Konsep ( Tattwa) yang mendasari
- Panca Balikrama dipandang dari Tattwa Yadnya, apa yang disebut Panca Mahayajna dalam kitab suci Hindu (Weda) terdiri atas, Dewa Yajna, Bali yajna, Pitra Yajna, Brahma Yajna dan Manusa Yajna. Yang menarik diperhatikan adalah baliyajna, tidak lain yang dimaksudkan adalah apa yang disebut sebagai bhuta yajna,persembahan kepada panca mahabhuta (pretiwi, apah, teja, bayu, akasa). Kitab Satapata Brahmana (II,5,6,1) menyebutkan, ahar-ahar bhutebyo balim haret, tathaitam bhuta yajnam samapnoti (persembahanan kepada butha berupa upakara bali disebut bhutayajna).
- Dari tattwa Panca Brahma, bahwa disamping persembahan kepada bhuta juga kepada Tuhan (Ida sanghyang Widhi) yang bermanisfestasi sebagai Panca dewata atau Dewata Nawasanga, dimana kekuatan kemahakuasaan beliau disebut Cadu Sakti (Wibhu Sakti, Prabhu Sakti, jnana, Kriya Sakti) memancar ke empat arah mata angin selanjutnya ke delapan penjuru, sehingga beliau dipuja sebaga Panca Dewata (Dewa Iswara, Brahma, Mahadewa, Wisnu, siwa), beliau dipuja sebagai dewa Nawasanga, di empat arah mata angin lagi, disebut dewa (Mahesora, Rudra, Sangkara dan Sambu) dan kemudian Sadha siwa berstana di tengah padmasana (singasana tahta teratai) sebagai penguasa Pusat alam semesta, dalam upaya mempersembahkan upacara untuk mohon kerahayuan dan keharmonisan jagat (bhuwana Agung) dan bhuwana alit (manusia).
- Dari segi tattwa Panca Giri dan Pura Agung Besakih. Didalam mitologi dan lontar Tantu Pagelaran, bahwa gunung diibarat sebagai kepala alam semesta, dengan demikian menurut mitologi gunung sangat disakralkan. Menurut lontar Tantu pagelaran bahwa gunung Agung, adalah gunung sempalan gunung Mahameru di Jawa yang merupakan puncaknya, dan penyangganya adalah gunung-agung berada ditengah dan untuk memperkokoh disebutkan gunung Bromo (gunung Brahma). Dalam kontek Bali gunung Agung merupakan gunung terbesar dan tertinggi di Bali menempati posisi tengah Padma mandala, penyangganya adalah gunung Lempuyang (Timur), Andakasa (Selatan), gunung Batukaru di Barat, dan gunung Batur di Utara. Semua gunung ini amat disucikan oleh umat Hindu di Bali.
- Dalam konsep catur dala, delapan helai (dala) bunga padma yang menunjuk delapan penjuru, dengan pusat di tengah di Besakih, ditengah sarinya padma didirikan Padma Tiga (Padma agung ) sebagai linggih (stana) Ida Sanghyang Widhi bermanisfestasi sebagai Tri Purusa (Siwa, Sada Siwa, dan Parama Siwa). Pura Besakih menempati posisi dik, memiliki pura dengan posisi widik seperti, Pura Gelap di Timur, Pura Kiduling Kerteg di Selatan, Pura Ulun Kukul di Barat, dan Pura Batumadeg di Utara, yang selanjutnya disebut pura Catur lokaphala (catur dala). Keempat pura mendukung Pura Besakih sebagai catur dala, ditopang dengan pura yang berada di delapan penjuru arah mata angin, sehingga pura- pura tersebut merupakan satu kesatuan yang mencermikan delapan bunga padma, Pura Besakih dengan posisi di sarinya. Di komplek Pura Besakih inilah, tepatnya di Bencingah Agung dilaksanakan Panca Balikrama.
-
Dalam hubungannya dengan tahun baru saka dan hari Nyepi, matahari tepat berada di atas garis katulistiwa, garis tengah bumi. Tanggal 22 Maret 79 ditetapkan oleh raja Kaniskha sebagai tahun Saka, atau tanggal 1 bulan 1 dan tahun 1. Sehari sebelumnya yaitu tanggal 21 Maret tahun 79 terjadi pristiwa alam yang sangat penting gerhana matahari total, dimana matahari, bulan, dan bumi berada dalam satu garis lurus. Oleh karena itu gerhana matahari (Surya graha) jatuh pada tilem (bulan mati), dan gerhana bulan (Candra graha) jatuh pada hari purnama. Rumusan penentuan Purnama Tilem, didasarkan sistem kalender, yang disebut istilah “Pangalantaka“ (Pengalihan Purnama-Tilem).
Di Indonesia (Bali) didasarkan atas penggabungan sistem, yakni sistem tahun surya, candra dan wuku. Pada saat surya tegak diatas katulistiwa disebut daksinayana, bila diutara katulistiwa disebut utarayana, adalah saat yang tepat untuk melaksanakan upacara penyucian bhuwana, dan pemujaan kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
Dalam kaitannya dengan Panca Balikrama yang dilakukan pada tilem kesanga, sistem pengalantaka jadi dasarnya. Mengapa demikian ketepatan penetapan waktu, mendudukan benda-benda bersinar sebagai benda memberi pengaruh pada kehidupan alam semesta (bhuwana Agung) dan manusia (bhuwana alit) serta kehidupan sarwa prani. Sehari setelah tawur adalah tahun baru Saka, dilaksanakan brata penyepian, dengan melaksanakan ajaran agama, tapa, brata, yoga dan samadi memasuki alam suci dan sempurna (Sunya).