Fungsi dan Makna Perangkat Pemujaan Sulinggih (Tri Sadhaka)


 

A. Fungsi dan Makna Perangkat Siwa Paksa (Siwopakarana)

 

A.1. Fungsi Dulang atau Nare

Di atas dulang, baik pada dulang sebelah kiri maupun sebelah kanan di hadapan sulinggih saat mapuja, diletakkan masing-masing sebuah nare berbahan logam kuningan. Pinggiran atau bibir nare ada yang berhiaskan ukiran ada pula yang polos, rata, dan halus. Sesuai dengan fungsinya, di atas dulang yang telah diletakkan masing-masing sebuah nare, berisikan alat-alat pemujaan, seperti pawijan sebanyak dua buah. Pawijan yang satu berisikan beras yang sudah dibersihkan atau disucikan untuk bija dan sebuah lagi diisi gosokan cendana atau gandaksata. Selain itu juga di atas nare diletakkan penuntun surya yang di dalamnya diisi kalpika yang sebelumnya sudah diberikan puja mantra oleh Sang Pandita. Pada nare tersebut juga diletakkan tripada yang di atasnya ditaruh siwambha yang berisi air. Di dalam siwambha biasanya juga ditaruh atau diletakkan sesirat yang sudah berisikan saet mingmang dan karowista. Di atas dulang juga diletakkan lawa, bija, sirowista, sesirat, dan bunga-bunga harum. Di samping itu, juga ditaruh kalpika dan saet mingmang bila diperlukan yang kemudian ditutup dengan saab dulang/tudung/kereb. Dulang yang kedua diletakkan di sebelah kanan dulang yang pertama. Di atasnya terdapat nare dan terdapat/diletakkan pengasepan (dhupam), pedamaran (dipam) kemudian ditutup dengan saab dulang/tudung/kereb. Dari uraian ini dapat dijelaskan bahwa fungsi dulang adalah sebagai tatakan atau tempat (wadah) semua perangkat pemujaan Siwopakarana yang digunakan oleh Pandita Siwa pada saat mapuja atau muput sebuah upacara. Sebagai wadah atau tatakan semua perangkat pemujaan Pandita Siwa, fungsi dulang tidak dapat digantikan dengan wadah atau tempat atau tatakan lain. 

Dulang merupakan sebuah alat yang sangat penting dan bernilai sakral. Berdasarkan bentuknya yang bundar, dulang memiliki makna tertentu dalam Siwopakarana karena belum pernah ditemukan pemakaian alas Siwopakarana dengan bentuk kotak atau lainnya. Dalam sebuah tulisan tentang Argha Patra, dijelaskan bahwa bentuk bulat atau bundar adalah lambang windu. Windu juga disebut phat atau purusa (awal ciptaan). Di dalam dasaksara, windu ada di tengah karena merupakan puncak stula sarira. Windu adalah puncak yang maya, puncak di atasnya disebut hgrim yaitu suksma sarira/angkara. Yang hadir di dalam windu/akasa adalah ciptaan Sada Siwa atau juga disebut Siwa Sidanta.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami dulang sebagai sebuah tempat Siwopakarana yang suci dalam proses memuja Siwa dengan bentuknya yang bulat memiliki makna bahwa bulat atau bundar adalah perlambang windu dan yang hadir dalam windu adalah Sada Siwa. Untuk itulah dipakai dulang sebagai alas Siwopakarana (lambang windu) dan tidak dapat digantikan dengan sembarang tempat atau wadah atau tatakan lainnya.

Pada saat seorang sulinggih duduk menghadap Siwopakarana dan akan memulai persiapan pemujaan, diawali membuka saab dulang/tudung/kereb, disertai dengan mantra di bawah ini.

Om, Im Iswara Pratistha-Jnana lilaya namah swaha

Artinya :
Om, sujud kepada I(m), Iswara, ekspresi bentuk pengetahuan,
swaha. 

 

A.2. Fungsi dan Makna Tripada

Secara etimologi kata tripada terdiri atas kata tri dan pada. “Tri berarti tiga dan pada berarti kaki. Tripada berarti berkaki tiga”.  Secara kasatmata fungsi tripada adalah sebagai tempat untuk menyangga siwambha atau argha.

Tripada, setelah diangkat sebagai penghormatan diletakkan kembali di atas potongan-potongan kalpika, yang merupakan lambang pratista (kehadiran-Nya), dengan diantar mantra pratista dan pratista mudra”.

Pemakaian kalpika sebagai alas tripada merupakan atma-nyasa yang dihubungkan dengan kehadiran-Nya, sesuai dengan arti simbolisme tripada, melambangkan Am-Um-Mam (Om Tri Antah Karanah). Dalam Wedaparikrama, setelah tripada diletakkan sebagai lambang Dewa Pratistha dilanjutkan dengan nyasa karma lainnya, yaitu melempari tripada dengan puspa (kembang), gandha (wangi-wangian), dan aksata (biji-bijian seperti beras). Di kaki tripada diisi kalpika sebagai alas dengan menggunakan mantra berikut.

 

Om Am Surya Mandala Brahma Adhipataye namah; (kaki selatan)
Om Um Nawa Widya Soma Mandala Wisnu Adhipataye namah; (kaki utara)
Om Mam Agni Mandala Rudra Adhipataye namah; (kaki timur) Om Mam namah; (Iswara, kaki utara)
Om Um namah; (Wisnu, tengah)
Om Am namah; (Brahma, pangkal dasar)

 

Artinya :

Om, Am sujud kepada Brahma penguasa dari Surya (matahari) mandala; (kaki selatan).
Om, Um, sujud kepada Wisnu (aspek) sembilan (jenis) pengetahuan penguasa dari Soma (bulan Mandala); (kaki utara). Om, Mam, sujud kepada Rudra penguasa dari Agni (api Mandala); (kaki timur)
Om, Mam, sujud kepada Iswara (di atas),
Om, Um, sujud kepada Wisnu (di tengah),
Om, Am, sujud kepada Brahma (di bawah)

Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa fungsi tripada adalah sebagai penyangga siwambha atau argha. Dalam bentuk Pratistha-nya adalah melambangkan aspek Iswara. Tiga kaki yang berpijak laksana Tuhan dalam pengejawantahannya dalam alam semesta, laksana bayangan yang selalu membayangi hidup dan kehidupan di dunia ini. Dalam hal ini apa pun yang ada di dunia ini, yang diciptakan, tidak luput dari tiga bentuk kekuatan yang menjadi antahkarana-nya (asal sebab musababnya).

Makna tripada di dalam kitab Wedaparikrama Bab III. 1.101 disebutkan bahwa tripada adalah

“simbol untuk Ongkara (OM) yang merupakan lambang Tri Sakti, yaitu sebagai pencipta, pemelihara dan pamrelaya”.

Ini juga disebut Saktikarana atau Trianthahkarana, yaitu utphati, stithi, pralina. Ketiga bentuk saksi itu dalam mantra disimbolkan dalam bentuk triaksara, Ang – Ung – Mang. Om adalah Am, Um, Mam yang di dalam pranawa merupakan simbol Brahma, Wisnu, dan Iswara.

ksara suci Ongkara atau eka aksara ini dalam tubuh manusia malinggih, ber-sthana, atau terletak di ubun-ubun (siwadwara), bersamaan letaknya dengan cakra sahasrara (shasra=seribu), salah satu dari rangkaian cakra kundalini. Di tempat ini bersemayam pula Sang Hyang Wenang, yang berfungsi mengendalikan semua aktivitas cakra yang ada dalam tubuh manusia. Ongkara ini merupakan perlambang dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pada setiap permulaan sebuah mantra selalu diawali dengan pengucapan Ong atau Om, sebagai inti kekuatan doa yang mampu menggerakkan dan menggetarkan alam semesta (bhuana agung) beserta segala isinya, memohon ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa agar semua aktivitasnya diberikan wara nugraha, anugerah dan mendapat perkenan-Nya (Nala, 2006:145).
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa tripada bermakna trianthahkarana yang berarti Tuhan adalah penyebab timbulnya tiga hal, yaitu utphati, adalah aspek pencipta alam dengan segala isinya, stithi adalah aspek perlindungan dan pemeliharaan dengan segala isinya, serta pralina adalah aspek kekuatan Tuhan untuk mengembalikan segala ciptaan kepada-Nya. Di samping tripada bermakna Tuhan sebagai trianthahkarana, juga bermakna Tri Murti, yaitu aspek manifestasi Tuhan yang mempunyai fungsi sebagai utphati adalah Dewa Brahma, stithi adalah Dewa Wisnu, dan pralina adalah Dewa Siwa.


SUMBER
Ida Bagus Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si

PERANGKAT PEMUJAAN SULINGGIH



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga