Rangkaian Upacara & Bebantenan Hari Galungan dan Kuningan


Tentang Galungan dan Kuningan

Hari Galungan merupakan perayaan bagi umat Hindu untuk memperingati hari dimana alam semesta jagad raya dibuat beserta seluruh isinya. Sebagai rasa syukur, umat Hindu melakukan upacara persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara. Hari raya Galungan diperingati umat Hindu setiap 6 bulan Bali (210 hari) yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan) yang menjadi simbol kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).

Menurut sumber pada lontar Sundarigama, mengenai Galungan itu dinyatakan sebagai berikut :

Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep
Artinya:
Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan ber-satunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran.

Inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma.

Kata Galungan, diperkirakan sudah ada di Indonesia sejak abad ke XI. Hal ini didasarkan atas antara lain Kidung Panji Malat Rasmi dan Pararaton kerajaan Majapahit. Di Indonesia perayaan semacam ini dinamakan hari raya Cradha Wijaya Dacami.

Di Bali, sebelum pemerintahan raja Sri Jayakusunu, perayaan hari Raya Galungan pernah tidak diadakan, oleh karena raja-raja pada jaman itu kurang memperhatikan upacara keagamaan. Hal ini mengakibatkan kehidupan rakyat pada masa itu sangat menderita, demikian pula para raja yang memegang tampuk pemerintahan. Selanjutnya setelah Raja Sri Jayakusunu naik tahta dan memgang tampuk pemerintahan, maka pada suatu hari beliau bersemadi di Setra Gandamayu, ingin mohon petunjuk kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, apa yang patut dilaksanakan dalam tugasnya sebagai raja dan pemegang kekuaaan demi memperoleh keselamatan untuk semuanya. Akhirnya semadi beliau itu berhasil dengan turunNya Bhatari Durga memberikan pewarah-warah, yang intinya agar pelaksanaan hari Raya Galungan tetap diperingati. Adapun ucapan pewarah-pewarah tersebut seperti tersurat dalam lontar Jayakusunu yang kutipannya sebagai berikut :

Adapun tata cara bagi orang yang meninggalkan hari Dungulan (Galungan) tiga kali berturut-turut, dapat melaksanakan upacara makekelud di lingkungan Pura, dengan ayam lima warna, prayascita, durmanggala, sasayut sidasampurna, mendirikan penjor.
Bila tiba Dungulan ke dua, menghaturkan nasi sahud-sahudan disertai dengan penjor.
Bila tiba Dungulan ke tiga, dapat menghaturkan upacara Ngarebonin yaitu dengan menghaturkan banten tumpeng yang dapat dilaksanakan dengan sesuai dengan keinginan (keadaan), mendirikan penjor pada hari Selasa, Wage Dungulan, berisi hasil sawah kelapa dua butir, kue, sate lembat, sate asem, kekuwung disertai sampyan, lamal dan segala jenis ikan.
Pada hari Budha Keliwon Pahang, membersihkan sampah Galungan, menghatukan tumpeng mapucak manik, canang, yang semuanya diletakkan pada sanggar, dilanjutkan dengan mencabut penjor, membakar lamak, selanjutnya ditanam ditengah pekarangan rumah, Habis.

Selain Pewarah-warah untuk tetap memperingati hari raya Galungan, juga diperingati supaya melaksanakan upacara Byakala sampai dengan rakyatnya masing-masing pada saat turunnya Sang Kala Tiga Dungulan dengan caru bertempat ditengah-tengah halaman rumah.

Disamping itu juga supaya diperintahkan pada semua rakyatnya mengadakan upacara terhadap senjata setiap hari Sabtu Keliwon Wuku Kuningan, yang pada pokoknya menekankan agar tetap waspada mempergunakan senjata itu secara baik dan tidak dipergunakan untuk perbuatan yang bersifat negatip, seperti membunuh-bunuh orang. Pewarah-warah tersebut berbunyi sebagai berikut :

Lagi Anakku, enghkau hendaknya melaksanakan upacara Byakala, sampai dengan rakyatmu masing-masing pada saat jatuhnya Kala Tiga Dungulan dengan upacara yang terdiri dari : dangdang 1, segeha penek 5, sate 5 batang, gecok rumbah gile, sasak mentah, pencok kacang ijo, amel-amel, ikan dalam wakul, sayur satu kuali.
Caru di tengah halaman rumah, sama-sama makan di tengah pekarangan, dan Sang Bhuta dipanggila agar menyantap suguhan dengan mantra :
Om Kaki Bra Galungan, Bhatara Kala, Bhatara Jabung, Bhatara Kala Amangkurat. Sang Kala Enjer, Sang Kala Yamaraja, Kaki Sang Kala Nadah, janganlah memakan si Anu, karena si Anu Saudaranya, tetapi memisahkan diri darinya, si Anu kasih bersaudara dengannya, ia kasih bersaudara dengan si Anu, tahu akan rupa dan warnanya, yang tiada kuning tiada hitam, sedang-sedang, rambutnya tidak kaku, tidak halus, sedang-sedang sebagai kembang sepatu, setelah engkau makan syukuran si Anu, kurangilah dosa-dosanya yang menimpa seluruh jasamaninya, dan hindarkan mereka dari segala dosa dan kutukan, jika berkata benar, maka benarlah dia, berilah kerahayuan, sehat, panjang umut, kesempurnaan, kekebalan dengan baju kulit seperti berkulit tembaga, bertulang besi berotot kawat, terhindar dari sakit, semoga sebagai penjaga Beliau Sri Jayakusunu, demikianlah penjagaan Beliau terhadap si Anu, jagalah ia selalu, baik pagi maupun sore, siang dan malam.
Ya Tuhan semoga berhasil atas nama Siwa.

Pewarah-warah untuk mengadakan upacara kehadapan senjata setiap hari Sabtu Keliwon wuku Kuningan, sebagai berikut :

Anakku Sri Jayakusunu; Perintahkan rakymu masing-masing, untuk mengadakan uapcara terhadap senjata, setiap hari Sabtu Keliwon wuku Kuningan dengna upacara widiwidana, diantarkan oleh Brahmana, karena kemunculan Sang Maut adalah dari pasupati yang hendak memangsa, dan tak henti-hentinya dengan guna dan papangan (segala bentuk makanan), tetapi janganlah hendaknya membunuh-bunuh orang, karena hal itu bukan kelakukan sebagai manusia.

Demikianlah pewara-warah batari durga yang telah dapat diterima oleh raj Sri Jayakusunu melalui semadinya, yang pada dasarnya bahwa untuk tercapainya tujuan dimaksud yaitu mayarakat tenteram, kerta rahaja dan para raja memperoleh umur yang panjang serta dapat mengendalikan pemerintahannya dengan baik, maka setiap umat Hindu patut kembali melaksanakan ajaran agamanya, dengan memperingati perayaan hari Galungan sebagai hari kemenangan Dharma melawan a-Dharma, secara tradisional serta disesuaikan dengan desa, kala dan patra (tempat, waktu dan keadaan).




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga