Makna Filosofi dan Konsep dari Suara Gamelan Bali


Hubungan Bagian-bagian Gending Gambelan Bali

Gending-gending Gong Gede (Lelambatan) merupakan rangkaian dari bagian-bagian gending yang masing-masing bentuk gending mempunyai urutan sajian bagian gending yang berbeda­beda. Bagian-bagian gending tersebut mempunyai hubungan dalam hal tempo dan nada seleh (nada yang ter1etak tabuhan ricikan Gong).

Hubungan dalam Tempo

Setiap bagian-bagian gending yang disajikan telah “ditentukan” temponya oleh nama bentuk-bentuk gendingnya seperti bentuk gending Gilak atau Gegilak, Tabuh Pisan, Tabuh Telu, Tabuh Pat, Tabuh Nem dan Tabuh Kutus.

Tempo atau cepat lambatnya sajian suatu gending sifatnya relatif, maka dari itu penentuan tempo dari masing-masing bagian gending telah ditentukan oleh masing-masing kelompok/perkumpulan atau pengrawit pada ricikan yang menentukan tempo, seperti halnya ricikan Kendang, maupun Trompong.

Ricikan Trompong dapat menentukan tempo pada saat menyajikan bagian gending Kawitan, sedangkan ricikan Kendang dapat menentukan tempo apabila gending telah berjalan/disajikan oleh sebagaian/seluruh ricikan.

Masing-masing bentuk gending mempunyai “ketentuan” penggunaan tempo seperti misalnya bentuk gending Gilak sajiannya lebih cepat dari pada bentuk gending Tabuh Telu. Contoh yang lain adalah bagian gending perigawak relatif lebih pelan sajiannya dari pada bagian gending Pengisep.

Dalam gending-gending Gong Gede penggunaan temponya sifatnya “mengalir” artinya sajian dari bagian gending Kawitan sampai selesai tidak ada perubahan tempo yang menjolok tidak seperti dalam gending-gending Gong Kebyar. Apabila akan merubah tempo, selalu dilakukan dengan cara pelan-­pelan (menggunakan rambatan). 

Hubungan dalam Seleh

Pengertian seleh, dalam hal ini adalah nada seleh yang disertai dengan tabuhan ricikan Gong. Berdasarkan info yang drperoleh bahwa setiap bagian-bagian gending dalam satu bentuk gending, pada umumnya mempunyai nada seleh yang sama. Misalnya bagian gending kawitan nada selehnya pada nada 1 ( ji ) kemudian bagian gending Pengawak nada selehnya juga terletak pada nada 1 ( ji ).

Hubungan Bantang dengan Struktur Gending

Bantang gending dengan struktur gending mempunyai hubungan yang sangat erat dalam mewujudkan suatu bentuk gending. Keduanya mempunyai fungsi maupun peranan yang sangat dominan, meskipun masih ada unsur-unsur lain yang ikut menentukan.

Bantang gending disajikan oleh ricikan-ricikan bantang gending yang tabuhannya masih polos, belum menggunakan variasi. Sedangkan struktur gending dilakukan oleh ricikan-ricikan struktural sesuai dengan bentuk gendingnya.

Dalam membentuk struktur gending, ricikan struktural ditabuh dengan cara bergantian atau membentuk suatu “jalinan” sehingga pada akhirnya membentuk atau mewujudkan bentuk gending.
Tabuhan ricikan struktural dalam mewujudkan bentuk gending diibaratkan sebagai kerangka atau pilar-pilar bangunan yang pada akhirnya akan membentuk suatu bangunan tertentu.

Dalam hal ini bantang gending berfungsi sebagai “pengisi” dari kerangka bangunan yang telah dibentuk oleh tabuhan ricikan struktural. lsiannya berbentuk melodi atau kalimat lagu yang menggunakan unsur padang dan ulihan yang panjangnya disesuaikan dengan bentuk maupun struktur gending.
Unsur-unsur lain yang sangat menunjang terwujudnya bentuk gending adalah sebagai berikut:

  1. Bagian-bagian gending.
  2. Pola tabuhan dari ricikan-ricikan garap tertentu.
  3. Penggunaan tempo.
Bagian-bagian Gending

Satu bentuk gending minimal terdiri dari 2 bagian baik gending yang menggunakan ricikan struktural maupun yang tidak menggunakan ricikan struktural. Tiap-tiap perangkat gamelan Bali mempunyai bentuk maupun struktur yang berbeda-beda. Kadang­-kadang nama bentuk gendingnya sama, tapi struktur gendingnya yang berbeda seperti yang terdapat pada Tabuh Telu gending­-gending Gong Gede mempunyai struktur yang berbeda dengan Tabuh Telu pada gending-gending Semar Pegulingan Saih Lima (gending-gending Plegongan) demikian juga Tabuh Telu Pegambuhan.
Untuk lebih jelasnya lihat bagian-bagian gending dari berbagai bentuk gending pada repertoar perangkat-perangkat gamelan sebagai berikut:
Gong Gede:

  • Tabuh Pisan terdiri dari bagian gending Kawitan, Pemalpal, Pengawak, Pengibe, Pengisep dan Pengecet.
  • Tabuh Telu terdiri dari bagian gending Kawitan dan Pengawak.
  • Tabuh Pat terdiri dari bagian gending Kawitan, Pengawak, Pengisep dan Pengecet (kawitan, ngembat trompong, tabuh telu/gilak).
  • Tabuh Nem dan tabuh Kutus sama jumlah bagian gendingnya dengan Tabuh Pat.
Pola Tabuhan dari Ricikan-ricikan Garap

Ricikan garap yang pola tabuhannya atau garapnya disesuaikan dengan bentuk gending adalah tabuhan ricikan Kendang.

Perbedaan garap Kendang pada tiap bentuk gending terletak pada gending Pengawak. Meskipun pada bentuk gending yang berbeda, mempunyai garap atau tabuhan Kendang yang sama.

Garap ini terdapat pada repertoar gending-gending Gong Gede pada Tabuh Pat, Nem dan Kutus. Demikian juga pada bagian gending Pengawak pada bentuk gending Tabuh Pisan dan Tabuh Telu Semar Pegulingan Saih Lima (pelegongan) mempunyai kendangan yang sama. Meskipun tabuhan Kendangnya sama juga terdapat perbedaannya yaitu panjangnya tabuhan Kendang yang biasanya disajikan berulang-ulang.

Penggunaan Tempo

Penggunaan tempo pada masing-masing bagian gending pada repertoar gending perangkat gamelan mempunyai penggarapan tempo yang berbeda-beda. Pada umumnya penggarapan tempo pada bagian gending Pemalpal dan Pengecet lebih cepat daripada bagian gending Pengawak. Penggarapan tempo pada sajian gending-gending dari perangkat gamelan sangat subyektif, tergantung dari kemantapan sekehe gong masing-masing.


Sumber :

I Putu Ariyasa Darmawan dan Ida Bagus Wika Krishna
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja


I Gede Arya Sugiartha
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar


I Kadek Sugiarta, I Gede Arya Sugiartha dan Kadek Suartaya
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar


I Putu Danika Pryatna dan Hendra Santosa
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar


Pande Made Sukerta
GENDING GENDING GONG GEDE

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Sejarah & Purbakala,
Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Jakarta 2002



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga