Implemantasi Tri Hita Karana untuk Harmonisasi dan Kedamaian


Sradha sebagai wujud aspek Parhyangan

Mewujudkan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan dilandasi oleh sraddha (keyakinan atau kepercayaan) dan bhakti. Keyakinan atau kepercayaan dalam ajaran agama Hindu dikenal dengan istilah panca sraddha yaitu lima keyakinan atau kepercayaan terhadap: (1) adanya brahman (Ida Sang Hyang Widhi Wasa); (2) adanya Atman atau jiwa/roh; (3) adanya Hukum karma phala; (4) adanya punarbhawa atau reinkarnasi serta kelahiran kembali; (5) adanya kebahagiaan yang abadi (moksa).

Perwujudan lima keyakinan ajaran Hindu belum tercermin dalam perilaku religius grhastha asrhama di Desa Sukawati, karena sesuai perkembangan zaman para grhastha asrhama termasuk masyarakat modern, yang sedang mengalami transformasi agama. Agama tradisional mengalami penyusutan makna dan peran akan tetapi kesadaran keagamaan tetap kuat dan termanifetasikan dalam kepercayaan – kepercayaan dan ritual – ritual baru sesuai dengan bentuk organisasi modern yang unggul dan saling tukar – menukar.

Untuk menumbuhkan sradha bhakti dalam diri dapat melalui pemahaman akan ajaran agma Hindu yang tertuang dalam sloka-sloka yang kebenarannya sangat di percaya. Kebenaran harus dinyatakan dengan penuh kebajikan agar terbangun kedamaian dan keharmonisan. Berikut ini beberapa mantram-mantram Veda yang menguraikan ajaran kebenaran, kejujuran, akhlak mulia, kasih sayang dan keharmonisan.

Bhakti sebagai wujud aspek Pawongan

Bhakti adalah merupakan suatu bentuk pelayanan dan pengabdian yang dapat membahagiakan hidup baik melalui pikiran, perkataan, maupun perbuatan atau tindakan. Dalam Bhagawadgita dijelaskan bahwa ada empat cara atau jalan untuk mendekati Tuhan yang disebut dengan catur yoga yaitu: (1) Melalui jalan bhakti yoga, atau dengan jalan pelayanan kepada semua ciptaan tuhan; (2) melalui jalan karma yoga yaitu dengan jalan tindakan, perbuatan atau dengan kerja sesuai dengan kemampuan dengan ikhlas; (3) dengan jalan jnana yoga yaitu dengan belajar ilmu pengetahuan, dan (4) dengan jalan raja yoga yaitu dengan jalan meditasi maupun dengan tapa. Keempat jalan tersebut pada dasarnya dilandasi oleh rasa bhakti kepada Tuhan, yang diimplementasikan dalam bentuk pelayanan tulus dan ikhlas kepada sesama umat manusia.

Melayani sesama ciptaan Tuhan merupakan salah satu perwujudan perilaku religius grhastha ashrama dalam bentuk bhakti marga, atau disebut juga sedang melayani kedewataan dengan keilahian yang dalam wujud sesama umat ciptaan-Nya. Pada saat grhastha ashrama melaksanakan pelayanan, secara sadar merasakan kehadiran Tuhan dalam diri mereka yang sedang dilayani. Dapat dikatakan bahwa bhakti dalam kehidupan sehari-hari sebagai cerminan perilaku religius, atau perbuatan yang menyatakan setia (kasih, hormat dan tunduk), karena bhakti berarti tunduk, hormat dan setia, maka dalam berbagai aspek kehidupan dipakai sebagai pernyataan penyampaian rasa bhakti, seperti : bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dan para leluhur (tanda penyampaian rasa hormat dan tunduk), bhakti kepada nusa dan bangsa, bhakti kepada orang tua, bhakti pada guru, bhakti kepada raja atau pemimpin. Implementasi ajaran bhakti tampak mengalami pergeseran, dalam kehidupan bermasyarakat yang dikenal dengan menyamaberaya, segilik seguluk sebayantaka, yang menganjurkan untuk hidup rukun damai dengan selalu berusaha sedapat mungkin memelihara hubungan baik dan bekerjasama dalam suka dan duka menghadapi segala tantangan hidup.

Meningkatkan perilaku religius melalui bhakti atau pelayanan yang tulus dalam menyamaberaya sebagai wujud konsep tat wam asi yaitu kamu adalah aku, dan memberlakukan konsep vasudeva khutumbakam bahwa kita semua adalah bersaudara. Memahami konsep ini sangat membantu grhastha asrhama untuk lebih mudah terhubung dengan kedewataan dan dapat merasakan kehadiran Tuhan pada saat melaksanakan pekerjaan melayani.

Di samping sembahyang memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Maha Esa, Hindu mengajarkan juga patut sembahyang kepada leluhur, karena para leluhur tersebut sudah berjasa memberikan perlindungan kepada turunannya sepanjang hidupnya, bahkan setelah di alam niskala. Mereka yang meninggalkan leluhurnya akan terkutuk, tidak merasa bahagia dalam hidupnya, walaupun tampaknya kaya (paling tidak hatinya selalu terganggu dan ragu-ragu). Salah satu petunjuk tentang bhakti ini dapat dipahami dalam kekawin Ramayana sargah II sloka 2 yang menyatakan : 

Gunamanta Sang Dasarata, Weruh sira ring Weda,
bhakti ring Dewa, Tarmalupeng pitra puja,
masih te sireng sawagotra kabeh

Artinya : Sang Dasarata adalah seorang Raja yang terkenal dan bijaksana, beliau paham tentang isi Veda (agama), beliau selalu bhakti kepada Dewa yaitu prabawa Ida sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, tidak melupakan pemujaan kepada leluhur, dan cinta kasih pada keluarga juga selalu ditunjukkan.

Berdasarkan pengertian yang terkandung dalam sloka di atas maka para grhastha asrhama dalam menjalankan bhakti atau pelayanan terhadap sesama maka bhakti/ sembahyang dalam agama Hindu merupakan kewajiban (swadarma) umat. Objek utamanya adalah Ida sanghyang Widhi Wasa dengan segala kemahakuasaan-Nya (Dewa) dan Sakti-Nya (Dewi), sejumlah manifestasi-Nya, dan para leluhur, serta mejaga solidaritas dengan sesama umat manusia (manusa yadnya).

Sebagaimana sesuai dengan konsep ajaran bhakti, merupakan perwujudan rasa bersyukur atas segala anugrah kehidupan dari Ida Shang Hyang Widhi Wasa, sehingga para grhastha asrhama di desa Sukawati terutama kaum ibu tampak sangat antusias dalam mempersiapkan sarana bhakti sebagai persembaahan ritual agama. Ajaran bhakti ini menjadi spirit umat Hindu untuk menghaturkan persembahan terbaik, sebagai wujud rasa syukur mempersembahkan dengan tulus ikhlas. Mengamati fenomena ini, jika masih berkutat pada tatanan ritual, semakin bertambah volume baik bentuk dan jenis material upacara (banten), lama kelamaan bahkan saat ini sudah tampak ada indikasi para grhastha asrhama menganggap ritual atau yadnya menjadi beban.  

Cinta Kasih sebagai wujud aspek Palemahan

Membangun keharmonisan dan kedamaian tidak hanya antar sesama manusia, Agama Hindu mengajarkan agar umatnya selalu ingat untuk menjaga, merawat, melindungi, dan memelihara ciptaan Tuhan yang lain, termasuk flora dan fauna yang merupakan unsur Palemahan.

Kegiatan ritual dalam konteks menjaga keharmonisan dengan alam dilakukan secara rutin dan terkait dengan rangkaian upacara keagamaan. Namun menjaga keharmonisan dengan alam tidak hanya sebatas dalam bentuk – bentuk persembahan sesaji / banten.
Pada intinya mengajak atau menghimbau segenap masyarakat di Desa Sukawati agar terus membangun kesadaran untuk tetap asih terhadap lingkungan alam (bhuana agung) sebagai aksi berbasis sosial yang berorientasi pada keharmonisan dan kelestarian alam lingkungan. Sangatlah penting umat Hindu menjaga alamnya. Tidak boleh merusak alamnya dengan dalih atau kepentingan apapun. Terutama dalam kontek pariwisata, setiap daya tarik pariwisata baru yang ingin diciptakan dan dikembangankan agar beradaptasi dengan budaya dan alam Bali yang berlandaskan ajaran Tri Hita Karana.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga