Mitologi Palinggih Multikultur di Pura Gambur Anglayang


Multikultur di Pura Gambur Anglayang

Adapun klasifikasi Palinggih multikultur yang memiliki cerita mitologis antara lain : Palinggih Ratu Agung Syahbandar; Palinggih Ratu Agung Dalem Mekah; Palinggih Ratu Ratu Bagus Sundawan; Palinggih Ratu Agung Melayu; dan Palingih Bhatara Ratu Gede Siwa.

Palinggih Ratu Agung Syahbandar

Berdasarkan cerita yang dipaparkan oleh Mangku Gede Pura Gambur Anglayang, bahwa konon Palinggih Ratu Agung Syahbandarini merupakan ungkapan persembahan dan rasa terimakasih dari salah satu kelompok pedagang atau awak kapal, yang menumpang pada perahu yang mengalami kebocoran.

Konon kelompok penumpang atau pedagang tersebut berasal dari Cina, yang secara keseluruhan menganut agama Bhuda. Kelompok pedagang Cina ini, melakukan aktivitas perdagangan dengan mengedepankan nuansa agama Buda serta unsur kebudayaan yang terdapat di negeri Cina sendiri.

Mitos yang berkembang juga mengatakan babwa, kelompok pedagang dari negeri Cina ini merupakan salah satu dari beberapa kelompok pedagang, yang paling pandai dan lihai melakukan praktek perdagangan. Mereka dipandang sebagai kelompok pedagang, yang memiliki parktek ekonomi begitu juga strategi bisnis terbaik. Sehingga kelompok pedagang Cina ini, mampu mendominasi dari penyediaan barang begitu juga aktivitas jual beli baik yang terjadi pada kapal maupun ketika berlabuh di dermaga perdagangan.

Palinggih Ratu Agung Syahbandar di Empon oleh warga dari jajaran (Trah) Pasek Bendesa Manik Mas, dan dijadikan sebagai tempat bersembahyang oleh umat Budha. Ketika Piodalan di Pura Gambur Anglayang tiba, maka di areal Palinggih Ratu Agung Syahbandar dipadati oleh umat Budha.

Umat Budha yang datang berembahyang ketempat ini, berasal dari etnis Cina, baik yang sudah menetap dan menjadi warga negara, maupun yang berstatus sebagai wisatawan asing. Antusiasme umat Budha untuk mengadakan aktivitas persembahyangan ke Palinggih Ratu Agung Syahbandar, juga dilatar belakangi oleh pengetahuan serta kepercayaan mereka terhadap keterlibatan leluhur dari umat Budha itu sendiri, sebagimana termuat dalam uraian mitos mengenai Ratu Agung Syahbandar. Bahkan pernah terjadi sebuah fenomena aneh yakni, adanya Pamedek beragama Hindu yang berasal dari Bali, mengalami Kerauhan (kesurupan) dengan mempergunakan bahasa mandarin.

Hingga akhirnya Krama Pangempon Pura mendatangkan penerjemah bahasa mandarin, untuk menterjemahkan segala ucapan dari Pamedek yang mengalami Trance. Hal ini kemudian memprtebal kepercayaan yang meregenerasi dikalagan umat Budha, untuk selalu mengingat serta melakukan sujud bakti terhadap eksitensi leluhur mereka yang diperaya bersthana di Palingih Ratu Agung Syahbandar.

Ketika Piodalan di Pura Gambur Anglayang tiba, maka khusus untuk Palinggih Ratu Agung Syahbandar sangat mencolok dengan berbagai hiasan ornament keagamaan bernuansa Budhis. Para etnis Cina yang melakukan persembahyangan, selalu menghaturkan begitu juga menghiasi areal Palinggih Ratu Agung Syahbandar dengan onamet lampion, jejeran dupa berukuran besar, kain bermotif huruf Cina, serta berbagai kelengkapan lain yang indentik dengan realitas kebudayaan Cina dan keagamaan Budha.

Persembahyangan dengan sistem agama Budha sebagai wujud penghormatan dari etnik Cina terhadap terhadap mitos Syahbandar, tidak pernah memberikan potensi konflik ataupun pergesekan dengan tradisi persembahyangan sebagaimana berlaku dalam lingkungan Pura atau agama Hindu di Bali.

Antara umat Hindu dan Budha, secara bersama merealisasikan kepercayaan terhadap nilai kesucian pada mitos Palinggih, dengan melakukan aktivitas persembahyangan sesuai dengan tradisi keagamaannya masing-masing. Didalam tata cara persembahyangan yang berbeda, selalu terjalin rasa saling menghargai dan toleran dalam perbedaan keyakinan.

Seperti halnya, mempergunakan Senteng (selendang), Kamben, ataupun destar ketika bersembahyang. Hal yang sama juga ditunjukkn oleh umat Hindu yakni, memberikan kesempatan, ruang, dan waktu bagi etnis Cina untuk bersembahyang berdasarkan sistem Budhis, ketika melakukan aktivitas persembahyangan.


Sumber
Palinggih Multikultur di di Pura Gambur Anglayang

I Made Adi Surya Pradnya



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga