Makna Filosofi dan Konsep dari Suara Gamelan Bali


Ricikan Bantang, Bentuk Gending dan Lagu Gambelan Bali

Bantang Gending merupakan salah satu istilah atau nama yang lazim digunakan di kalangan pengrawit Bali untuk menyebut salah satu tabuhan dari ricikan tertentu, artinya kelompok ricikan yang sesuai dengan perangkat gamelan yang menggunakannya. Bentuk tabuhan bantang gending masih polos tanpa menggunakan variasi dan paling dekat dengan alur gending.

Bantang gending dapat dikatakan sebagai kerangka dasar yang merupakan titik tolak untuk menggarap gending dengan berbagai ragam tafsir yang disajikan lewat vokabuler-vokabuler garapnya pada ricikan-ricikan garap.

Kalau di dalam karawitan Jawa khususnya Jawa Tengah, bantang gending dapat disejajarkan dengan balungan yang disajikan pada ricikan-ricikan balungan seperti ricikan Saron Demung, Saron Barung, Saron Penerus, Slentem dan Bonang Penembung.

Kalau kita mengamati seluruh sajian gending dari perangkat-perangkat gamelan Bali khususnya, pada prinsipnya selalu menggunakan bantang gending. Bantang gending dapat disajikan pada ricikan-ricikan khusus yang menyajikan bantang gending. Selain itu juga bantang gending dapat disajikan pada ricikan-ricikan garap yang biasanya menggunakan panggul sepasang (2 panggul).

Jenis-Jenis Ricikan Bantang Gending

Ricikan Bantang gending dalam perangkat gamelan Gong Gede adalah sebagai berikut:

  1. Jegogan
  2. Jublag
  3. Penyacah
  4. Gangsa Jongkok Penunggal
  5. Gangsa Jongkok Pengangkep
  6.  Gangsa Jongkok Curing

Perlu diketahui bahwa ricikan bantang gending pada perangkat gamelan Bali ada beberapa macam jenis ricikan sesuai dengan perangkat gamelan yang menggunakannnya. Perbedaan dari keanekaragaman ricikan-ricikan bantang gending ini terletak pada bentuk, ukuran, larasan serta pola tabuhannya. Misalnya tabuhan dari ricikan Penyacah akan berbeda dengan tabuhan ricikan Jublag, pada hal kedua ricikan tersebut merupakan ricikan bantang gending.
Perangkat-perangkat gamelan Bali yang menggunakan ricikan bantang gending adalah sebagai berikut :

  1. Perangkat gamelan Gong Kebyar, menggunakan ricikan Penyacah, Jublag dan Jegogc1n
  2. Perangkat gamelan Gong Gede, menggunakan ricikan Penyacah, Jublag, Jegogan, Gangsa Jongkok Penunggal, Gangsa Jongkok Pengangkep dan Gangsa Jongkok Curing.
  3. Perangkat gamelan Semar Pegulingan Saih Pitu, menggunakan ricikan Penyacah, Jublag dan Jegogan.
  4. Perangkat gamelan Gambang, menggunakan ricikan Saron.
  5. Perangkat gamelan Semar Pegulingan Saih Lima, menggunakan ricikan Jublag, Jegogan, Gangsa Gantung dan Gangsa Jongkok.
  6. Perangkat gamelan Angkelung, menggunakan ricikan Jegogan.
  7. Perangkat gamelan Gong Luang, menggunakan ricikan Gangsa Jongkok, Gangsa Gantung dan Saron.
  8. Perangkat gamelan Selonding, menggunakan ricikan Kempul dan Gong ..
  9. Perangkat gamelan Jegog, menggunakan ricikan Jegog dan Undir.

Perangkat-perangkat gamelan yang tidak menggunakan ricikan bantang gending adalah sebagai berikut :

  1. Perangkat gamelan Gender Wayang (Parwa)
  2. Perangkat gamelan Bebatelan.
  3. Perangkat gamelan Joged Bumbung.
  4. Perangkat gamelan Pengarjaan/Geguntangan.
  5. Perangkat gamelan Pegambuhan.
  6. Perangkat gamelan Gegandrungan.
  7. Perangkat gamnlan Gong Beri.
  8. Perangkat gamnlan Genggong.
  9. Perangkat gamelan Gong Suling.

Tabuhan bantang gending pada ricikan yang bukan ricikan bantang gending, biasanya disajikan pada ricikan yang dimainkan dengan menggunakan 2 panggul (tabuh) yang disajikan oleh tangan kiri misalnya ricikan Gender Wayang, Grantang.

Khusus pada perangkat gamelan Pengarjaan tidak menggunakan bantang gending karena satu-satunya yang menyajikan melodi adalah ricikan Suling. Sajian Suling dalam perangkat gamelan Pengarjaan lebih menekankan atau sebagian besar pada sajian Suling yang gendingnya mengikuti vokal dari penari Arja dengan rnenggunakan berbagai wilet (variasi).

Seleh Bantang Gending

Menurut Bapak Nyoman Rembang yaitu salah seorang empu karawitan Bali, istilah seleh tidak digunakan dikalangan pengrawit Bali, tetapi menggunakan istilah ulungan gending. lstilah inipun masih jarang-jarang digunakan dikalangan pengrawit karawitan Bali. Sementara ada juga yang mengatakan ruas gending. lstilah ulung gending ini, kita jumpai saat para pengrawit berkomunikasi antar pengrawit, misalnya dije ulung gendinge artinya dimana atau nada apa seleh gendingnya.
Seleh atau ulung gending dapat diartikan sebagai tekanan dan nada akhir dari suatu kalimat lagu atau gending. Nada seleh berhubungan dengan rangkaian nada-nada yang membentuk melodi/ lagu yang disajikan dengan tempo metris (ajeg) dan ritmis (tidak ajeg).

Pada tempo yang ajeg, nada seleh terdapat pada peniti (sabetan di Jawa) hitungan genap yang terdapat pada gending­-gending Lelambatan (Gong Gede) pada bagian gending Pengawak, Pengisep dan Pengecet. Salah satu contoh melodi yang menggunakan tempo ajeg sebagai berikut:

6 5 3 5 1 6 5 3 5 3 2 1 5 3 2 (1)

Gending atau kalimat lagu di atas, tekanan penili dan atau nada selehnya terdapat pada peniti hitungan genap dimulai dari hitungan 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16. Dengan melihat hitungan tekanan tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin besar hitungan penitinya akan semakin berat selehnya. Tapi kenyataannya tidak akan selalu demikian karena roso seleh tersebut, tidak ditentukan oleh besarnya hitungan, yang kesemuanya ditentukan oleh padang dan ulihan.

Pada perangkat gamelan yang menggunakan ricikan struktural yang gendingnya mempunyai “bentuk”, mulai dari nada seleh ringan sampai berat merupakan letak tabuhan ricikan struktural yang tabuhannya membentuk jalinan sehingga akan mewujudkan struktur maupun bentuk gending. Dengan demikian peranan nada seleh atau ulung gending merupakan salah satu unsur pokok untuk mewujudkan bentuk gending.

Sedangkan kalimat lagu yang menggunakan tempo tidak ajeg (ritmis), nada atau kesan selehnya tidak ditentukan oleh peniti hitungan genap melainkan ditentukan oleh kalimat lagu atau alur gending. Nada-nada seleh seperti ini banyak dijumpai pada gending-gending Gong Kebyar pada bagian gending Kebyar, Bebelat, Jineman Gangsa.

Contoh 1 : 6 .1   6 2 .1 2  1 .2 1  3  .2 3  2  .3  (2) 

Contoh 2 : 1 ———– . 6   5 . 6   1

Pada contoh 1 peniti dari kalimat lagu fersebut diatas, terdapat 10 (sepuluh) peniti ( letak peniti/tekanan diberi tanda = ). Tapi peniti satu dengan yang lainnya mempunyai jarak yang berbeda-beda sehingga akan menimbulkan tempo yang tidak ajeg.
Untuk tabuhan ricikan bantang gending, pada contoh 1 tersebut diatas adalah memberikan tekanan padu seleh-seleh tertentu seperti contoh dibawah ini :

. 6 . 2 . 1 . 3 . (2)

Sedanglkan kalau dilihat pada contoh 2, nada seleh terletak pada nada yang terakhir yaitu nada 1 ( ji ), dan pada nada 1 (ji) tersebut disertai oleh tabuhan ricikan Jegogan. Peranan tabuhan Jegogan tersebut adalah memberikan tekanan (menyangatkan roso seleh).
Gending-gending Bali yang nada selehnya ditentukan oleh kalimat lagu (tidak didasarkan atas jumlah peniti) maka gending­-gendingnya tidak dianggap mempunyai “bentuk” seperti gending­g ending Gong Kebyar meskipun perangkat gamelannya menggunakan ricikan-ricikan struktural lebih dari satu tungguh atau rancak seperti halnya perangkat gamelan Gong Gede.

Pada kalimat lagu yang selehnya didasarkan alas jumlah peniti disebutkan bahwa semakin besar hitungan penitinya, akan semakin berat seleh atau kesan selehnya. Hal ini disebabkan karena adanya tahapan atau kadar seleh yang berbeda-beda yaitu seleh yang kadarnya ringan sekali, ringan, sedang, berat dan berat sekali dengan kata lain seleh 1, seleh 2, seleh 3, seleh 4. Hal ini dapat jelas dilihat pada pola-pola tabuhan ricikan-ricikan bantang gending seperti ricikan Penyacah, Jublag dan Jegogan. Lebih jelasnya lihat contoh bagian gending pengcet pada Tabuh Pisan Pisang Bali di bawah ini:

  • Bantang gending : 5535 1653 5321 532(1)
  • Penyacah              : 5535 1653 5321 532(1)
  • Jublag                : . 5. 5 . 6. 3 . 3. 1 . 3. (1) 
  • Jegogan               :  . . . . . .. 3 . . . . … ( 1)

Dengan melihat contoh tersebut di alas, tabuhan ricikan Jegogan mengalami pergeseran fungsi yaitu awalnya berfungsi sebagai bantang gending, kemudian berfungsi memberikan tekanan pada nada-nada seleh yang terletak pada peniti hitungan genap. Akibat pemberian tekanan pada nada seleh tersebut, maka akan dapal menjadi salah satu unsur yang menentukan bentuk gending dari segi struktur gending.
Padang dan ulihan teba wilayahnya tergantung dari sudut pandang kita memandang wilayah kalimat lagu.

Kebebasan Sajian Bantang Gending

Pengertian kebebasan disini bukan berarti bersifat sewenang-wenang, tetapi kebebasan dalam keterikatan artinya bebas tetapi masih terikat oleh unsur-unsur lain diantaranya keterikatan yang disebabkan karena adanya ricikan pasangan yaitu minimal dua ricikan sejenis yang menyajikan tabuhan yang sarna atau berbeda (polos dan nyangsih) yang akan membentuk suatu jalinan.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kebebasan sajian bantang gending dapat dilakukan oleh masing-masing jenis ricikan pasangan dengan menyajikan tabuhan yang sama. Salah satu contoh pada tabuhan ricikan bantang gending Penyacah: Bantang Gending Tabuh Telu :

  • Tabuhan Jublag   :  . 2 . 2 . 5 . 2 . 3 . 1 . 5 . (2)
  • Tabuhan Penyacah : 3 2 3 2 3 5 3 2 5 3 2 1 6 5 3 (2)

Sebagal altematif yang lain, bantang gending tersebut diatas dapat juga disajikan sebagai berikut : 

3 2 1 2 1 3 1 2 1 3 2 1 3 1 3 (2) atau 6 5 3 2 1.3 1 2 1 3 2 1 3 1 3 (2)

Dalam hal ini ketiga jenis tabuhan bantang gending tersebul diatas, tidak ada yang dianggap salah dan tidak akan mengganggu tabuhan dari ricikan garap dalam menggarap bantang gending. Karena kedua alternatif bantang gending tersebut terdapat kesamaan nada seleh yailu pada sabetan ke 4, 8, 12 dan 16.
Kebebasan sajian bantang gending yang lain terdapat pada ricikan Jublag. Lebih jelasnya lihat contoh dibawah ini:

  • Tabuhan Penyacah : 5 5 3 5 165 3 5 3 21 5 3 2 (1)
  • Tabuhan Jublag      : 5 . 5 . 6 . 3 . 3 . 1 . 3 . (1)

Atau  . 6. 5 .2.3 . 2. 1 . 6. (1)
Atau . 3 .. 5 .5.3 . 6. 1 . 2. (1)

Melihat contoh-contoh tersebut diatas, pada tabuhan ricikan Jublag dapat kila simpulkan bahwa peniti/nada ke 4 tiap-tiap gatra nadanya selalu sama, perbedaannya terletak pada nada ke 1, 2, dan 3.
Bantang gending yang disajikan pada ricikan penyacah dan jublag yang berbeda tidak berarti salah, malahan merupakan sualu peristiwa yang dianggap menarik dan unik dalam musikal karawitan Bali.

Kalimat Lagu dan Bentuk Gending

Kalimat lagu merupakan salah satu permasalahan yang cukup unik karena mempunyai peranan sangat penting baik dalam musikal maupun dalam mewujudkan suatu bentuk gending. Dan selanjutnya dalam penyebutan suatu bentuk gending, nama bentuk gending tersebut selalu dirangkaikan dengan nama gending seperti pada gending-gending perangkat Gong Gede, Pegambuhan, Semar Pagulingan Saih Pitu, Semar Pegulingan Saih Lima (Plegogan).

Kalimat lagu adalah susunan nada-nada yang dapat mewujudkan alur lagu. Alur lagu dapat diwujudkan mulai dari satu nada atau lebih. Kalimat lagu dapat diibaratkan seperti kalimat dalam bahasa Indonesia yaitu adanya penggunaan tanda baca koma dan titik. Tanda baca koma dapat disejajarkan dengan padang, sedangkan titik disejajarkan dengan ulihan. Panjang pendeknya kalimat lagu padang maupun ulihan tergantung dari sudut pandang kita yaitu mulai dari dua nada sampai satu gongan.

Bentuk Gending Gilak/Gegilak

Bentuk-bentuk gending Gilak ada 2 macam bentuk yaitu Gilak “Biasa” dan Gilak “Penyalah”. Kedua Gilak tersebut dibedakan atas garap yaitu penggunaaan tempo yaitu Gilak Biasa lebih cepat temponya daripada Gilak Penyalah.

Selain itu yang membedakan kedua bentuk Gilak tersebut adalah jumlah gongan dan peniti dalam sutu gending. Gilak Biasa mempunyai 1 s.d. 2 gongan, sedangkan Gilak Penyalah mempunyai 3 sampai dengan 5 gongan dalam satu gending Gilak.

Dengan perbedaan jumlah gongan dari kedua jenis Gilak tersebut, maka kalimat lagunya juga akan berbeda. lstilah Gilak Biasa dan Gilak Penyalah merupakan istilah yang kami tentukan karena belum ada nama sebelumnya. lstilah tersebut untuk membedakan dari kedua jenis Gilak tersebut.

Bentuk Gending Tabuh Pisan

Bentuk gending ini mempunyai 6 (enam) bagian gending dengan urutan Kawitan, Pemalpal, Pengawak, Pengibe, Pengisep, dan Pengecet.
Dalam hal ini bagian gending Kawitan tidak akan dibicarakan kalimat lagunya.
Kalau dilihat kalimat lagu dari masing-masing gongan, keenam bagian gending tersebut terdapat persamaan yaitu bagian gending Pemalpal kalimat lagunya sama dengan bagian gending Pengecet, bagian gending Pengawak sama dengan bagian gending Pengibe dan Pengisep.  Sedangkan kalau dilihat dari jumlah tiap-tiap bagian gending, mempunyai perbedaan.

Bentuk Gending Tabuh Pat

Bentuk gending ini secara garis besar terdiri dari 4 bagian gending yaitu Kawitan, Pengawak, Pengisep dan Pengecet (kawitan, pemalpal, ngembat trompong, tabuh telu atau gilak). Khusus pada bagian gending Pengecet pada gaya garapan daerah tertentu, tanpa menggunakan kawitan yaitu dari bagian gending Pengisep langsung menyajikan bagian gending Pengecet (pemalpal). Pada bagian gending kawitan, kalimat lagunya tidak akan diuraikan tentang padang dan ulihannya.

Bentuk Gending Tabuh Nem

Bentuk gending Tabuh Nern, bagian-bagian gendingnya sama dengan Tabuh Pat yaitu Kawitan, Pengawak, Pengisep, dan Pengecet (Kawitan, Pemalpal, Ngembat Trompong, Tabuh Telu atau Gilak). Khusus pada bagian gending Pengecet pada gaya garapan daerah tertentu, tanpa menggunakan kawitan yaitu dari bagian gending Pengisep langsung menyajikan bagian gending Pengecet (Pemalpal). Pada bagian gending Kawitan, tidak diuraikan kalimat lagu, padang dan ulihannya.
Susunan kalimat lagu padang dan ulihan pada bentuk gending Tabuh Nem ini, sama dengan padang ulihan pada bentuk gending Tabuh Pat. Sedangkan perbedaannya terletak pada unsur­unsur tertentu yaitu sebagai berikut:

  1. Jumlah “baris” pada bagian gending Pengawak dan Pengisep. Tabuh Pat terdiri dari 16 baris, sedangkan Tabuh Nem terdiri dari 24 baris.
  2. Karena jumlah barisnya berbeda maka jumlah tabuhan Kempul, Kempli, dan Jegogan dalam satu gongan akan berbeda. Pada bentuk gending Tabuh Nem terdapat 6 kali tabuhan Kempul, dan 6 kali tabuh Kempli dalam satu gongan. Sedangkan tabuhan Jegogan sebanyak 24 kali dalam satu gongan.
Bentuk Gending Tabuh Kutus

Bentuk gending ini mempunyai bagian gending dan susunan kalimat lagu yang sama dengan bentuk gending Tabuh Pat dan Tabuh Nem. Demikian juga jalannya sajian maupun penggunaan tempo pada tiap-tiap bagian gending sama dengan bentuk gending Tabuh Nem dan Tabuh Pat.
Perbedaannya hanya terletak pada bagian gending Pengawak dan Pengisep dari sudut jumlah baris dalam satu gongan.

Pada bentuk gending ini bagian gending Pengawak dan Pengisep mempunyai 32 baris, 8 kali tabuhan Kempul dan Kempli serta 36 kali tabuhan Jegogan dalam satu gongan.


Sumber :

I Putu Ariyasa Darmawan dan Ida Bagus Wika Krishna
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja


I Gede Arya Sugiartha
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar


I Kadek Sugiarta, I Gede Arya Sugiartha dan Kadek Suartaya
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar


I Putu Danika Pryatna dan Hendra Santosa
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar


Pande Made Sukerta
GENDING GENDING GONG GEDE

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Sejarah & Purbakala,
Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Jakarta 2002



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga