- 1Memaknai Ruang dan Waktu
- 2Dengan Upakara Caru Mengatasi Bhuta Kala
- 3Jenis-Jenis Caru
- 3.11. Jenis-jenis Caru menurut alasan pelaksanaan
- 3.22. Jenis-jenis caru menurut tingkatannya
- 3.2.1a. Dalam Lontar Dewa Tattwa
- 3.2.2b. Jenis Caru menurut lontar Carcaning Caru
- 3.2.3c. Jenis-jenis caru sesuai lontar Bhama Kertih
- 3.33. Jenis caru dilihat dari tingkat kebutuhannya
- 4Penjelasan Jenis-jenis Caru
- 4.11. Caru panca sata
- 4.22. Caru panca sanak
- 4.13. Caru panca rupa dan panca kelud
- 4.24. Caru malik sumpah
- 4.35. Caru panca wali krama
- 4.3.1A. Jenis-jenis upacara Taur Panca Wali Krama:
- 4.3.1B. Rangkaian Upacara Panca Wali Krama
- 4.3.2C. Upakara Taur Panca Wali Krama
- 4.16. Caru Tawur Agung
- 4.27. Tawur Eka Dasa Rudra
- 4.38. Caru pengasuh bhuta
- 4.49. Caru penudaan
- 4.510. Caru hangkus
- 4.111. Caru REsi Ghana
- 4.2 12. caru penolak merana /penyakit tumbuhan dan manusia
- 5Sarana dan Banten Lainnya Untuk Caru
- 5.2.11. Tetimpug
- 5.2.22. Kelabang Sengkui
- 5.2.33. Sampat
- 5.2.44. Tulud
- 5.2.5 5. Kentongan/Kulkul
- 5.2.66. Lis
- 5.2.77. Canang Genten
- 5.2.88. Canang Buratwangi
- 5.2.99. Canang Sari
- 5.2.1010. Canang Pesucian
- 5.2.111. Tadah Pawitrah / Tadah Sukla
- 5.2.212. Cane
- 5.2.313. Canang Meraka
- 5.2.414. Daksina
- 5.2.515. Ajuman
- 5.2.616. Peras
- 5.2.717. Banten Jotan
- 5.2.818. Banten Suci
- 5.2.919. Banten Gebogan / Pajegan
- 5.2.1020. Penjor
- 5.2.1121. Lamak
B. Rangkaian Upacara Panca Wali Krama
Sebagaimana biasa diawali dengan ngatur piuning bahwa akan dilaksanakan Taur Panca Wali Krama pada waktunya, dilanjutkan dengan Nuwasen Karya yang disertai dengan nunas tirta pengandeg untuk disiratkan di setra. Dilanjutkan dengan rangkaian-rangkaian persiapan lainnya seperti memineh empehan, membuat madu parka, nanding catur, nanding bagia pulakerti, nyukat genah, nunas tirtha penyaksi karya, dll. Rangkaian lainnya adalah melaksanakan upacara melasti, yang perjalanannya mengikuti rute tertentu sesuai dengan tradisi. Sehari sebelum puncak upacara dilaksanakan upacara Mepepada, dan sore harinya upacara menben.
Pada puncak Taur Panca Wali Krama, juga disertai dengan Upacara Padanan, Upacara di Ayun Widhi, pemujaannya dilaksanakan dari Bale Gajah, dan Upacara Tedun ke Paselang bertempat di Bale Paselang Penataran Agung. Tiga hari setelah puncak Taur Panca Wali Krama ditutup dengan upacara Pangremekan. Setelah itu menyusul rangkaian upacara Bhatara Turun Kabeh seperti biasa. Rangkaian terakhir adalah Upacara Penyineban yang disertai dengan melaksanakan tirta panglebar dan akhirnya ditutup dengan upacara Mejauman.
C. Upakara Taur Panca Wali Krama
Sesuai dengan lontar Ngeka Dasa Rudra, Geriya Taman Sanur, bahwa Taur Panca Wali Krama di Besakih yang dilaksanakan dalam siklus sepuluh tahunan sekali merupakan satu kesatuan dengan Candi Narmada, Panca Wali Krama di Danu (Nyegjegang Bhatari Danu), Eka Dasa Rudra, Tri Bhuwana dan Eka Bhuwana yang dilaksanakan dalam siklus seratus tahunan sekali.
Dalam satu paket upakara Eka Dasa Rudra dengan rangkaiannya menghabiskan kerbau sebanyak 45 ekor yaitu: rangkaian upacara yang pertama adalah Candi Narmada menghabiskan 5 ekor kerbau, diikuti dengan Panca Wali Krama di Danu, menghabiskan 4 ekor kerbau, dilanjutkan dengan Eka Dasa Rudra menghabiskan 26 ekor kerbau, diikuti lagi dengan Panca Wali Krama, menghabiskan 4 ekor kerbau, setelah itu Tri Bhuwana menghabiskan 4 ekor kerbau dan sebagai rangkaian terakhir Eka Bhuwana menghabiskan 2 ekor kerbau. Tampaknya standar yang dipergunakan dalam upakaranya ditentukan berdasarkan jumlah kerbau yang dipergunakan, tentunya yang lain akan menyesuaikan, seperti banyaknya bebangkit, catur, suci, padudusan agung, dan sebagainya.
Uraian tentang upakara Taur Panca Wali Krama disini tidak dimaksudkan secara teknis dan mendetail, melainkan akan dikemukakan beberapa kelompok upakara yang dipandang menonjol untuk pengkajian lebih lanjut tentang makna filosofisnya. Beberapa kelompok upakara tersebut adalah :
Upakara di sanggar Tawang, Akasa dan Pertiwi.
Upakara di Sanggar Tawang :
Banten yang utama adalah catur, suci, dewa-dewi, dilengkapi pula dengan siwa bahu, pucuk bahu, gana pikulan, panca saraswati, wedya, serta kelengkapan lainnya. Sanggar tawangnya sendiri seperti biasa dihias dengan dahuduh dan peji.
Upakara di Sanggar Luhuring Akasa. Memakai Bebangkit putih dengan ulamnya itik putih.
Upakara untuk Ibu Pertiwi. Bebangkit ireng (merah ?),dengan ulam babi.
Ketiga kelompok upakara ini tampaknya juga memiliki makna untuk pelestarian ketiga alam tersebut. Untuk mencapat kesejahtraan hidup di dunia ini patut di dukung dengan kelestarian dan keharmonisan alam bawah dan alam atas, yang dikiaskan sebagai bapa akasa dan ibu pertiwi .
Upakara di panggungan,
Upakara di panggungan yang terletak pada empat penjuru mata angin (nyatur desa) berupa bebangkit agung masing-masing 1 pasang yaitu memakai ulam itik dan satu lagi memakai ulama bawi, dengan warna sesuai dengan kiblatnya. Kelengkapan lainnya tentu saja tidak dapat dilepaskan adanya gayah utuh, karena tingkat bebangkitnya yang diperguanakan adalah bebangkit agung.
Sedangkan panggungan yang di tengah memakai bebangkit agung 5 buah (manca warna). Pada masing-masing panggungan juga dilengkapi dengan penjor, di dalam lontar disebutkan : penjorniya petung kinerik denabersih plawaniya andong, paku saji, sinwi wangun pramangke, masurat sanjata paideran.
Upakara tawur Panca Wali Krama yang biasa diperguanakan di Bencingan Pura Agung Besakih adalah dalam tingkatan yang utama yaitu dengan “lawa tiga”, (tiga lapisan), bawah (adhah), tengah (madya) dan atas (urdhah). Ketiga lapisan taur tersebut ditandai dengan memakai masing-masing tiga jenis binatang korban pada kelima penjuru: mulai dari timur, selatan, barat, utara dan tengah masing sebagai berikut: lawa paling bawah (adhah) memakai ayam putih, merah, kuning (putih siyungan), hitam dan brumbun. Pada lawa yang ditengah (madya) bertutur-turut menggunakan : angsa, asu bang bungkem, banyak, bawi butuan serta itik belang kalung. Pada lawa yang paling atas (urdhah) terdiri dari: sapi (lembu), kidang, menjangan, kebo serta kambing belang.
Tiga lapisan upakara taur ini mungkin juga ada kaitannya dengan pelestarian tiga lapisan alam semesta yaitu alam bawah, tengah dan atas.
Upakara Tri Samaya di sanggar suku tiga
Upakara yang dikenal dengan “tri semaya” ditempatkan pada tempat khusus berupa sanggar suku tiga mengingatkan kita pada ceritra Dewa Wisnu ketika mengalahkan raksasa Bali dengan melangkahkan kakinya (sukunya) pada tiga dunia ini. Apakah ada korelasi makna upakara ini dengan pelestarian tiga alam bhur, bhwah dan swah menarik untuk kita kaji bersama. Inti upakaranya adalah bebangkit.
Upakara Panunggun Tawur,
Diantaranya memakai daksina sarwa 7, beras 7 catu, bebangkit, serta kelengkapan upakara lainnya
Upakara lantaran bhatara
Upakara ini diletakkan di sor sanggar tawang yang ada di tengah, yang utama memakai kebo yosbrana dengan kelengkapan upakaranya, seperti cau-cau, kekuduk, pering, bebangkit, dan lain-lain, disertai pula dengan upakara Yama Raja, yang memakai sarana tepung sebagai alas untuk menuliskan aksara-aksara suci simbul Yama Raja. Alat penulisnya menggunakan duri pohon bila.
Upakara di tempat pemujaan.
Upakara yang utama disini adalah upakara-upakara yang bersifat menyucikan yang utama adalah padyus-dyusan (padudusan agung) dengan tirtha nawa ratna, dan berbagai jenis tirtha penyucian lainnya.
Upakara Padanan.
Khusus untuk padanan merupakan satu kesatuan tersendiri karena lengkap dengan Sangar Tawangnya, disertai dengan upakara di Bale Padanan, serta upakara caru dalam tingkat “wrhaspati kalpa” (Memakai sarana ayam lima warna dan asu bangbungkem, diletakkan di arah barat daya (Kelod kauh).
Upakara Ayun Widhi
Upacara di Ayun Widhi juga meliputi tiga unsur, yaitu upakara di luhur yang ditempatkan di Sanggar Tawang lengkap dengan Sanggar Akasa dan Pertiwinya. Upakara di madia, yaitu upakara-upakara di bale panggungan, yang terdiri dari bebangkit agung beserta gayah utuhnya. Dan upakara di sor adalah caru di sor sanggar tawang yang merupakan dasar dari lantaran Ida Bhatara.
Upacara tedun ke Paselang.
Paselang juga merupakan satu kesatuan upakara yang terdiri dari upakara di Sanggar Tutuwan, upakara lantaran di sor dan upakara di Bale Paselang. Upakara di Bale paselang yang menonjol adalah pemujaan kehadapan Sanghyang Semara Ratih, yang disertai pula dengan upacara “Majijiwan”
Makna upakara secara umum diuraikan dalam lontar Tingkahing Karya Panca Wali Krama Geriya Telaga Sanur sebagai berikut
Apan pabanten pinaka sarira bhatara, Ikang Sanggar Tawang pinaka Siwalingga Bhatara, bantene ring panggungan agung pinaka Bahuangga Bhatara, Ikang paselang pinaka Jagana bhaga-purus Bhatara Ikang caru sor pinaka Suku delamakan Bhatara,.
Semua binatang korban yang dipergunakan dalam kelompok-kelompok upakara tersebut ditekankan yang masih muda, tidak cacat, dan khusus untuk binatang yang berkaki empat agar belum “metelusuk” dan umurnya telah lewat 6 bulan
Dalam rangkaian taur Panca Wali Krama dan Bhatara Turun Kabeh tahun ini semua pura Pedharman diharapkan agar ikut ngiringang Ida Bhatara melasti ke segara Klotok, dan nyejer sebisanya, sebagai wujud ikut “ngertiyang karya agung ini”.Selanjutnya untuk upakara dalam hubungan dengan Bhatara Turun Kabeh, pada dasarnya berlaku seperti biasa karena telah rutin dilaksanakan setiap tahun sekali. Tidak ada kekhusan walaupun diawali dengan taur Panca Wali Krama.