Upakara Untuk Karang Panes ( Pekarangan Tidak Baik)


Pekarangan atau Karang angker diyakini akan berdampak negatif bagi penghuninya seperti penghuninya tertimpa sakit yang tanpa sebab, binatang piaraan yang mati secara tiba-tiba, dan sering terjadi pertengkaran di antara penghuni. Untuk menetralisir atau menggulangi Karang panes diharapkan membangun palinggih yang disebut dengan palinggih Indra Blaka atau Padma Andap sebagai sthana Sang Hyang Indra Blaka. Selain berbentuk palinggih juga dalam bentuk ritual seperti Caru seperti caru Karang Panes, caru penganggihan, panca tawur, caru Rsi Ghana

Dalam kontek pemahaman teologi, Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Durgha Manik kalau dilihat dalam fungsi teologi mempunyai suatu peranan yang sangat penting, karena Sang Hyang Durgha Manik merupakan perwujudan manifestasi Tuhan untuk melindungi manusia dari unsure-unsur negative.

Berkaitan dengan kebahagiaan menurut tradisi Hindu di Bali dapat terwujud melalui alam sekitar. Ajaran agama Hindu dengan konsep kesemestaan alamnya senantiasa menekankan betapa perlu dan pentingnya diciptakan suatu kondisi harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan. Kondisi yang harmonis itulah yang mengantarkan umat Hindu pada tujuan hidupnya, yaitu: jagadhita dan tujuan akhirnya adalah moksa

Pembuatan rumah dalam konsep rumah tradisional Bali sangat berbeda, baik tata cara, bentuk, posisi, maupun jenis bangunannya. Keyakinan umat Hindu yang ada di Bali mengenai posisi rumah tidak boleh sembarangan. Pemilihan tempat sebagai areal pekarangan sangatlah penting guna keharmonisan anggota keluarga.

Karena itu lontar Ling Ira Bhagawan Wiswakarma telah menyuratkan perihal pekarangan atau tanah yang baik dan yang tidak baik dipergunakan untuk mendirikan suatu bangunan, baik perumahan, gedung, kantor, sekolah, tempat suci dan lain-lain.

Jenis Pekarangan yang Baik dan Tidak Baik

A. Pekarangan yang baik

Salah satu sumber yang mengatur tentang fenomenanya termuat dalam lontar Bhama Kretih, tentang bagaimana cara untuk menetralisir areal pekarangan agar kehidupan manusia dapat harmonis, termasuk tata letak serta pengaruh dari areal pekarangan. Didalam lontar Bhama Kretih disebutkan berbagai pengaruh negative seperti : aura panas dalam pekarangan, para penghuni selalu ditimpa penyakit, rejeki yang tersendat-sendat, serta kehidupan para penghuninya tidak harmonis yang ditandai dengan adanya pertengkaran diatara penghuni. 

Dalam lontar Bhama Kretih disebutkan sabda dari Bhagawan Wiswakarma bahwa pekarangan atau tanah yang baik antara lain:

  1. Manemu Labha yaitu areal Lebih tinggi di Barat/ miring ke timur (dari arah pusat kota atau dari arah jalan raya). Disebut manemu labha di mana sinar matahari tidak terhalang sejak pagi sampai sore, membawa keberuntungan dan umur panjang.
  2. Paribhoga Wredhi yaitu tanah yang miring ke Utara, membawa kemakmuran yang melimpah bagi penghuninya.
  3. Palemahan Asah yaitu tidak ada keistimewaan artinya biasa-biasa saja, namun dengan syarat: sinar matahari, udara dan air tersedia cukup tidak terhalang apapun.
  4. Palemahan Inang yaitu ketika berada di atas tanah itu perasaan damai, tentram dan hening, walaupun lokasi itu tidak memenuhi persyaratan seperti nomor 1,2,3 di atas, disebut “dewa ngukuhi”, membawa ketentraman bathin dan kedamaian.
  5. Palemahan Mambu yaitu Tanah berbau cabe/bumbu dapur ketika dicongkel sedalam 30 cm, disebut sihing kanti sangat baik karena akan mempunyai banyak sahabat.

Pekarangan yang tidak baik dipergunakan lazim disebut sebagai “Karang Panes” dengan ciri-ciri berupa risiko yang diterima oleh si penghuni tanah tersebut yaitu: sering jatuh sakit, marah-marah tidak karuan, mengalami kebingungan, mudah bertengkar, dan sejenisnya.

 

B. Pekarangan Tidak Baik (Karang panes)
  1. yan hana karang tunggal pemesuan mangaleking, ala nyakitin karubuhan jalan ngaran.
    Artinya : Jika ada beberapa pekarangan namun memiliki satu pintu keluar itu sangatlah tidak baik yang disebut mangaleking ini berbahaya bagi yang menhuni pakarangan tersebut.
  2. Yan hana karang tumbak rurung sandang lawe ngaran, gering maderes, yan karang kalingkuhan rurung sula nyupi ngaran ala, yan karang apit rurung muah apit jalan kuta kubanda ngaran.
    Artinya : Jika ada pekarang seperti pekarangan tusuk sate itu disebut dengan sandang lawe yang menyebabkan sakit tiada hentinya bagi penghuni rumah tersebut, lalu jika ada rumah yang diitari oleh jalan maka itu disebut dengan kuta kubanda sangat berbahaya bagi penghuninya.
  3. Muah yan hana umah naggu nora metabeng umah ring arepniya ngaran ala.
    Artinya : Jika ada rumah di batas desa namun didak ada rumah didepannya sebagai pendamping maka itu disebut dengan Karang panes yang berbahaya bagi penghuninya.
  4. Yan hana wang metunggalan sanak mengapit jalan umahniya, sang tunggal naga purus sandang lawe ngaran ala dahat sang maumah, iriya amadha-madha bhatara ngaran.
    Artinya: jika ada seseorang yang masih bersaudara kandung yang tinggalnya berseberangan jalan yang masih satu garis keturunan itu yang disebut dengan sandang lawe berbahaya bagi yang menempati rumah tersebut dan itu disebut juga melawan dewa.
  5. Muah yan umah mepemesuan dadua ala dahat boros wong ngaran.
    Artinya jika ada satu pekarangan yang memiliki dua pintu keluar yang sama itu disebut dengan boros wong atau orangnya selalu akan boros.
  6. Muah ne tan wenang genahin umah lwirnya: karang wit pura, wit ibu, sema pebajangan, wit penyadnyan sang brahmana, karang lebon amuk karang genah wong mati megantung, yang sampun ping tiga kalebon amuk tan wenang genahin umah ala dahat.
    Artinya lagi-lagi yang tidak patut dibuat bangunan rumah adalah tanah bekas Pura, tanah bekas pemujaan leluhur, tanah bekas kuburan, bekas pertapaan/pemujaan orang suci, tanah bekas orang saling bunuh, tempat orang yang mati gantung diri, bila sampai tiga kali tertimpa pembunuhan maka sama sekali tidak boleh dibangun perumahan, sangat berbahaya.
  7. Malih ingon-ingon patik wenang wenang, metu salah rupa ika cirin gumi rusak muah Karang Panes, asu bangkung manak tunggal, cirin panes karang ika, wenang hanyut buta salah wetu ngaran.
    Artinya : jika ada binatang lahir dengan wajah/rupa yang berbeda itu tanda kehancuran, dan Karang Panes, jika ada anjing dan babi betina yang beranak satu itu bertanda Karang Panes, mestinya harus dilarung kelaut dengan upacara untuk melarung keburukan karena disebut bhuta salah wetu.
  8. Muah bumi sayongan ketiban kuwug-kuwug, panes bhumi ika, ring pekarangannya metu kukus, panes karang ika, muah karang tumbak rurung,tumbak jalan, tumbak tukad, namping marga, pempatan, pura, namping bale banjar mekdinya ngulonin banjar panes karang ika.
    Artinya : jika ada asap keluar dari tanah pekarangan, ada sejenis pelangi pada malam terang bulan  itu pertanda kurang baik, jika ada pekarangan tusuk sate baik oleh gang atau jalan besar atau sungai berdampingan dengan perempatan, dengan pura, balai banjar atau berada di hulu maka itu disebut dengan Karang Panes.
  9. Malih bawi baberasan satha asaki ring salu muang tabuan sirah dipakubonannya, lelipi masuk ring pakubonannya panes karang ika,muah pakubwania mebaha…
    Artinya : jika pada saat menyembeleh babi dagingnya menyerupai butiran-butiran beras itu pertanda Karang Panes, begitu pula ada binatang bersenggama di dalam rumah, bila ada tawon bersarang di dalam rumah, ada ular masuk rumah itu pertana pekarangan panes.
  10. Yan hana umah puwun, lakare taler kari ingangge pada cacade lawan nagasesa tan pegat milara, muah yan ana bale pungkat malih jujukang sejabining gebug lindu mageng maka gumi pada cacde ring baleen puwun lakar …
    Artinya : jika ada rumah yang dari bekas kebakaran itu sama halnya seperti memelihara ular yang berbisa yang menyebabkan penghuninya tidak henti-hentinya mendapatkan penderitaan. Begitupula jika ada bangunan rumah ynag roboh kemBali didirikan kecuali dirubuhkan oleh gempa sama buruknya dengfan menggunakan kayu bekas kebakaran.
  11. Muah yan ana bale adegannya masuk ring legungane balu makabun ngaran ala, yan ana bale matrestes bunter adegannya sami cacad, dongkang makehem ngaran tan wenang ingangge ala dahat, muah yan ana bale terajagan magrantang maileh cacad, dongkang makehem ngaran ala …
    Artinya : jika ada tiang bale yang melewati lambing itu dinamakan balu  mekabun yaitu buruk sekali. Jika ada bale yang seluruh tiangnya bundar tanpa sudut itu disebut bangunan cacad yang bernama dongkang makehem tidak baik ditempati dan sangat berbahaya. Lagi jika ada bale tanpa berbentuk limas di diisi emper itu namanya bangunan cacad yang disebut dongkang mangerem dan sangat buruk dampaknya bagi penghuni rumah tersebut.
  12. Yan ana tayu rempak, pungkat muang punggel tan pakarana pada panese tan pegat amilara, muah nyuh macarang, buah macarang, jaka macarang, ental macarang, biyu mecarang, muwah wetunya kembar tunggal panese kadi kagni bhaya, kapanca bhaya …
    Artinya : jika ada pohon yang rempak, roboh, patah tanpa ada sebabnya itu disebut panas tidak henti-hentinya mendapatkan bahaya. Kalau ada pohon kelapa yang bercabang, pohon pinang bercabang, pohon enau yang bercabang, pohon rontal bercabang, pohon pisang bercabang dan tumbuhnya kembar sama bahayanya (panasnya) seperti kagni bhaya (kebakaran) dan kepanca bhaya (lima jenis pembunuhan).
  13. Muah yan ana pakubuwan keni ketampig taru rebah karipu bhaya ngaran panes, yan ana sanggah pungkat muwang jineng, pawon pungkat tan pakrana, muwang katiben amuk, kalebon amuk panca bhaya ngaran panes, yan ane ngawe pungkate panes karang ika, kewala pungkat tan wenang ingangge, wenang gentosin lakarne sami, …
    Artinya : jika ada pekarangan atau bangunan tertimpa kayu yang roboh itu namanya karipu bhaya juga disebut Karang Panes, jika ada tempat suci yang roboh, jineng, dapur yang roboh tanpa sebab atau karena diamuk orang atau dimasuki oleh orang yang sedang mengamuk namanya panca bhaya artinya panas, jika ada yang menyebabkan robohnya juga disebut Karang Panes, setiap ada bangunan yang roboh tidak bisa digunakan kembali dan wajib diganti seluruh bahan bangunannya.
  14. Muah yan ana wong mentik ring babataring salu wong bhaya ngaran panes, yan ana lulut metu ring pakarangan kalulut bhaya ngaran panes, yan ana getih kentel ring pakarangan muang sumirat ring umah ring pakubuwan, tan pakarana karaja bhaya ngaran.
    Artinya : kalau ada cendawan yang tumbuh di bawah kolong tempat tidur itu dinamakan wwong bhaya artinya juga panas, jika ada lulut (sejenis binatang seperti cacing kecil-kecil) muncul dipekarangan, itu namanya kelulut bhaya yang menyebabkan panas pekarangan. Begitupula jika ada darah kental dipekarangan yang tercecer disekitar rumah yang tidak ada sebabnya itu dinamakan keraja bhaya.
  15. Yan hana tabwan sirah, tabwan kulit mwang nyawan, ring salu, ring pahumahan, ring kubwan, pateh panese. Yan ring lumbung, ring kamulan hayu ika. Muwah yan hana ingoningon, patik, wenang – wenang, salu rupa wetune, panes karang ika, wenang rarung ka segara, tugel gulena, kawandaniya rewekan ring rwi walatung, talining dening budur, bwangen ring payonidi. Raris glarana Panca Tawur. Yan hana taru salah pati mwang manusa salah pati ring pekarangan, panes karang ika. Mwah salwiring jadma salah pati, hanuli pejah, sagenah – genahniya pejah, ika tan wenang malih hantuk akna maring pagenahan, hala dahat, hanuli pendhem ring serta, nganut linging sastra bwana purana. Mangkana kramanya.

Dari pemaparan hal tersebut di atas beraneka macam cirri-ciri yang dapat di cermati apakah suatu areal pekarangan itu panas atau tidak dalam artian suatu pekarangan layak atau tidak untuk ditempati. Terhadap jenis pekarangan/tanah di atas bisa saja digunakan asal sudah melalui upacara upahayu halaning palemahan seperti Caru Karang Panes. Tetapi akan lebih rahayu lagi jika tidak dipergunakan.

Pekarangan yang harus dihindari atau dalam bahasa Bali sering disebut dengan “Karang Panes” biasanya ditandai dengan adanya kejadian/musibah yang menimpa anggota keluarga, misal: sering sakit, marah-marah tidak karuan, mengalami kebingungan (linglung), mudah bertengkar dan lain-lain. Karang panes atau pekarangan yang tidak baik untuk dijadikan tempat tinggal, antara lain:

  1. Karang Karubuhan, pekarangan yang berhadap-hadapan atau berpapasan dengan perempatan atau pertigaan atau persimpangan jalan.
  2. Karang Sandanglawe, pekarangan yang pintu masuknya berpapasan dengan pekarangan milik orang lain.
  3. Karang Kuta Kabanda, pekarangan yang diapit oleh 2(dua) ruas jalan.
  4. Karang Sula Nyupi, pekarangan yang berpapasan dengan jalan raya atau numbak marga atau numbak rurung.
  5. Karang Gerah, pekarangan yang terletak dihulu Pura/Parahyangan.
  6. Karang Tenget, pekarangan bekas pekuburan, bekas pura atau bekas pertapaan.
  7. Karang Buta Salah Wetu, pekarangan dimana pernah terjadi kejadian aneh misal: kelahiran babi berkepala gajah, pohon kelapa bercabang, pisang berbuah melalui batangnya.
  8. Karang Boros Wong, pekarangan yang memiliki dua pintu masuk sama tinggi dan sejajar.
  9. Suduk Angga, pekarangan yang dibatasi oleh pagar hidup (tanaman) dimana akarakarnya atau tunasnya masuk ke pekarangan orang lain.
  10. Karang Kalingkuhan, Pekarangan yang dikelilingi tanah atau rumah milik satu orang.

 


Sumber

I Made Dwitayasa

Universitas Hindu Negeri IGB Sugriwa Denpasar



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Buku Terkait
Baca Juga