- 1Keterkaitan dengan Upacara Bhūta Yadnya
- 2Dalam Seni dan Mitologi
- 3Pura Dalem sebagai Stana Bhatari Durgā
- 4Tata Ruang Pura Dalem
- 5Pura Dalem - Konsep Keseimbangan (Tri Hita Karana)
- 6Simbolisme Arsitektur Pura Dalem
- 7Pañca Durgā dan Penyucian Bhuwana Alit
- 8Pañca Durgā dalam Konteks Pañca Dewata
- 9Dua Pilar Keseimbangan Kosmik Hindu Bali
- 10Kesatuan dan Keseimbangan
- 11Hubungan Kosmologis Pañca Durgā dan Pañca Korsika
- 12Pañca Korsika : Lima Putra Betara Śiwa
- 13Lima Śakti Betari Uma
- 14Penerapan Ritual dan Proses Pemurnian (Penyomya)
- 15Konsep Penyomya dalam Ritual Pañca Durgā
- 16Implementasi Ritual dalam Kehidupan Sehari-hari
- 17Simbolisme Pañca Durgā dalam Kesenian Bali
- 18Implikasi Etika dan Moral
- 19Pañca Korsika - Agen Spiritual Ciptaan
- 20Pañca Maha Bhuta - Unsur Fisik Ciptaan
- 21Hubungan dan Perbedaan Utama
- 22Ritual Kesatuan Pañca Korsika dan Pañca Maha Bhuta
- 23Penggabungan Konsep dalam Upacara Mecaru
- 24Kesatuan dalam Prinsip Tri Hita Karana
- 25Pemujaan pada Hari Raya
- 25.1Hari Raya Nyepi (Tawur Kesanga)
- 25.2Hari Raya Galungan dan Kuningan
- 25.3Hari Raya Saraswati dan Pagerwesi
- 26Upakara banten Pañca Durgā
- 26.1Caru Pañca Sata MaDurgā
- 26.1.1Elemen Utama
- 26.1.2Tujuan Ritual
- 26.2Banten Segehan
- 26.3Upakara di Pura Dalem
- 26.4Widak Tebel dan Perlengkapan Pañca Durgā
- 26.4.1Fungsi Widak Tebel
- 26.4.2Elemen Utama Widak Tebel
- 26.5Peran Pemangku dan Mantra
- 27Mantra khusus untuk pemujaan Panca Durgā
- 28Mantra Peleburan / Panca Maha Bhaya (Lima Bahaya Besar)
- 29Durgā Stuti (Sarva Mangala Mangalye)
- 30Durgā Beeja Mantra (Mantra Benih)
- 31Durgā Gayatri Mantra
- 32Praktik Meditasi Pada Panca Durgā
- 33I. Persiapan Fisik dan Tempat
- 34II. Persembahan Simbolis (Upakara Ringkas)
- 35III. Pelaksanaan Meditasi (Sadhana)
- 36Memahami Dua Aspek Durgā (Transformasi Energi)
- 37Pengendalian melalui Tri Kaya Parisudha
- 38Sadhana (Latihan Spiritual) Khusus
- 38.1A. Meditasi (Dhyana)
- 38.2B. Japa Mantra
- 38.3C. Penerapan Ajaran Dharma
Memahami Dua Aspek Durgā (Transformasi Energi)
Dalam tradisi Hindu, Dewi Durgā adalah Shakti (energi) dari Dewa Siwa, yang mewakili aspek kekuatan transformatif, perlindungan, dan peleburan keburukan. Mengendalikan “sifat Durgā” pada diri individu tidak berarti menekan kekuatan, melainkan mentransformasikan energi agresif (seperti amarah atau Krodha) menjadi kekuatan yang terarah dan berlandaskan Dharma (kebenaran).
Energi Durgā yang tidak terkendali dalam diri kita bermanifestasi sebagai Sad Ripu (enam musuh dalam diri), khususnya Krodha (kemarahan) dan Mada (kemabukan/keangkuhan).
Berikut adalah tata cara dan konsep pengendalian sifat Durgā pada diri individu:
Sifat Durgā dapat dikendalikan dengan mempraktikkan dua aspek esensial beliau :
| Aspek | Manifestasi dalam Diri | Cara Pengendalian/Transformasi |
| Bhairavi/Candika (Fierce) | Krodha (Amarah) & Tamas (Sifat Kegelapan) | Transformasi kemarahan menjadi keberanian moral untuk menentang ketidakbenaran (Adharma), bukan menyerang orang lain. |
| Gauri/Parwati (Tenang) | Shanti (Kedamaian) & Sattwam (Sifat Kebajikan) | Memanfaatkan kekuatan Durgā untuk membersihkan diri (melawan Sad Ripu) sehingga batin mencapai ketenangan. |
Pengendalian melalui Tri Kaya Parisudha
Cara paling fundamental untuk mengendalikan energi batin (yang meliputi potensi kemarahan Durgā) adalah melalui latihan disiplin moral, yaitu Tri Kaya Parisudha (Tiga Perbuatan yang Disucikan):
| Parisudha | Fokus Pengendalian Sifat Durgā | Implementasi Nyata |
| Manacika (Pikiran) | Mengendalikan Moha (Kebingungan) dan Matsarya (Iri Hati). | Menerapkan Witarka (berpikir positif), fokus pada kebijaksanaan, dan selalu bersyukur (Santana). |
| Wacika (Perkataan) | Mengendalikan Krodha (Amarah) yang keluar melalui ucapan. | Berbicara benar (Satya), sopan, dan menghindari fitnah/gosip yang didorong rasa marah atau iri. |
| Kayika (Perbuatan) | Mengendalikan Kama (Nafsu) dan Lobha (Keserakahan). | Berbuat yang tidak merugikan orang lain (Ahimsa), bekerja dengan tulus (Karma Yoga), dan tidak mencuri. |
Sadhana (Latihan Spiritual) Khusus
Untuk memanggil dan mengarahkan energi Durgā secara positif, dapat dilakukan beberapa sadhana:
A. Meditasi (Dhyana)
-
Fokus Visualisasi: Alih-alih membayangkan kemarahan, visualisasikan Dewi Durgā sebagai Mahishasura Mardini (Penakluk Asura). Dalam diri, Mahishasura adalah ego/keakuan yang jahat. Visualisasi ini membantu mengarahkan kekuatan Durgā untuk membunuh sifat-sifat buruk dalam diri sendiri.
-
Meditasi Cahaya: Bayangkan energi Panca Durgā dalam lima warna (Putih, Merah, Kuning, Hitam, Panca Warna) memasuki tubuh dari lima arah, membersihkan mala (kekotoran) dan klesha (penderitaan batin).
B. Japa Mantra
Pengulangan mantra membantu menyerap energi positif Dewi dan menenangkan pikiran saat amarah muncul.
-
Mantra Perlindungan dan Transformasi :
Sarva Maṅgala Maṅgalye Śive Sarvārtha Sādhike,
Śaraṇye Tryambake Gaurī Nārāyaṇi Namo’stute.
(Mantra ini memohon Dewi Narayani (Durgā) untuk memberikan segala keberuntungan dan pemenuhan tujuan baik.)
-
Mantra Penenang dan Kekuatan :
Om Dum Durgāyai Namaḥ.
(Digunakan untuk memanggil energi pelindung saat merasa lemah atau terancam oleh emosi negatif.)
C. Penerapan Ajaran Dharma
Prinsip spiritual adalah kendali tertinggi:
-
Akrodha : Praktik utama untuk mengendalikan Krodha adalah Akrodha (tidak marah/kesabaran). Ketika amarah datang, tarik napas dalam-dalam (Pranayama), menjauh dari sumber pemicu, dan secara sadar menolak untuk bereaksi.
-
Tat Twam Asi: Mengingat bahwa semua makhluk adalah kesatuan. Jika kita tidak senang disakiti, kita tidak boleh menyakiti orang lain, yang secara otomatis meredam sifat amarah/agresif.
-
Bhakti: Menyalurkan seluruh emosi dan energi, termasuk amarah yang kuat, ke dalam bhakti dan pelayanan yang tulus kepada Tuhan dan sesama (Seva).
Mengendalikan sifat Durgā adalah proses penyucian batin (internal yajna). Energi yang disalurkan ke luar akan menjadi kehancuran (Krodha), tetapi energi yang diarahkan ke dalam akan menjadi transformasi, kebijaksanaan, dan kekuatan untuk hidup dalam Dharma.





















