- 1KLAKAT / PANCAK SUDHAMALA
- 1.1Klakat Sudhamala Lanang
- 1.2Klakat Sudhamala Wadon / Istri
- 2ULATAN KELABANG
- 2.2.1Kelabang Dangap-dangap
- 2.2.2Kelabang Wong wongan
- 2.2.3Kelabang Taring
- 2.2.4Kelabang Mantri atau kelabang sakti
- 2.2.5Kelabang losok
- 2.2.6Kelabang Sengkui
- 3Sanggah Tutuan
- 4Sanggah Arda Candra
- 5Sanggah Agung / Surya
- 6Sanggah Tawang
- 7Kober (Bendera), Tedung (Payung) dan Lelontekan (Umbul-Umbul)
- 7.2.1Kober (Bendera)
- 7.2.2Pajeng / Tedung (Payung)
- 7.2.3Lelontekan (Umbul-umbul)
- 7.2.4Bandrang
Sanggah Agung / Surya
Sanggah Agung di masyarakat disebut dengan istilah ” Sanggah Surya “. Keduanya bermula dari dua kata, yakni Sanggah yang mengandung arti sumber, sedangkan Agung menekankan kebesaran Sang Hyang Siwa Raditya yang tak lain adalah Dewa Surya.
Tempat pemujaan Sang Hyang Siwa Raditya ini dibuat dari bambu dengan bentuk persegi. Sanggah didesain memiliki satu ruangan dengan bentuk yang mirip dengan Sanggah Tawang. Ukuran biasanya dibuat sedikit lebih tinggi tergantung pada jenis upacara yang dilakukan.
Kehadiran sanggah surya dalam upacara merupakan salah satu bentuk kepercayaan pada dewa matahari juga turut hadir dalam upacara keagamaan tersebut. Keberatan ini juga diyakini sebagai salah satu bentuk peran Dewa Matahari sebagai “saksi” dari upacara keagamaan yang sedang dilaksanakan.
Karena memiliki fungsi yang penting, maka penempatan sanggah surya dalam upacara keagamaan harus diatur dalam aturan khusus. Sanggah seharusnya hanya diarahkan ke timur laut. Hal ini berkaitan erat dengan konsep Asta Kosala Kosali yang menganggap bahwa arah timur laut adalah titik mata angin yang mengarah ke Dewa. Penempatannya harus tepat agar niat untuk melaksanakan upacara bisa terkabul.
Sanggah Tawang
Perangkat upacara ini dibuat dari bambu, berbentuk segi empat panjang, memiliki pinggiran yang disebut “ancak saji”, tidak memakai atap, bertiang emapat buah sebagai kaki, biasanya terbuat dari pohon pinang.
Sanggah tawang memliki tiga macam ruangan (rong tiga) dan setelah berdiri pada sisi sebelah kanan depan dipasangkan yang disebut “biyu lalung” (pucuk pisang) dan disebelah kiri depan dipasangkan satu tangkai pohon “uduh peji“, dan sebuah tempat berisi berem yang dinamakan “kelukuh“. Sanggah twang ini diletakkan pada posisi arah timur laut (arah gunung)dan tingginya 3 – 5 meter. Sanggah tawang mempunyai makna sebagai simbul pada pelaksanaan karya di Pura.
Untuk mengetahui maknanya kita kaji sebagai berukut : Sanggah tawang berasal dari kata canggah yang dapat diartikan sebagai “sumber”.
Sedangkan kata tawang berasal dari suku kata Ta dan wang. Ta dapat diartikan “ada” dan awang agar memiliki arti, diberi sifat majemuk menjadilah awang-awang yang berarti “sepi atau sunia”. Sunia diinterpretasikan sebagai Sang Hyang Widhi.
Masing-masing ruangan sebagai simbul stananya Sanghyang Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa dengan sebutan ” Sang Hyang Tri Purusa “
Pada Sanggah Tawang dilengkapi dengan perangkat lainnya seperi :
- JANTUNG PISANG KAYU atau BIYU LALUNG
Biyu lalung sebagai simbul kekuatan Purusha (centana) dari Sang Hyang Widhi. - BUAH PINANG
Buah pinang sebagai simbul permohonan umat kepada Ida Sang Hyang Widhi, supaya apa yang dipersembahkan berpahala sesuai dengan persembahannya. - BUAH UDUH PEJI
Buah uduh peji merupakan simbul manefestasi Sang Hyang Widhi sebagai Batara dan Batari, Dewa dan Dewi yang ikut menyaksikan persembahan umat, dan memberi anugrah sesuai karmanya. - KELUKUH BERISI BEREM
Kelukuh terbuat dari pelepah pinang yang dibentuk seperti kantong dan berisi berem. Kelukuh merupakan simbul kekuatan Prakerti (acetana) dari Sang Hyang Widhi. Berkekuatan prakerti beratti Beliau memberikan kekuatan pada setiap material yang dipersembahkan sebagai sarana memberikan anugrah kepada Umat Hindu.
Jadi persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi harus yang masih segar dan dailandasi rasa bakti yang tulus dan ikhlas.