Tata Cara Nyukat & Nyakap Karang serta Membangun Rumah Bali


 

Tata Cara Merubah Bangunan Bali

Menambah dan Mengurangi Bangunan
  1. Jika rumah yang sudah selesai si plaspas, dapat ditambahkan lagi dengan jalan menambahkan sesuai dengan ukuran kelipatan atau sesuai dengan petunjuk Asta Kosala-Kosali.
  2. jika membangun rumah di hulu mrajan atau sanggah karena pekarangannya sudah penuh, maka harus menggunakan upacara pengeruak karang dan berikan jarak 3 tampak atau satu depadari tembok batas pekarangan tersebut.
  3. Jika memindahkan rumah secara keseluruhan, maka harus diupacarai sebagaimana membangun rumah yang baru, wajib untuk mesapuh dan mecaru.
Memindahkan Rumah, Jineng dan Dapur
  1. Jika memindahkan dapur, harus menghaturkan piuning kehadapan Ida Bhatara Wiswakarma, Bhagawan Panyarikan, dan Bhatara Sri, untuk jineng dan Bhatara Brahma untuk depan dengan upacara lengkap, serta dituntun dengan tulupan.
  2. Jika memindahkan ke tempat yang baru, maka wajib memprelinadapur/jineng itu dengan jalan ngelebar Ida Bhatara Brahma/Bhatara Sri dengan upacara sepatutnya. Atau nyejerang Ida Betara Brahma sampai dapur yang baru selesai atau Bhatara Sri sampai jineng selesai diplaspas.
Membeli Rumah yang Sudah Jadi
  1. Melakukan upacara pecaruan yakni Caru Eka Sata menggunakan ayam brumbun dengan prayascita biakaon.
  2. Jika terdapat palinggih Dewa Hyang, maka wajib dilebar dan jika masih satu keturunan, maka pelinggih tersebut tetap disungsung namun dengan diupacarai hatur piuning terlbih dahulu.
  3. Jika terda papat pelinggih Indra Balaka, Sedahan Karang atau pelinggih Taksu, maka wajib untuk tetap dipelihara sewajarnya. Jangan dilebar begitu saja.
Durmangala (Kekotoran Pekarangan)

Cemer karena Bencana Alam

  1. Angin yang kencang dan merobohkan bangunan
  2. Banjir bandang hingga menghanyutkan rumah
  3. Terbakar api yang hebat
  4. Disambar petir
  5. Diguncang gempa
  6. Ditimbun longsoran
  7. Diliputi asap tanpa sebab
  8. Diterpa asap tanpa sebab
  9. Diterpa meteor dan batu, atau gunung api.

Untuk meruwatnya adalah :

  1. Jika yang terkena bahaya tadi adalah tempat suci atau mrajan/sanggah, harus melakukan upacara mamungkah.
  2. Jika bangunan hanya roboh, bisa dibangun kembali dan diupaccarai dengan sewajarnya.
  3. Jika terjadi di pekarangan rumah, maka harus membangun pelinggih padmasari stana Ida Bhatara Indra Balaka.

Kotor karena Binatang

  1. Binatang peliaraan yang berkaki empat masuk pekarangan sanggah atau mrajan, maka wajib mengupacarai dengan caru Panca Sata. (kecuali anjing dan kucing, serta yang dipakai upacara)
  2. Jika ada binatang yang lahir tidak normal di pekarangan rumah, maka harus mecaru Resigana, dan binatang tersebut bawa ke segara untuk dilarung
  3. Jika ada anjing yang beranak satu ekor, itu ciri karang panes, wajib untuk Caru Panca Sanak.
  4. Ayam atau anjing bersenggama di bale, maka wajib dibersihkan dengan caru sorohan ayam hitam, segehan manca warna.
  5. Ada lulutdipekarangan, maka harus diupacarai prayascita durmanggala. Jika lewat dari tiga hari, maka harus mecaru ayam brumbun
  6. Ular masuk kamar, maka harus diberikan labaan daksina dengan sari 500. Nasi pelupuh dengan bentuk ular, dagingnya katak, dan jajan emping. Dengan mantra kepada Bhuta Sah Mika.
  7. Goak bertengger di rumah pekarangan, maka harus diperikan labaan nasi dengan tempat tamas, dengan mantra kehadapan Bhuta Gagak.
  8. Jika Mrajan atau sanggah disarangi lebah atau tawon/tabwan, maka labaan adalah pras ajuman, nasi kepelan, dagingnya bawang jahe, gula bali, kelapa dibakar, waot bekatul, belulang kulit kebo, santun 1 dengan 2 rupiah, segehan manca warna 4/5 tanding, dihaturkan di bawah tawon tersebut, untuk sang bhuta mingmang.
  9. Pekarangan ditempati kela-kela, maka acep Ida Sang Bhuta Mingmang.
  10. Rumah didatangi, rayap, sepuh, maka rumah tersebut juga leteh, namun secara niskala itu dapat dipersihkan dengan caru : gabur agung, nasi pelupuh, pakonan nasi panca warna, dengan tempat tamas, cawu 5 buah tulung 5 buah, kwangen 5 buah, peras ajuman dan juga sesantunan, sorohan atempeh, sanggah cucuk, sang kala Mampuh adalah yang di ayat.
  11. Jika terdapat darah kental di pekarangan, maka dapat dinetralisir dengan caru alit sebelum 40 hari. Dengan caru Panca Sata, jika lebih dari 40 hari, maka wajib dengan caru Panca Sanak.
  12. Jika terdapat jamur baya dipekarangan, maka wajib dengan Caru Eka Sata dan Prayascitta.
  13. Bila di rumah di huni oleh sesapi/burung laying-layang dibuat banten segehan nasi wong-wongan berupa sesapi, ikan, belalang dan daksina, berasnya kuning, sari 500, nyayat Sang Paksi Raja, ciri rumah dapat “laba” (rejeki).
  14. Bila rumah/merajan di huni Nyawan, ciri rejeki di upacarai prasista durmanggala dan nyayah gringsing gula kelapa. Dapat Sang Bhuta mingpunang dan di atas Bhatara Sri Sedana
  15. Rumah di huni tabuan sirah, ciri menjadi guru masyarakat harus diupacarai dengan prasista durmanggala dan nasi pelupahan astet Sang Bhuta Sehmika.

Kotor/Cemer Karena Salah Ukur

  1. Jika terdapat bangunan tanpa urip
  2. Salah ukuran halaman dan letak bangunan, sebaiknya dibangun ulang berdasarkan tata letak bangunan
  3. Jika ada rumah yang sudah diplaspas, maka tidak boleh diserut kembali.
  4. Mengganti saka atau tiang satu buah saja, itu juga buruk. Disebut membuang guna
  5. Jika memotong saka atau tiang, maka wajib mengupacarainya seperti semula
  6. Jika terdapat bale dongkang mekehem, itu adalah buruk
  7. Jika rumah baru, namun terasnya masih bataran kuno itu juga buruk
  8. Pintu dapt derhadapan langsung dengan bale daja, itu juga buruk
  9. Bale yang pintunya berjejer tiga buah, itu buruk menyamai rong tiga namanya
  10. Bale dangin menghabisi pekarangan, itu buruk. Disebut ngempel
  11. Bale yang roboh secara sendirinya, itu juga harus dipralina
  12. Saka kayunya terbalik, itu juga buruk
  13. Saka tiangnya masuk hingga ke lambing rumah, itu juga buruk
  14. Soca kayunya tertumpuk tiga, itu juga buruk.
  15. Lubang jineng atau klumpu menghadap timur, utara, timur laut, barat laut, itu juga buruk
  16. Adegan atau saka bertampak timpas. Buruk
  17. Cemer karena pepasangan desti atau leak
  18. Saka atau tiang bale dipotong, itu juga buruk
  19. Jika memindahkan dapur tidak dituntun dengan dadap, maka itu juga buruk

Hal Penting

  1. Jika keletehan maka harus dicaru seperti semula
  2. Jika tidak boleh diganti, maka harus dibangun ulang dan diupacarai
  3. Jika sudah diplaspas, maka tidak baik untuk diperbaiki lagi
  4. Jika tidak diplaspas maka tidak baik untuk diempati
  5. Jika membeli rumah yang sudah diplaspas, maka tinggal memeliharanya saja.
  6. Jika pekarangan itu adalah carik atau uma, maka wajib menghaturkan piuning kehadapan Bhatara Ulun Carik. Dan ngantukang (mengembalikan) Dewi Sri.
  7. Jika halaman disambar petir seperti tadi, maka caru yang paling sedikit adalah Eka Sata ayam brumbun. Yang madia adalah caru Panca Sata, dan yang utama adalah Caru Panca Kelud.
  8. Jika membeli rumah baru, maka harus didahului matur piuning dan nyakap karang.
  9. Jika selesai membuat tembok pembatas, maka harus diupacari lagi.
  10. Jika ingin menambahkan tanah urug, maka harus diupacarai prayascitta durmanggala.
  11. Sesuai dengan kesatuan tafsir Agama Hindu maka bangunan Bali itu :
  12. Berdasarkan tattwa agama
  13. Berhubungan dengan bhuana alit bhuana agung
  14. Bangunan suci dan bangunan adat
  15. Dasarnya adalah : lontar Asta Bhumi, Asta Dewa dan Asta Kosala Kosali, dan lontar Taru Janantaka
  16. Ciri-cirinya: Tri mandala, tri loka, dengan upacara penyucian, da nada symbol agama
  17. Namun bangunan harus sesuai dengan asta kosala kosalo.
  18. Tata caranya : ngeruak karang, nyukat karang, nasarin, mamakuh, mlaspas.
  19. Bila memperlebar pekarangan atau membagi pekarangan yang sudah ada, harus diupacarai “pengiak nyepih” dan “penyakap karang
  20. Bila rumah bersebelahan dengan pura, pasar, setra perempatan harus membuang gang ± 3 ½ sampab/1 depan agung dan membuat lubang pengayatan Sang Amengkurat.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga