Jnana Tattwa, Dasar Semua Tattwa Siwa


Jnana Tatwa patut diketahui oleh seorang abdi dharma, yang ingin bebas dari kesengsaraan penjelmaan. Tattwa jnāna merupakan dasar semua Tattva.

Cetana ialah jnana yaitu : mengetahui, ingat, ingat akan kesadaran dan menjadi lupa. Acetana ialah lupa bingung tak memiliki kesadaran. Cetana dan Acetana itulah disebut dengan Śiwa-tattwa dan Māyā-tattwa. Māyā-tattwa lebih rendah dari Śiwa-tattwa. Māyā-tattwa tidak memiliki cetana, tidak memiliki jnāna, hanya lupa tidak memiliki kesadaran, ketiadaan sebagaimana badannya, kosong bebas tiada yang merintangi. Lupa tak ingat apapun, demikianlah sifat-sifat Māyā-tattwa. Śiwa-tattwa mempunyai sifat-sifat sadar jernih bercahaya.

Tiga Jenis Śiwa tattwa

Ada tiga jenis Śiwa tattwa yaitu : Paramashiva tattwa, Sadāshiva tattwa dan Ātmika tattwa.

PARAMASHIVA TATTWA

Sifat-sifat Bhatāra paramaśiwatattwa yaitu tanpa bentuk, tidak bergerak, tidak guncang, tidak pergi, tidak mengalir, tidak ada asal, tidak ada yang dituju, tidak berawal, tidak berakhir, hanya tetap tak bergerak tetap tanpa gerak. Diam dan kekal. Seluruh alam semesta ini dipenuhi, diliputi, disangga disusupi seluruh saptabhuwana ini oleh-Nya. Sapta patala disusupi sepenuh-penuhnya, tiada ruang yang terisi penuh terisi alam semesta oleh-Nya. Tidak dapat dikurangi, tidak dapat ditambahi. Tanpa karya, pun juga tanpa tujuan. Tidak dapat diganggu oleh perbuatan baik ataupun buruk. Tak dapat dikenal keseluruhannya. Dan ia tidak mengenal masa lalu, masa yang akan datang dan masa kini. Tidak dirintangi oleh waktu, selalu siang tidak sesuatu ilang pada-Nya. Ia kekal abadi.

SADASHIVA TATTWA

Bhatāra siwa tattwa bersifat Wyāpāra. Wyāpāra artinya ia dipenuhi oleh sarwajnā (serba tahu) dan sarwakāryakarthā (serba kerja). Sarwajnā sarwakāryakarthā ialah ada padmasana sebagai tempat duduk bhatāra, yang disebut Cadusakti, yaitu jnānaśakti, wibhuśakti, prabhuśakti dan kryaśakti. Jnānaśakti ada tiga, yaitu dūrādarśana, dūrāśrawana dan dūrātmaka. Dūrādarśana ialah melihat yang jauh dan yang dekat. Dūrāśrawana ialah mendengar suara yang jauh dan yang dekat. Duratmaka mengetahui perbuatan yang jauh dan yang dekat.

  • Wibhuśakti ialah tidak ada kekurangan-Nya di seluruh alam semesta ini.
  • Prabhuśakti ialah tidak ada dirintangi segala yang dikehendaki-Nya.
  • Kriyaśakti ialah mengadakan seluruh alam semesta ini lebih-lebih para dewata semuanya, seperti : Brahma, Wisnu, Iswara, Pancarsi, Saptarsi, Dewarsi, Indra, Yama, Waruna, Kubera, Wesrawana, Widyadhara, Gandharwa, Danawa, Daitya, Rāksasa, Bhūtayaksa, Bhūtadengen, Bhūtakala, Bhūtapisaca, demikianlah pula alam ini, Prthiwi (tanah), Āpah (air), Teja (cahaya), Wāyu (udara), Ākasa (ether), bulan, matahari, palnit.

Itulah semua karya Bhatāra Sadāśiwattwa di alam niskala. Adapun karya Bhatāra Sadāśiwattwa di alam sekala ialah : Sanghyang Śastra, Āgama, ilmu pengetahuan mantra (waidya), ilmu logika (tarka), ilmu tata bahasa (wyākārana), ilmu hitung (ganita).

Bhātāra Sadāśiwattwa adalah penguasa alam sekala dan niskala ialah Bhatāra Adipramana, Bhatāra Jagatnatha, Bhatāra Karana, Bhatāra Parameswara, Bhatāra Guru, Bhatāra Mahulun, Bhatāra Wasawaśitwa. Ia menciptakan namun ia sendiri tidak diciptakan, ialah yang berkuasa untuk mengadakan dan meniadakan. Tidak ada yang dapat mengalahkan ialah Bhatāra Gurunya guru.

ĀTMIKA TATTWA

Ātmikatattwa adalah Bhatāra Sadāśiwattwa dengan ciri-cirinya : Utaprota.
Uta ialah tak tampak tak ketahuan. Ia mengembang memenuhi mayatattwa. Prota ialah tak dan tak dapat dikenal lagi ia memenuhi mayatattwa.Itulah Sadāśiwattwa. Sifat Mayatattwa itu kotor (mala). Itulah yang dipandang dan dihiasi dan dilekati oleh kotor (mala). Itulah sebabnya seperti hilangnya sakti Bhatara akhirnya namun tidak demikian, karena Sadāśiwattwa tidak dapat dikotori hanya saja cetananya yang terlekati oleh mala, dihiasi dan diselimuti oleh mayatattwa.

Akhirnya cetana itu tidak aktif, tidak lagi sarwajna, tidak lagi sarwakaryakartha, sehingga cetana itu kesadarannya amat kecil. Maka disebutlah Atmikatattwa, Sanghyang Atmawisesa, Bhatara Dharma yang memenuhi alam semesta ialah jiwanya alam semesta jiwa semua makhluk.

Anak Māyātattwa adalah Pradhānatattwa sifatnya lupa tak ingat apapun. Bertemunya ingat-lupa disebut Pradhāna purusa. Bertemunya pradhāna dengan purusa melahirkan Cita dan Guna. Citta adalah wujud kasarnya purusa. Guna adalah hasil pradhanatattwa yang diberi kesadaran oleh purusa.

Guna ada tiga yang disebut dengan Triguna yaitu : Sattwa, Rajah, Tamah. Triguna ini menentukan akan mendapatkan apa ātmā itu. Satwa, rajah, tamah yang melekat pada alam pikiran (cita) itulah yang menyebabkan ātmā itu menjelma berulang-ulang. Sattwa terang bercahaya besar pada alam pikiran itulah yang menyebabkan ātmā mencapai kelepasan (kamoksan). Satwa bertemu dengan rajas menyebabkan ātmā datang di sorga.

Bila sattwa bertemu dengan rajah, tamah ātmā itu menjadi manusia, karena sattwa, rajas dan tamas tidak sejalan kehendaknya. Pertemuan Triguna dengan citta melahirkan buddhi. Buddhi itu adalah bentuk kasarnya triguna yang diberi kesadaran oleh citta. Dari buddhi lahirlah angakāra.

Bhatāra yang dijunjung memberi kesadaran pada Sanghyang Ātmā. Sanghyang ātmā memberi kesadaran pada citta. Citta memberi kesadaran pada ahangkara. Itulah yang disusupi oleh kriyaśakti Bhātara yang memberi kekuatan. Itulah yang disebut hidupnya hidup. Kriyaśakti Bhātara Pramana sebagai hidupnya ahangkara sebagai hidupnya buddhi. Ahangkāra yang sifatnya mengaku-aku. Ada tiga jenis ahangkāra yaitu :

  1. Ahangkara si waikrta adalah buddhi sattwa
  2. Ahangkara si taijasa adalah buddhi rajas
  3. Ahangkara si bhutadi adalah buddhi tamas.

Ahangkara si waikrta menyebabkan adanya manah dan 10 indriya yaitu caksu (mata), srota (telinga), ghrana ( hidung ), jihwa (lidah), twak (kulit), wuk (mulut), pāni (tangan), pada (kaki), upastha (kelamin laki-laki), payu (pelesan). Itulah pancakarmendriya dengan pancendriya yang disebut dengan Dasendrya.

Ahangkara si bhutadi ialah yang menyebabkan adanya pancatanmatra yaitu : sabdatanmātra, sparsatanāmtra, rupatanmātra, rasatanmātra, gandhatanmātra. Sabdatanmātra artinya suara yang halus, Rupatanmātra artinya udara yang halus.

  • Rasatanmātra artinya rasa yang halus.
  • Gandatanmātra artinya bau yang halus.
  • Dari panca tanmātra, lahirlah Panca mahabhūtha yaitu, Ākasa, wāyu, teja, apah, prthiwi.
  • Akasa lahir dari sabdatanmātra
  • Wayu lahir dari sparsatanmātra
  • Teja lahir dari rupatanmātra
  • Apah lahir dari rasatanmātra.
  • Pertiwi lahir dari gandhatanmātra
  • Gandha ada tiga jenis yaitu : Surabhi adalah bau wangi, Asurabhi adalah bau busuk dan Gandhasadharanah adalah bau yang tidak wangi dan bau yang tidak busuk.

Berpadunya panca mahabhūta dengan guna membentuk Andhabhuwana yaitu : Saptaloka, bertempat di puncak yang tertinggi. Saptapatala, bertempat di bawah yang disebut dengan Bhuwana Sarira. Satya loka bertempat paling di atas, kemudian dibawahnya, Mahāloka, Janaloka, Tapaloka, Swarloka, Bhuwarloka, Bhurloka. Bhurloka tempat berkumpulnya semua tattwa yaitu : saptāparwa, saptānawa, saptadwipa, dasabayu, dasendriya. Disamping alam atas terdapat alam bawah disebut saptapatala : patala, witala, nitala, mahāloka, sutala, tala-tala, rasatala dibawah saptapatala adalah Balagadarba yaitu mahaneraka dibawah mahaneraka terdapat Sang Kalagnirudra yaitu apa yang senantiasa menyala 100.000 yajna jauh menyala berkobar-kobar.

Ahangkara si Taijasa adalah buddhi rajas, yaitu sifatnya beristri dua orang yaitu membantu si waikrta dan si bhutadi. Ahangkāra itu ada tiga sifatnya lahir dari buddhi menserasikan sattwa, rajas, dan tamas. Yang mensrasikan itu adalah Sanghyang Pramana untuk mengaku, merencanakan perbuatan baik atau buruk.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga