- 1Sanggah Kamulan
- 2Sanggah Taksu
- 3Jenis dan Fungsi Sanggah Kamulan
- 3..1Fungsi Sanggah Kamulan
- 4Tata Cara Untuk Mendirikan Sanggah Kamulan
- 4..1Memilih Palemahan
- 4..2Ukuran Menempatkan Tempat Palinggih
- 4..3Penempatan Paduraksa dan Pamedal
- 4..4Bahan Kayu Yang Digunakan Untuk Sanggah Kamulan
- 4..5Caru Pangeruwak Bhuana atau Menanam Dasar Bangunan
- 5Makuh, Melaspas dan Nuntun Ngenteg Linggih Sanggah Kamulan
- 5..1Melaspas Alit atau Nista
- 5..2Melaspas Madya
- 5..3Banten Pamelaspas di Sanggah Kamulan
- 6Tata Cara & Pelaksanaan Ngunggahang Dewapitara Di Sanggah Kamulan
- 7Mantra Ngantebang Bebantenan di Sanggah Kamulan
- 7..3.1Kekosok
- 7..3.2Puja Segan dan Tepung Tawar
- 7..3.3Puja tetebus
- 7..3.4Mengaturaken air (yeh coblong)
- 7..3.5Puja Isuh-Isuh
- 7..3.6Mantra Telur pada Isuh-isu
- 7..3.7Mantram Lis
- 7..3.8Ngetisan Tirta Pabiyakaonan
- 7..3.9Mantram Banten Perayascita
- 7..3.10Tebasan Durmanggala
- 7..3.11Mantram Tebasan Durmangala
- 7..3.12Prayas Cita Sakti
Tata Cara Untuk Mendirikan Sanggah Kamulan
Memilih Palemahan
Sebelum mendirikan Sanggah Kamulan, yang pertama dilakukan adalah memilih palemahan yang akan dijadikan lokasi untuk membangun Sanggah Kamulan. Karena letaknya yang di hulu maka Sanggah Kamulan disebut pula penghulun karang. Sehingga didalam mendirikannya selalu dipilihlah lokasi yang dianggap hulu yakni Timur Laut (Kaja Kangin). Sesuai dengan konsep Tri Angga lokasi Sanggah Kamulan adalah Uttama Angga, demikian juga dalam konsep Rwa Bhineda, pendirian Sanggah kamulan harus terletak di hulu (udik) pekarangan.
Perlu dicatat, ada perbedaan pengertian kaja antara Bali Selatan dengan Bali utara. Kalau Bali selatan Kaja adalah Utara, sedangkan bagi Bali Utara (Denbukit) Kaja adalah Selatan. Hal ini disebakan oleh letak Gunung Agung yang berada ditengah-tengah Pulau Bali (dimana letak Gunung Agung disanalah Utara). Sehingga orang yang berada disebelah Utara Gunung Agung menganggap gunung Agung yang diselatan sebagai Kaja.
Ukuran Menempatkan Tempat Palinggih
Pada jaman dahulu, sesuai tradisi Orang Bali membuat pekarangan sesuai dengan sikut satak, sikut domas (nista, madya, utama). Pada Waktu itu situasinya memungkinkan. Pada jaman dahulu mengukurnya menggunakan ukuran depa, depa agung maupun depa alit. Untuk ukuran Sanggah Kamulan sesuai dengan Rontal Astakosali, yakni ukuran 14 depa lawan 13 depa, pangeretnya dwajangaran.
Tapi mengingat jaman sekarang lahan semakin sempit, lebih banyak kaplingan maka pembuatan pekarangan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Demikian juga ukuran pekarangan Sanggah Kamulan bisa diperkecil menjadi 3 atau 5 depa dengan penghurip 1 hasta musti.
Sedangkan jarak antara palemahan Sanggah Kamulan dengan bangunan bale bedaja, menggunakan tapak kaki si pemilik. Dengan perhitungan jatuhnya di Guru atau Indra dari Astawara dengan penghurip 1 tampak ngandang. Jadi jarak antara rumah badaja dengan Sanggah Kamulan adalah 3 atau 4 tampak ditambah 1 tampak ngandang.
Sedangkan letak palinggih Kamulan adalah mengambil jarak 3 tampak kaki ditambah 1 tampak ngandang dari tembok timur.
Untuk mendapatkan letak bagi Palinggih Taksu adalah dengan jalan mengukur luas halaman antara bataran Kamulan dengan Piyasan (kalau ada). Letak Piyasan juga mempergunakan perhitungan Guru atau Indra dari bataran Kamulan, selanjutnya dari tengah-tengah jarak antara Piyasan dengan Kamulan ditarik garis Kaja dan bertemu dengan hitungan Guru dari tembok Kaja, itulah tempat Taksu.
Kalau Palemahan sempit, yang tidak memungkinkan untuk membangun Bale Piyasan, maka untuk mencari tempat Taksu diukur dari tengah-tengah natar/halaman antara bataran kamulan dengan tembok Barat, kemudian ditarik Kaja dipertemukan dengan titik hitungan Guru (3 tapak + 1 tampak ngandang) dari tembok Kaja.
Setelah selesai mengukur tempat, diadakanlah upacara dengan bebanten, sarananya canang genten buratwangi 5 tanding, masing-masing ditempatkan pada Kaja, Kelod, Kangin, Kauh, dan tengah-tengah masing-masing sebuah. Dilengkapi segehan mancawarna dan sebuah segehan agung.
Penempatan Paduraksa dan Pamedal
Setelah palemahan Sanggah Kamulan diukur berdasarkan bilangan 14 depa lawan 13 depa dengan penghurip hasta musti, atau ukurannya bisa disesuaikan menjadi 3 atau 5, maka selanjutnya Sanggah Kamulan diberi panyengker untuk memberikan batasan palemahan Sanggah Kamulan dengan pekarangan rumah. Tiap-tiap sudup panyengker Kamulan dibangun Paduraksa yang secara fisik berfungsi untuk menguatkan tembok itu sendiri.
Namun secara niskala Paduraksa itu dibuat karena mempunyai makna tertentu sesuai dengan yang termuat dalam rontal Astabhumi yakni: pada masing-masing sudut ukuran empat persegi namanya paduraksa, yang di Kajakangin namanya Sri Raksa, yang di Kelodkangin namanya Sang Aji Raksa, sedangkan yang di Kajakauh namanya Kala Raksa. Bangunan paduraksa ini sangat penting sekali, jika tidak menggunakan paduraksa dikatakan rumah Bhuta Dengen namanya.
Selain menentukan tempat membangun paduraksa, selanjutnya adalah menentukan letak Pamedal. Pamedal dengan Apit Lawangnya adalah juga merupakan Palinggih
Cara menentukan pamedal adalah dengan mengukur panjang atau lebar palemahan itu dengan tali. Tali sepanjang itu dibagi sembilan. Pamedal boleh menghadap ke Barat (Kauh) atau boleh juga menghadap ke Selatan (Kelod).
Kalau menghadap Selatan carilah lipatan 6 (enam) dari Timur, Dhana Wredhi namanya.
Kalau menghadap Barat carilah lipatan 3 dari Selatan Wredhi Emas namanya, atau carilah lipatan 4 dari Selatan Wredhi Guna namanya.
Lipatan tersebut merupakan titik tengah-tengah. Sedangkan lebar Pamedal adalah abelah dada (setengah depa), baik depa agung maupun depa alit.
Bahan Kayu Yang Digunakan Untuk Sanggah Kamulan
Dalam Rontal Astakosala-kosali diuraikan kayu yang baik untuk bahan Sanggah Kamulan adalah:
- Cendana tergolong kayu prabhu/utama.
- Menengen tergolong kayu patih/madya.
- Cempaka tergolong kayu arya/utama.
- Majagau tergolong kayu demung/madya.
- Suren tergolong kayu demung/nista
Tetapi dewasa ini kebanyakan orang menggunakan kayu ketewel saja. Cendana,Cempaka atau Menengen hanya sisipan saja,misalnya tugeh,iga-iga,atau yang lainnya.
Caru Pangeruwak Bhuana atau Menanam Dasar Bangunan
Jika proses pengukuran palemahan dan menentukan tempat bangunan sudah selesai, selanjutnya diadakan upacara Caru Pangrwak Bhuana yang lazim disebut caru Ayam Brunbun dengan sarana: Ayam brunbun diolah, dibuat jatah calon menurut urip tengah (8). Kulit kulit, sayap, kepala dan kakinya dijadikan bayang-bayang, diletakan di atas Sengkui delapan lembar pula. Peneknya, penek dananan, nasi mancawarna, di bawah maupun pada Sanggah Cukcuk, digantungi Sujang, berisi tuak dan arak.
Yang dipanggil pada caru tersebut adalah: Sang Bhuta Rwakbhuana, Sang Bhuta Kala Dengen, bala nya semua. Sang Bhuta Rwakbhuana adalah nama lain dari Sang Bhuta Manca Warna dan juga beliau bergelar Sang Bhuta Angga Sakti.
Setelah selesai caru Pangrwakbhuana, barulah dilaksanakan pengukuran menurut ucap Asta Kosal. Kalau sudah benar ukurannya lalu tempat bebaturan dari palinggih-palinggih Kamulan, Taksu, Apit Lawang, Panglurah diberikan berupa patok-patok.
Tanah dalam patok-patok digali Amusti dalamnya. Kemudian dalam galian tersebut dibuatkan lobang sehasta dalamnya. Lubang itu tempat memendem dasar yang dibersihkan terlebih dahulu.
Lobang tempat menanam pendeman dasar digambari Padma Astadala lengkap dengan Dasaksaranya. Lalu dipersembahkan Pabyakalan, pangreresikan, isuh-isuh, tepung tawar, lengkap dengan Lis buu. Akan lebih baik juga dipersembahkan Prayascita. Setelah itu dilukat dan bersihkan lubang itu.
Aturan Meletakkan Pendeman Dasar
- Tumpeng Bang gde adharman 2 (bungkul) atau pras barak,dagingnya ayam biing (merah) atau ayam hitam dipanggang,raka-raka,penyeneng,tatrag,tatebus,canang gagempolan canang geti-geti.
- Letakkan bata merah dengan lukisan Badawangnala,tengah-tengah badawangnala ditulisi aksara “Ang” (menggunakan aksara Bali) dan letakkan batu bulitan dengan ditulisi aksara “Ang, Ung, Mang”(menggunakan Aksara Bali)
- Di atas bata dan batu bulitan letakkan bungkak nyuh gading dikasturi airnya dibuang.Di dalamnya ditulisi “Ong” (aksara Bali) diisi serta wangi-wangian,seperti dedes lenga wangi,burat wangi,air kumkuman,bunga serba harum,dan sebuah kwangen kraras dengan uang kepeng 11 keping. Setelah lengkap isinya dibungkus dengan kain putih,diikat dengan benang putih,dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai cili diisi bunga dan sebuah kwangen sebagai muka (prerai)
- Disamping klungah nyuh gading tersebut,di atas bata dan batu bulitan,letakkan sebuah kwangen besar dengan uang kepeng 33 keping.
- Disekeliling lubang,persembahkan segehan cacahan,sege bang 9 tanding,lauknya darah mentah,bawang jahe,dengan tetabuhan tuak-arak. Pada hulu lubang tancapkan sebuah sanggah,dengan bantennya: sebuah daksina,pras ajuman,sodaan putih kuning,dagingnya ayam putih betutu,peras dagingnya ayam panggang,canang raka,geti-geti,canang lengawangi,penyeneng,lis,ketipat kelanan,dengan daging telur sebutir.
- Banten dihadapan yang memuja: sesantun,di bawah sanggah, gelar sanga,bayuan, jahitan lis angiyu segehan agung,tetabuhan tuak-arak,biyakawonan,prayascita 1.
Dipetik dari Rontal Bhomakertih
Caru Pangrwak Bhuana dan menanam dasar bangunan adalah upacara peletakan batu pertama sebagai pertanda dimulainya pembangunan suci Kamulan tersebut.