Rangkaian Upacara dan Upakara Manusa Yadnya


Upacara Menaman Ari-Ari saat Kelahiran (Jatakarma)

Upacara ini dilakukan pada saat bayi baru lahir dengan selamat ke mayapada ini. Upacara ini disebut juga Mapag rare. Mapag artinya menyambut dengan rasa tulus dan gembira, sedangkan Rare artinya bayi yang telah lama dikandung dalam perut si ibu.
Upacara mapag rare ini tidak mempunya arti yang khusus kecuali hanya sebagai rasa gembira atas telah lahirnya si bayi dengan selamat dan sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang telah menganugrahkan seorang anak dan sekaligus memohon agar bayi yang baru lahir tersebut mendapat dirgayusa (umur panjang).

Umur kandungan bagi bayi rata-rata berumur 9-10 bulan. Sang Kamereka dengan kesakitian Dewa Siwa, melahirkan Bhagamandhala. Pada saat bayi akan lahir diikuti oleh nyama catur sanak yang terdiri dari air nyom, air ketuban, banyah (lendir), rah ( darah ) dan lamas (Vermis Caceosa). Nyama catur tersebut yang memelihara sang bayi dari dalam kandungan sampai lahir. Masing-masing catur sanak tersebut mempunyai tugas seperti di bawah ini: 

  1. Yeh nyom mempunyai tugas melindungi bayi dari getaran dalam maupun luar, rupanya berbentuk cairan atau disebut juga air ketuban. Setelah pecah air ketuban si Bayi lahir, diikuti oleh ari-ari.
  2. Tamas/lamad berupa lemak yang membungkus dan melindungi badan si bayi
  3. Darah/getih yang berfungsi mengedarkan sari makanan dari Ibu ke bayi melalui Tali pusar.
  4. Ari-ari tempat melekatnya tali pusar yang berfungsi menyerap makanan. Maka dari itu ari-ari memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup si bayi dalam kandungan. Pada saat bayi lahir, bersama ari-ari dan keempat catur sanak tersebut. Ari-ari mendapat perlakuan yang khusus dan harus dibersihkan setelah lahir. Setelah Bayi dirawat, dan ari-arinya juga di rawat dan dibuatlah upakaranya yang sederhana.

Mengenai tata cara upacara yaitu semua sarana upacara (banten) ditempatkan di samping tempat tidur si bayi. Semua banten tersebut dihaturkan kepada Sang Dumadi (yang lahir kembali).

Alat-alat yang dipersiapkan:

  • Nare /tempat yang terbuat dari tanah
  • Kelapa dibelah 2 airnya dibuang
  • Ijuk
  • Kain putih
  • Daun pandan wong
  • Sanggah cukcuk yang dihiasi bunga merah
  • Tabunan/ sekam / damar / lilin / agar setiap malam menyala.

Sarana Banten:

  1. Dapetan, terdiri dari nasi berbentuk tumpeng dengan lauk pauknya (rerasmen) dan buah-buahan.
  2. Canang sari / canang genten, sampiyan jaet dan penyeneng.
  3. Untuk menanam ari-ari (mendem ari-ari) diperlukan sebuah kendil (periuk kecil) dengan tutupnya atau sebuah kelapa yang airnya dibuang.

Setelah alat-alat tersebut disiapkan dengan perlengkapan upakara seperlunya, barulah dilanjutkan membersihkan air-ari dengan tatacara yang bervariasi.

Ari-ari harus dibesihkan dengan tangan (tanpa sarung tangan), diusahakan mengambil dengan tangan kanan. Usahakan tetap tenang, senyum dan bahagia (dalam hati). Jangan biarkan perasaan jijik atau takut akan darah. Hal ini diyakini dapat mempengaruhi karakter dan prilaku anak saat besar nanti.

Terlebih dahulu Ari-ari dibersihkan dengan air dan sabun, kemudian dibilas dengan air bercampur bunga dan minyak wangi (yeh Kumkuman), lalu dimasukkan ke dalam sebuah kelapa yang telah dibelah dua (airnya dibuang), kelapa bagian atas ditulis aksara Ang ( ᬅᬁ ) atau bisa Oṁ ( ᬒᬁ ) dan bawah ditulisi Aḥ ( ᬅᬄ ), kemudian diisi juga sirih lekesan yaitu berupa daun sirih yang dibentuk sedemikian rupa dengan segala perlengkapannya, juga beberapa jenis duri (duri mawar, duri terung dan lain-lain) lalu dibungkus dengan kain putih, diisi ijuk dan kemudian dikubur sebagai berikut.

Bila bayi laki-laki dikubur di sebelah kanan pintu masuk bangunan tempat tidur si bayi dan bila perempuan di sebelah kiri (dilihat dalam bangunan) di halaman meten (bale daja).
Setelah dikubur sesajen sesuai dengan petunjuk sulinggih atau sesuai dengan kemampuan.

Upacara nanem ari-ari biasanya dilaksanakan di rumah tempat tinggal si bayi. Walaupun ada suatu tradisi lain seperti ari-ari yang dihanyutkan ke laut/ sungai dan juga ada yang dibakar kemudian abunya ditaburkan keudara. Namun menurut tradisi masyarakat Hindu khususnya di Bali pada umumnya ari-ari tersebut ditanam atau dikubur di rumah tempat tinggal si bayi. Apabila orang tua si bayi merantau atau menempati rumah sewaan maka ari-ari tersebut tetap ditanam di rumah asalnya (tempat lahir orang tuanya) atau dirumah tetap orang tuanya yang sudah ada sanggah kamulan.

Kemudian agar bayi tetap dekat dengan empat saudaranya, dengan simbolis dapat menjuput tanah tersebut disertai dengan sesajen dan atur piuning, kemudian membawanya (menanam) di rumah sewaan, dengan tujuan si bayi tetap mendapat penjagaan, perlindungan dari ari-ari tersebut dari tempat diluar rumah asal.

Pada umumnya upacara nanem ari-ari dilakukan dan dipimpin oleh orang tua si bayi (ayahnya) dan orang yang dituakan dalam keluarga. Atau lebih sering dilakukan orang tua (ayah si bayi) dibantu oleh seorang sanak saudara dengan sebelumnya mohon petunjuk kepada orang tua yang berpengalaman dalam hal tersebut, yang biasanya sudah dilakukan jauh hari sebelumnya termasuk juga menyiapkan sarana yang diperlukan dalam upacara tersebut.

Pelaksanaannya dapat di singkat sbb:

  • Upacara ini dilaksanakan pada waktu bayi baru dilahirkan dan telah mendapat perawatan pertama.
  • Tempat Upacara dilaksanakan di dalam dan di depan pintu rumah.
  • Pelaksana Upacara kelahiran dilaksanakan atau dipimpin oleh salah seorang keluarga yang tertua atau dituakan, demikian juga untuk menanam (mendem) ari-arinya. Dalam hal tidak ada keluarga tertua, misalnya, hidup di rantauan, sang ayah dapat melaksanakan upacara ini.

Tata Cara

  1. Bayi yang baru lahir diupacarai dengan banten dapetan, canang sari, canang genten, sampiyan dan penyeneng. Tujuannya agar atma / roh yang menjelma pada si bayi mendapatkan keselamatan.
  2. Setelah ari-ari dibersihkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam kendil lalu ditutup. Apabila mempergunakan kelapa, kelapa itu terlebih dahulu dibelah menjadi dua bagian, selanjutnya ditutup kembali. Perlu diingat sebelum kendil atau kelapa itu digunakan, pada bagian tutup kendil atau belahan kelapa bagian atas ditulisi dengan aksara Ang ( ᬅᬁ ) atau bisa Oṁ ( ᬒᬁ ) dan pada dasar alas kendil atau bagian bawah kelapa ditulisi aksara Aḥ ( ᬅᬄ ).
  3. Kendil atau kelapa selanjutnya dibungkus dengan kain putih dan di dalamnya diberi bunga.
  4. Selanjutnya kendil atau kelapa ditanam di halaman rumah, tepatnya pada bagian kanan pintu ruangan rumah untuk anak Iaki-laki, dan bagian kiri untuk wanita bila dilihat dari dalam rumah.

Mantram Menanam ari- ari

Om lbu Pertiwi rumaga bayu, rumaga amerta sanjiwani, angermertani sarwa tumuwuh si anu (kalau bayi sudah diberi nama sebutkan namanya) mangde dirgayusa nutugang tuwuh.
Artinya:
Om Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai pertiwi, penguasa segala kekuatan, penguasa kehidupan menghidupi segala yang lahir/ tumbuh, si anu (nama si bayi) semoga panjang umur.

Mantra untuk menanam ari-ari, sangat bervarisai menurut lontar yang digunakan dan tradisi yang berlaku. Semua dari upakara di atas, pada hakekatnya mengandung unsur pembersihan meliputi banten abyakala atau biokaonan dan mohon keselamatan, baik untuk yang numadi (penjelmaan kembali) atau pada Ibunya maupun ayah sebagai satu kesatuan. 

Variasi uapakara bayi baru lahir sebagai : Nasi muncuk kuskusan, Buah-buah/raka-raka, Kacang-kacangan, Canang sari, canang genten dan Sebuah penyeneng.

Upakara banten di atas tergolong yang kecil, boleh juga dibuatkan yang lebih besar sedikit ditambah jerimpen/wakul diisi tumpeng bungkul (satu tumpeng) raka dan rerasen, samping gaet. Variasi banten ini dianggap sudah besar.

Variasi upakara lainnya dengan menghanturkan segehan di bawah tempat tidur bayi dan di tempat ari–ari. Segehan 4 kepel dengan 4 warna yaitu : selem (hitam), barak (merah), kuning (kuning), putih (putih).

Hari-hari selanjutnya, dengan menghanturkan sesajen berupa canang raka, rarapan dan sesegehan setiap hari sampai bayi berumur bulan pitung dina/ satu bulan tujuh hari. Kadang juga terus-menerus di sanggah Nak cenik (sanggah cucuk nanam ari-ari) selalu dihanturkan sajen canang segehan.

Segehan ini bervarasi ada segehan panca warna dengan warna merah, kuning, putih, brumbun, ada segehan warna putih. Menurut kanda pat sari warna empat yaitu barak, putih, kuning, dan selem. Di samping itu pula setiap ada upacara dewa yajna, manusa yajna, bhuta yajna. Ari-ari tersebut selalu mendapat perhatian dengan mengahuntarkan canang dan segehan setiap hari sehabis makan, dihaturkan sesajen nasi beserta lauk pauk disebut banten saiban, atau upakara disebut yajna sesa. Makna menghanturkan terima kasih pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, telah melimpahkan, anugrahnya berupa makanan dan juga agar gumatap-peranan ari-ari cukup penting untuk menjaga keselamatan Sang Bayi pada catur sanak.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga