Runtutan Upacara Ngaben Arya Kubon Tubuh


Puncak Upacara Ngaben

Puncak upacara ngaben ini diawali dengan membawa segala perlengkapan ngaben dari Pura Paibon menuju setra. Perlengkapan ini termasuk bebantenan yang didapatkan dari griya, padma dan macan selem yang sebelumnya telah di pelaspas seperti tampak pada gambar dibawah.

Setelah segala perlengkapan tiba di setra selanjutnya dilaksanakan upacara mapegat yang dipuput oleh sulinggih Budha-Siwa. Upacara ini jika dilihat dari konteks agama melalui pustakanya (terutama dalam Itihasa) dengan berbagai cara selalu menyerukan, kematian anggota keluarga hendaklah diterima dengan penuh keikhlasan.

Upacara yang bermakna perpisahan ini, dilakukan di depan pondok dengan sesajen yang berintikan sebuah Segehan Agung lengkap dengan sebuah lentera kecil, rentangan benang tridatu di antara dua batang cabang pohon dapdap yang dipancangkan, siap menanti. Pada benang tersebut tertusuk dan digantungkan sejumlah uang kepeng.

Upacara mapapegat adalah suatu upacara yang bermakna sebagai suatu penerimaan keadaan artinya keluarga almarhum hendaknya dengan ikhlas untuk melepas kepergiannya antara pihak keluarga dan almarhum mengadakan suatu perpisahan dengan menggunakan upakara seperti banten sambutan papegat.

Rangkaian selanjutnya adalah puja sulinggih sebelum jenasah yang dalam hal ini pengawak dari cendana dikeluarkan dari pondok dan selanjutnya akan dibawa serta dinaikkan ke atas padma.

Ketika sulinggih sedang mapuja, para pratisentana duduk dibawah dengan rapi.

Setelah selesai maka dilanjutkan dengan pengusungan jenasah (pengawak) menuju pengutangan panjang tempat dimana padma berada. Pengusungan jenazah merupakan puncak dari upacara ngaben. Saat upacara puncak ini sebelah persiapan upakara seperti padma, berbagai tirtha, dan kekuluh serta upakara banten lengkap disiapkan juga satu orang sebagai pangentas jalan berkain putih kuning dan membawa senjata madik penandanan padma (kain putih), tungked paluk.

Persiapan diatas diurutkan sebagai berikut:

  1. Pengentas jalan
  2. Suluh/damar
  3. Berbagai jenis tirtha, toya, kekuluh, jotan
  4. Banten (upakara)
  5.  Tungked paluk
  6. Masyarakat (penandanan)
  7. Gong (Beleganjur) / Angklung
  8. Masyarakat pelayat

Ketika jenazah mau diberangkatkan, diatas peti jenazah duduk dua orang yang membawa sekar ura, ubes-ubes (bahannya dari bulu burung merak) digantung seekor ayam. Jenazah diputar tiga kali kekiri (prasawya), dan selanjutnya berhenti didepan bale gumi yang diatasnya telah ada petulangan macan selem. Kajang dan kereb sinom diambil dan dijunjung di belakang tirtha. Lante, tikar dan kain rurub bagian atas dibuka.

Setibanya di kuburan jenasah (pengawak) sebelum diturunkan dilaksnakan purwadaksina mengelilingi tempat pembakaran. Upacara mapurwa daksina, dimana purwa daksina adalah nama upuk atau arah mata angin berbabasa sanskerta, purwa artinya timur, daksina artinya selatan.

Mapurwa daksina adalah suatu rangkaian upacara ngaben mengelilingi bale gumi (tempat pembakaran jenasah) yang putarannya mulai dari timur ke kanan sesuai perputaran jarum jam. 

Mapurwa daksina adalah nama upuk atau arah mata angin berbabasa sanskerta, purwa artinya timur, daksina artinya selatan. Mapurwa daksina adalah suatu rangkaian upacara ketika padma yang diatasnya sawa mengelilingi bale gumi (tempat pembakaran). Sebelum upacara ini dilaksanakan maka segala sesuatu yang diperlukan sudah dipersiapkan terlebih dahulu.
Urutan yang pertama yaitu mengelilingi dunia secara simbolis yaitu adalah eteh-eteh uparengga kemudian diikuti oleh pengembala dengan membawa wastra putih kuning, suci, tebu hitam, sesantun, kain seperadeg. Pada saat murwa daksina lantaran kain putih, kwangen pengerekan, beras kuning sakarura, emas, selaka, uang kepeng. Sekah/puspalingga dijunjung/ dipangku berjalan mengelilingi bale gumi sebanyak tiga kali putaran ke kanan.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga