Runtutan Upakara dan Pelaksanaan Ngaben


PEDEWASAN PENGABENAN

Ada hari (dina) yang biasanya dihindari dalam pengambilan dewasa atiwa-tiwa atau pengabenan. Pelanggaran terhadap pengambilan dewasa dipercaya akan menimbulkan hal-hal yang fatal dalam kehidupan sosial. Beberapa hari yang dihindari adalah Was Penganten. Tidak boleh dipakai hari penguburan dan ngaben. Pahalanya dapat mengakibatkan kematian berturut-turut dalam satu banjar dan keluarga yang ditinggalkan tidak putus-putusnya kegeringan.

Semut Sedulur. Juga tidak boleh. Pahalanya tidak putus-putusnya ada penguburandalam satu desa dan keluarga yang ditinggalkan tidak putus-putusnya
menemukan kesusahan.

Catus Pemanggawan. Pada perhitungan hari ini tidak diperkenankan penguburan atau ngaben. Kasureksa De Betara Yamadipati tan sida sang Pitra ngemangguhin
swargania.

Kala Gotongan. Tidak diperkenankan karena sang Pitra tidak habis-habisnya menemui sengsara di alam bakha.

Hari Purnama, Tilem, Piodalan Kahyangan Jagat. Tidak diperkenankan karena hal ini disebut Amundung Kesucian Sang Hyang Siwa Butha, Sang Pitra tan urungan kesinamberaning gelap sengsara kang pitra (lontar Yama Tatwa Wariga).

Pedewasan Sejeroning Pitung Rahina. Kurun waktu 7 hari dari meninggalnya, dapat dipakai salah satu harinya namun tetap melihat larangan-larangan hari seperti diatas, ternyata dalam kurun waktu 7 hari tersebut ada hari yang dilarang asal tidak Was Penganten, masih bias memakai hari yang lain berkisar dalam tujuh hari tersebut. Tapi kalau larangan harinya lebih dari satu dan kepepet, carikan pedewasan diluar perhitungan tujuh hari tersebut, (Lontar Aji Janantaka).

Jika melkasanakan penguburan atau ngaben dalam kurun waktu tersbut dari tidak ada larangan hari maka dewasa tersebut dikatakan jalan Sang maninggal sangat utama sekali.

UPACARA NGAJUM KAJANG

Ngajum = memuji. Ngajum dalam kaitan ngaben adalah menghias atman orang yang akan diaben. Panjang kajang 1,5 – 2 meter (sedepa astamusti), ditulis dengan aksara suci (Modre). Aksara kajang terdiri dari Sodasaksara yaitu gabungan Ongkara, dwiaksara, triaksara serta dasaksara. Kajang adalah selimut orang yang meninggal yang dibawa menuju ke alam sorga. Oleh sebab itu aksara-aksara modre dalam kajang memiliki kaitan erat dengan tattwa-tattwa agama, khususnya ajaran kedyatmikan seperti tutur Kelepasan dan ajaran Kemoksan yaitu ajaran untuk mencapai tujuan akhir menuju Sang Pencipta. Ngajum kajang dilakukan sehari sebelum pembakaran.

Sarana yang digunakan untuk ngajum kajang adalah sebagai berikut:

Untuk menampilkan bagian ini, diperlukan
Login Membership

BEBERAPA JENIS KAJANG

  1. Kajang Klasa: kajang dari sulinggih untuk alas kajang utama atau kajang pemijilan.
  2. Kajang Pemijilan atau Kajang Utama: kajang yang dibuat sulinggih, ditaruh paling atas. Kajang ini yang akan diajum bersama ukur.
  3. Kajang Sari: kajang dari dadia atau keluarga terdekat. Ditaruh dibawah kajang utama.

Kajang menurut pemakainya (soroh).

  1. Kajang Brahmana : untuk sulinggih
  2. Kajang Kesatria: untuk raja-raja
  3. Kajang Jaba: untuk walaka (diluar untuk pandita dan raja)
  4. Kajang soroh: atau kajang sesuai kawitan masing-masing. Kajang ini selanjutnya menjadi Kajang Utama.

Urutan penempatan ukur, kajang, cepuk dan kain putih

  1. Kasa putih (paling bawah)
  2. Kasa putih
  3. Kasa putih
  4. Kain cepuk
  5. Kajang Klasa
  6. Kajang pemijilan (paling atas)
  7. Ukur (diatas kajang pemijilan)

UPAKARA NGAJUM KAJANG

  1. Ayaban tumpeng lima
  2. Sesayut alit
  3. Suci
  4. Daksina gede (satu)
  5. Banten sorohan
  6. Banten pemelaspas
  7. Sesayut pasupati
  8. Pesucian




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga