- 11. Nanceb
- 22. Ngadegang Sri
- 33. Nunas ke Pura Dalem
- 44. Ngulapin
- 55. Maktiang Tapakan
- 66. Melaspas Kajang
- 77. Melaspas Pondok dan Bale Gumi
- 88. Ngeringkes dan Ngunggahang Tumpang Salu
- 99. Melaspas Pangiriman
- 1010. Ngaskara
- 1111. Narpana
- 1212. Melaspas Padma dan Macan Selem
- 13Puncak Upacara Ngaben
- 14Rangkaian kegiatan setelah pembakaran
- 15Masesapuh
- 16Nuntun dan Maajar-ajar
7. Melaspas Pondok dan Bale Gumi
Pondok adalah bangunan menyerupai rumah yang terbuat dari bambu dan beratap daun kelapa, dimana bangunan ini memanjang tempat sekah, sawa, kajang dan bebantenan ditempatkan. Sedangkan bale gumi adalah bale yang berundag tiga dengan lantainya tanah. Bale gumi adalah tempat sawa yang akan dibakar. Oleh karenanya juga disebut bale pamuhun. Seperti namanya bale gumi berfungsi sebagai bumi.
Melaspas pondok dan bale gumi wajib dilakukan sebelum dipergunakan dalam prosesi upacara pengabenan. Upacara melaspas ini bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan pondok dan bale gumi secara niskala sebelum digunakan. Puncak upacara melaspas disertai dengan menancapkan tiga jenis orti, yakni orti temu, orti ancak dan orti bingin.
Orti sendiri adalah simbol yang melukiskan pondok dan bale gumi tersebut setelah dipelaspas bukan merupakan bahan-bahan bangunan yang bersifat sekala semata yang tak bernyawa, tetapi sudah memiliki kekuatan spiritual yang niskala dengan upacara yadnya yang sakral. Kesimpulannya, upacara ini bertujuan untuk memohon kepada Hyang Widhi Wasa agar bagunan yang akan ditempati diberikan anugerah keselamatan dan kerahayuan.
8. Ngeringkes dan Ngunggahang Tumpang Salu
Upacara ngeringkes dimulai dengan menurunkan sawa yang dalam hal ini telah diganti dengan pengawak kayu cendana ke pepaga yang sudah dialasi tikar dan ada bantal di bawahnya, diisi jinah kepeng satakan lalu di atas sawa dipasang leluhur kain putih. Selanjunya disiram dengan air, disabuni, dikramas, diberi bablonyoh putih-kuning, disiram dengan yeh kumkuman, selanjutnya mulutnya dikumuri air, disisig. Rambut diminyaki, disisir yang rapi. Kuku di kerik dan kerikannya dibungkus daun dapdap ditaruh di teben sawa.
Selanjutnya menempatkan sarana-sarana: daun intaran di kedua alis, pusuh menuh di hidung, kaca di mata, waja digigi, sikapa di atas dada, serbuk bebek di atas perut, malem di telinga, daun terung bola di atas kelamin laki-laki atau daun tunjung di atas kelamin perempuan. Pada masing-masing jempol kaki diikat benang putih, tangan diisi kwangen dengan uang kepeng 11, monmon mirah dimasukkan ke mulut, beberapa kwangen diletakkan di tubuh dengan perincian sebagai berikut : 1) Ubun-ubun, 1 buah kwangen + 11 uang kepeng, 2) Tangan kiri, 1 buah kwangen + 5 uang kepeng, 3) Tangan Kanan, 1 buah kwangen + 5 uang kepeng, 4) Dada, 1 buah kwangen + 11 uang kepeng, 5) Ulu Hati, 1 buah kwangen + 11 uang kepeng, 6) Kaki kiri, 1 buah kwangen + 5 uang kepeng, 7) Kaki Kanan, 1 buah kwangen + 5 uang kepeng, 8) Lambung kanan, 8 buah kwangen + 15 uang kepeng, 9) Lambung kiri, 8 buah kwangen + 15 uang kepeng, dan 10) Bantal tanpa kwangen dengan uang kepeng sebanyak 225 kepeng.
Kemudian sawa diperciki tirta pelukatan/ pebersihan. Pemercikan tirtha pelukatan/pebersihan merupakan salah satu usaha untuk membersihkan dan menyucikan sawa agar dapat dekat dengan yang suci yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang tak lain merupakan tujuan akhir dari pada kehidupan manusia. Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah Maha Suci dan tentu merupakan sumber kesucian. Maka sangat diperlukan adanya kesucian dalam sawa untuk dapat kembali kepada Beliau yang Maha Suci. Dalam Pustaka Suci Manawa Dharma Sastra Bab V sloka 109, dinyatakan sebagai berikut:
Adbhir gatrani cuddhyanti manah satyena cuddhyti, cidyatapobhyam buddhir jnanena cuddhyatir
Terjemahannya:
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dengan ilmu dan tapa, akal dibresihkan dengan kebijaksanaan.
Apabila makna sloka tuntunan ini dihayati secara mendalam, maka pebersihan menggunakan sarana air untuk pembersihan tubuh secara lahir (sekala), sedangkan untuk sarana penyucian menggunakan tirtha penglukatan, yang mana telah dimohonkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa oleh pemimpin upacara melalui doa, puja dan mantram.
Setelah dudonan upacara menyucikan sawa selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan ngeringkes sawa, dimana setelah itu digulung dengan kain putih dan tikar kalasa, di lante dan diikat kuat. Di atas pengulungan ditaruh daun telujungan dan kain putih secukupnya dan tatindih.