.

Ia yang berhasil mendapat anugerah Siwa, seperti Arjuna itu, disebut oleh Mpu Kanwa sebagai sang paramàrtha pandita (orang bijak yang telah mencapai tujuan utama), yaitu sang… huwus limpad sakeng sunyata (orang yang telah mengalami pengalaman spiritual). Dan kepada ia yang demikianlah sang mpu bersedia mengabdikan diri. Katanya: “Usnìsangkwi lebùni pàduka nira sang mangkana lwir nira, manggeh manggalaning mekêt….” ‘Aku persembahkan sanggul rambutku untuk membasuh debu ceripu Beliau, orang yang seperti itu perilakunya. Beliaulah yang aku tetapkan sebagai pembimbing (hidupku) sebagai seniman’.

Mpu ‘pujangga, seniman’ itu bukanlah orang yang dilayani, tetapi orang yang bersedia dengan tulus melayani. Mpu itu menjadi mulia karena ketulusannya melayani. Selain mpu ada juga kelompok orang yang mendapat kehormatan karena melayani, mereka disebut jurudyah seperti yang diterangkan oleh teks syair Kakawin Sumanasàntaka (147:160), bahwa jurudyah ‘pemimpin abdi setia raja; abdi dharma’ itu adalah orang-orang terpilih karena memiliki kemampuan profesional dan berkarakter luhur: prajñà ‘bijakasana’, wìra ‘pemberani’, dan gandharwa ‘seni, terampil’.

Untuk mendapat kedudukan sebagai mpu dan jurudiyah itu, hal yang pertama-tama harus diusahakan adalah belajar untuk mendapatkan guna-widya. Guna adalah karakter mulia dan widya adalah ilmu pengetahuan. Setelah memiliki guna-widya orang baru dimungkinkan memiliki guna-karma ‘kemampuan kerja profesional’. Guna-karma inilah yang menjadi faktor penentu utama warna ‘status dan sumber hidup seseorang’. Dalam Kakawin Nitiúastra (V:1) dijelaskan:

Tati-takining sewaka guna-widya,
Smara-wisaya rwangpuluh ing ayusya,
Tengahing tuwuh sanwacana ya gêgön,
Patilareng àtmeng tanu pagurokên

kewajiban pertama seorang abdi dharma adalah berusaha keras untuk mendapatkan karakter mulia dan ilmu pengetahuan;
Kewajiban kedua setelah dua puluh tahun (masa belajar) adalah berusaha keras untuk mendapatkan arta dan kama;
Kewajiban ketiga, setelah tengah umur (masa pensiun) seorang abdi dharma hendaknya tekun mendalami ajaran hakikat dengan mempelajari wacana-wacana suci;
Dan yang keempat, abdi dharma hendaknya berguru kamoksan unuk dapat ilmu mati benar, yaitu ilmu agar dapat melepas roh dari tubuh

Belajar untuk mendapatkan guna-widya ‘karakter mulia dan ilmu pengetahuan profesional’ adalah salah satu unsur dasar terpenting ajaran purwa karma. Guna-widya itu tiada lain adalah daya sakti pertama dan utama. Dengan itu, purwa karma ‘yoga adalah kerja keluhuran’ dapat menjadi kokoh sebagai pandangan dunia. Daya sakti utama itu, dalam aspeknya yang tiga adalah daya rasa, daya budi, dan daya karsa. Kesatuan sistemik tiga daya itulah sebab yang dapat menjadikan guna-karma itu menjelma menjadi taksu ‘kharisma’.

Kanwa menyimpulkan, hidup adalah kerja. Kerja profesional berketuhanan adalah yoga. Dengan memahami dan sekaligus memperaktekkan pandangan dunia dan prinsip kerja kreatif itu pembaca diyakinkan dapat menjadi pusat wibawa bagi masyarakat sekitar.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga