Aspek Teologi Panca Bali Krama
Dari aspek teologis dimaksudkan dari aspek ketuhanan dan aspek lain seperti teks misalnya.
Seperti apa yang diuraikan Titib, ( 2009 :10 ) bahwa hakikat ketuhanan ini seperti apa ajaran agama Hindu , maka yang menjadi sumber ádalah kitab suci Veda yang merupakan himpunan sabda Tuhan Yang Maha Esa atau wahyunya yang diterima oleh para Maha Rsi dimasa silam. Bila dikaji dari kitab suci Veda maupun praktek keagamaan di India dan Indonesia (Bali) maka Tuhan Yang Maha Esa disebut dengan berbagai nama, walaupun disadari bahwa Tuhan tidak berwujud.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan Panca Balikrama , pemujaan kepada Tuhan sebagai Tri Purusa yang berstana di Pura Besakih dan manifestasinya sebagai Panca Dewata , yang menguasai lima arah mata angin, saat Panca Balikrama dipuja untuk dimohon waranugrahanya. Dalam kajian teologi selanjutnya akan dimulai dari sumber-sumber, Raja Purana, sumber satra hingga kitab suci Veda, Bhagawad-gita dan Menawadharma sastra .
Lontar indik Eka Dasarudra dan Raja Purana merupakan satu sumber utama dalam kaitan dengan ritual besar di Pura Besakih yang diketahui sebagai Pura Kahyangan Jagat. Seperti dikatakan oleh David Stuart-Fox (dalam Pura Besakih), bahwasanya dalam pengelolaan dari tempat suci utama seperti Pura Agung Besakih, petunjuk memoranda atau petunjuk Ritual atau sejenisnya menjadi begitu penting, selama berabad-abad. (stuat-Fox,2010 : XVII)
Mengacu pendapat tersebut, bahwa dalam puncak hirarkhi karya agung Panca Balikrama dan Eka Dasa Rudra, dijelaskan , Tidak ada yang lebih baik mengambarkan bersatunya antara hirarkhi tertinggi politik dari Relegius yang berhubungan dengan Panca Balikrama selain ritual ritual penyucian besar berkala seperti Panca Balikrama dan Eka Dasa Rudra . Oleh Karena itu harus diselenggarakan di Pura Besakih ….., pengaruhnya yang tidak hanya di seluruh Bali, tapi keseluruh dunia bagian tengah. ( Stuart-Fox : 383)
Pura Besakih merupakan pusat sentralnya posisi dunia secara niskala, maka diadakan Panca Balikrama di posisi sentral akan dapat memberikan pengaruh pada posisi yang lain, ibarat sebuah poros perputaran titik sentral, poros berputar, maka perputaran kecil mengakibatkan perputaran lebih besar poros yang keluar. Oleh sebab itu maka Panca Balikrama mutlak dan harus dilakukan, sebab karya Panca Balikrama memberi pengaruh pada kondisi kesejagatan walaupun dilakukan di Pura Besakih Bali. Karena Pura Besakih ada di Bali maka kondisi Bali merupakan barometer, di Bali kacau biasanya kondisi diluar lebih kacau. Demikian sebaliknya, di Bali aman diluar masih kacau. Itulah sebabnya mengapa Panca Balikrama terus dilaksanakan. (Wawacara dengan Ida Pedanda Gede Putra Tembau, tanggal : 19 Pebruari 2009).
Dalam kaitan dengan pelaksanaan Panca Balikrama, Lontar Raja Purana Pangandika Ring Gunung Agung yang sering disebut Raja Purana, Pura Besakih, yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit di Bali memiliki arti tertentu sehubungan dengan karya agung sepuluh tahunan sekali, Pancawalikrama yang terlaksana. Raja Purana Pura Besakih mengandung suratan kewajiban hukum secara jasmani dan rohani mengikat masyarakat di Bali pada zamanya, dan merupakan anugerah dari Dewata Nawasanga kepada masyarakat Bali dalam koordinasi penguasa dan stafnya. Salah satu petikan penting memiliki makna yang sangat dalam seperti :
Uduh kita manusa pada, aja kita langgana ring aku. Tatan kita amungu kahyangan ring Gunung Agung , linggih sedewa –dewa. Yan hana rug tan kita anangun. tan kakten wastu kita masuduk ring pun kita, wastu kita tan hurip. Tumpur kita pada tan kita pada anjengan rahayu
Hai kamu manusia di mayapada jangan engkau durhaka kepadaku, jika engkau tidak memelihara pura-pura di Besakih persemayaman para dewa masing- masing dan kalau ada yang rusak, tidak engkau perbaiki atau tidak bakti; semoga kamu saling tikam dengan keluargamu dan semoga engaku binasa, martabatmu akan surut dan menderita serta jauh dari keselamatan.
Demikian bisama atau amanat dewa Nawa Sanga kepada para penganut Siwa dan Budha atau masyarakat luas pada zamanya..Hal yang dimaksudkan agar masyarakat tetap memelihara, termasuk melakukan korban suci, yadnya di Pura Besakih (Ling Nawa Sanga kamrecccopada, Boddha, Siwa Catur Wong Rugata ring kahyangan Gunung Agung).