Pelaksanaan (Dudonan) Upacara Ngenteg Linggih


URAIAN PROSESI KARYA MEMUNGKAH & NGENTEG LINGGIH

Untuk lebih menghayati jalannya upacara perlu kiranya diketahui sekilas tentang makna atau arti rangkaian upacara sebagai berikut :

1. Upacara Matur Piuning

Upacara ini dilaksanakan di seluruh pamerajan di masing-masing Grhya Keluarga Besar Grhya Jero Gede Sanur dan pura-pura lainnya. Upacara matur piuning ini dalam ungkapan bahasa domistik (ketah bawos), merupakan permakluman kehadapan Ida Sanghyang Widhi dan Bhatara-Bhatari Samodaya, untuk melaksanakan Karya Agung Memungkah dan Ngenteg Linggih agar diberikan wara nugeraha oleh Ida Bhatara-Bhatari Samodaya tuntunan, dan jalan yang rahayu, sehingga Karya Agung Memungkah dan Ngenteg Linggih dapat terlaksana dengan baik, sekala maupun niskala.

Sebuah uraian dalam Siwatattwa yaitu dalam Lontar Jnanasiddhanta, mengatakan Ida Sanghyang Widhi dengan seluruh prabhawanya sebagai berikut :

‘Ekatwanekatwa swalaksana Bhattara. Ekatwa ngaranya kahidep makalaksana ng Siwatattwa. Ndan tunggal, tan rwatiga kahidepanira. Mangekalaksana Siwa karana juga, tan paprabheda. Aneka ngaranya kahidepan Bhattara makalaksana caturdha. Caturdda ngaranya laksananira sthula suksma parasunya’

– sifat bhattara adalah eka dan aneka. Eka (esa) artinya IA dibayangkan bersifat Siwatattwa, IA hanya Esa, tidak dibayangkan dua atau tiga. IA bersifat Esa saja sebagai Siwakarana (Siwa sebagai mahapencipta), tiada perbedaan. Aneka artinya bhattara dibayangkan bersifat caturdha artinya adalah sthula suksma para sunya.

Di samping itu, upacara ini juga ditujukan kepada setiap insan yang akan menyelenggrakan yadnya agar perjalanan yadnyanya baik, lancar, rahayu sesuai dengan bunyi Lontar Dewa Tattwa yaitu : ‘…. Anakku sang para Mpu Danghyang, sang mahyun twa janma, luputing sangsara papa kramanya sang kumingkin akarya sanista, madhya, uttama : manah lega dadi ayu, aywa ngalem drawya mwang kumutug kaliliraning wwang uttama, aywa mangambekang krodha mwang ujar gangsul, ujar menak juga kawedar denira. Mangkana kramaning sang ngarepang karya, aywa simpanging budhi mwang krodha, yan kadya mangkana patut pagawenya, sawiddhi widananya, tekeng ataledannya mwang ring sasayutnya, maraga dewa sami tekeng wawangunan sami …’ … kayatakna, aywa saulah-ulah lumaku, ngulah subal, yan tan hana bener anut linging aji, nirgawe pwaranya, kawalik purihnya ika, amerih ayu byakta matemahan ala. Mangkana wenang ika kapratyaksa de Sang Anukangi, Sang Andisakni, ika katiga wenang atunggalan pangelaksana nira among saraya karya. Aywa kasingsal, apan ring yajna tan wenang kecacaban, kecampuhan manah weci, ambek branta, sabda parusya. Ikang manah sthiti nirmala juga maka siddhaning karya, marganing amanggih sadya rahayu, kasidaning panuju mangkana kengetakna, estu phalanya …

2. Ngawit Karya

Mulai membuat jajan (mekarya sanganan), Nanceb sesalon dan mepasang Sunari serta membuat seluruh bangunan upacara seperti : sanggar tawang, surya, panggungan dan membangun tetaringMepasang Sunari untuk mengundang Sang Rare Angon dan para Bidadari (Widiadara-Widiadari) merupakan Dasa Nama Dewa SiwaMapasang Sunari erat kaitannya dengan upacara Negtegang Pedagingan, Ngingsah dan Mekarya Sanganan Suci.

Sunari, yang juga disebut Buluh Perindu, memiliki suara yang amat menarik karena enak didengar. Sunari ini juga merupakan Nyasa Wina, untuk mengundang para Widiadara-Widiadari,  atau mengundang ilmu pengetahuan baik Pengayah Lanang maupun Istri dalam kegiatan mengerjakan perlengkapan upakara agar selalu berdasarkan ilmu pengetahuan (Kepradnyanan) yang dianugerahkan para Widiadari-Widiadari. Widiadara-Widiadari ini adalah iringan Dewa Rare Angon Abhiseka salah satu Dasa Nama Dewa Siwa yang dalam hal ini abhiseka Dewa Siwa Guru yang mengajarkan semua ilmu pengetahuan kepada semua para Dewa termasuk kepada umat manusia sendiri. Rare Angon sering diterjemahkan sebagai anak penggembala yang dimaksud dalam hal ini adalah Dewa Siwa yang berwahana lembu.

Dewa Siwa mengarahkan manusia agar berjalan ke arah Dharma yang Lempeng. Dewa Siwa disebut juga Siwa Guru. Kata “Guru” (dalam Sansekerta Jawa Kuno) yang terdiri dari suku kata “GU” dan “RU”. GU artinya melenyapkan. RU artinya kegelapan. Sehingga kata “GURU” berarti melenyapkan kegelapan pikiran para pengayah dalam kegiatan ngayah Yadnya diganti dengan pikiran yang terang dan suci selaras dengan tuntunan Sang Anangun Karya Yadnya dan Sang Adruwe Karya.

6. Nuwasen

Pada hari ini Tukang Banten atau Ida Pedanda Istri, Wiku Tapini mulai membuat Jajan Catur yang akan dipersembahkan kehadapan Sang Hyang Widhi, dalam prabawa-Nya Dewata Dewa Catur Loka Pala, yakni : Brahma, Wisnu, Mahadewa dan Iswara. Pada hari ini pengayah istri membantu (ngerombo) sesuai dengan petunjuk Ratu Pedanda Istri Tukang atau Wiku Tapini.

7. Ngentegang (Negtegang Pedagingan)

Negtegang Pedagingan adalah upacara untuk memohon keberhasilan dan kesuksesan, seluruh bahan atau material yang akan digunakan untuk upakara karya piodalan. Pada hari ini diselenggarakan pelaksanaan Mecaru Ayam Amanca, yang merupakan pemarisudha, agar areal upacara bebas dari gangguan kelabilan kekuatan alam yang diwujudkan sebagai pemurtian sang Panca Kala yakni : Bhuta Petak ring Purwa, Bhuta Abang ring Daksina, Bhuta Jenar ring Pascima, Bhuta Ireng ring Utara, dan Bhuta Brumbun ring Madyama.

8. Upacara Memungkah

Upacara Memungkah ini berkaitan dengan adanya Pemugaran Pamerajan (perbaikan secara menyeluruh) sehingga nampaknya seperti membangun peleban pamerajan baru.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga