Tri Guna ( Tiga Kwalitas) di Lontar Tutur Parakriya
Mengatur diri dalam bertingkah laku merupakan faktor internal yang harus diperhatikan. Sifatnya yang buruk harus dijinakkan dengan jalan yang ditunjukkan oleh sastra-sastra agama. Di dunia ini ada bermacam-macam kecendrungan sifat manusia. Orang yang berpenampilan lemah-lembut, kasar, rajin, dan ada pula yang malas. Kecendrungan-kecendrungan seperti itu ada dalam diri setiap manusia, pembawaan sejak lahir yang disebut Tri Guna.
Tri Guna adalah tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia. Antara sifat yang satu dan yang lainnya saling mempengaruhi dan membentuk watak sesorang. Apabila diantara ketiga sifat ini terjalin hubungan yang harmonis, sesorang akan dapat mengendalikan pikirannya dengan baik. Ketiga unsur sifat-sifat itu adalah: Satwam atau Sattwa adalah sifat tenang, Rajas atau Rajah adalah sifat dinamis dan Tamas atau Tamah adalah sifat lamban.
Sehubungan dengan hal tersebut, Lontar Tutur Parakriya menyebutkan mengenai dewa-dewa yang menguasai Tri Guna, adalah sebagai berikut :
Rudra pinakarajah, Sangkara pinakatamah, Mahadewa pinakasatwa. Nahan ta Dewataning Triguna.
Artinya :
Rudra sebagai rajah, Sangkara sebagai Tamah, Mahadewa sebagai Satwa. Itulah di sebut dengan dewanya Triguna (Satwa, Rajah dan Tamah).
(Lontar Tutur Parakriya, 17b )
Kerjasama Tri Guna dalam diri manusia sangat diperlukan, ibarat seperti kereta dengan penumpangnya. Badan manusia (sthula sarira) sebagai kereta, Ātman sebagai penumpangnya, dan citta adalah kusirnya. Ātman memerintahkan kusir bergerak ketempat tujuan, namun gerak si kusir akan dipengaruhi oleh Tri Guna.
Jika guna tamas yang dominan menguasai si kusir akan mengendalikan lari keretanya lamban dan akan setiap saat berhenti. Jika guna rajas yang lebih banyak menguasai maka kereta akan dilarikan kencang, kasar, tidak tentu arah. Jika dikuasai oleh satwam, maka akan mengendalikan lari keretanya dengan tenang, hati-hati dan sabar. Agar kereta bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, maka perlu adanya kerja sama diantara ketiga guna itu. Satwam lah yang seharusnya sebagai pengendali, geraknya dibantu oleh rajas, dan tamas sebagai pengerem. Jika tidak adanya kerja sama diantara ketiga guna tersebut maka banyak akan menghadapi rintangan, bahkan tidak akan bisa sampai tempat tujuan dengan baik.
Yoga telah menyediakan bagaimana caranya orang melaksanakan pelepasan dirinya dari ikatan maya dan akhirnya Ātman dapat bersatu dengan Brahman, sehingga Karma dapat dikikis habis dan tidak lagi menjelma ke dunia sebagai hukuman.
Lontar Tutur Parakriya menyebutkan sebagai berikut :
Wruh pwa Sang Yogiswara ring jnyana tatwa, ya marganing anemuwaken kamoksan. Mangkana palaning pangwruhaken ring swa tatwa, wenang mangdadiaken swarga kamoksanan.
Artinya:
Sang Yogiswara patut mengetahui tentang keadaan dan isi dari jnyana tattwa sebab itu satu-satunya jalan untuk mencapai moksa. Demikianlah phalanya jika telah mengetahui dengan segala tattwa (ilmu) untuk mencapai kemoksan.
(Tutur Parakriya,18a)
Berdasarkan kutipan di atas menjelaskan bahwa Sang Yogiswara harus mengetahui tentang keadaan dan isi tattwa atau pengetahuan-pengetahuan, dengan mengetahui pengetahuan-pengetahuan itu merupakan satu-satunya jalan untuk tercapainya suatu tujuan yang paling hakiki, kemanunggalan Ātma dengan Brahman.