- 11. Nanceb
- 22. Ngadegang Sri
- 33. Nunas ke Pura Dalem
- 44. Ngulapin
- 55. Maktiang Tapakan
- 66. Melaspas Kajang
- 77. Melaspas Pondok dan Bale Gumi
- 88. Ngeringkes dan Ngunggahang Tumpang Salu
- 99. Melaspas Pangiriman
- 1010. Ngaskara
- 1111. Narpana
- 1212. Melaspas Padma dan Macan Selem
- 13Puncak Upacara Ngaben
- 14Rangkaian kegiatan setelah pembakaran
- 15Masesapuh
- 16Nuntun dan Maajar-ajar
Mengelilingi dunia secara simbolis murwa daksina yaitu bedalan berkeliling tiga kali kekanan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuannya agar segala noda dan dosa harus dibersihkan, sebagaimana diketahui bahwa fungsi bilangan tiga adalah memarisudha, membersihkan ala, membakar segala noda dosa, disamping itu untuk sampai yang dituju harus mulai dari permulaan/purwa, selain itu juga berputar ke kanan menggambarkan tingkatan naik yang lebih tinggi.
Puja mantram yang digunakan dalam mapurwa daksina yaitu:
Om sri maha waktram
Catus warna, catur buja
Prajanaya surad nyenyah
Cinta manik kuru samurtah
Sari enudaci maha dewi
Sri ma la maha subitam
Dana sime suka nitiyam
Awitram twam kencana
Sri bajia twam dewiPrenalan duli sangje nyikah
Ratna dewi ka bawiam
Om sri, sri, sri namas tute.
Om A ng Ung Mang
A ng Ung Mang, Om A Ng A h,
Pukulun Ibu Perthiwi, Bapa Akasa,
Sang Hyang Ulan Lintang Tranggana,
Kaki empu atma dalam ring swargan,
Sareng widhyadara widhyadari,
Yan sampun tutug wates ipun,
Aleh mulih manumadi,
Maring manusa ring damuhnya,
Makfa tuwuh, makla urip, poma 3x,
Tigalanajiwa, urip, atma,
Om Santih, Santih, Santih Om
Puja mantra tersebut memiliki arti yaitu memuja keagungan Bhatara Siwa sebagai penguasa alam semesta, untuk berkenan turun menyaksikan upacara mapurwa daksina tersebut dan berkenan linggih di sapi gading sebagai wahana beliau dan menuntun sang atma untuk menuju ke asalnya/ alam Siwa Loka.
Setelah selesai, jenasah kemudian diturunkan dari padma dan dibawa menuju ke atas macan selem dengan rangkaian sebagai berikut:
- Memutuskan tali ante.
- Semua kain pembungkus dibuka, sehingga nampak bagian muka jenazah (pengawak).
- Sulinggih melaksanakan upacara pangentas dengan urutan sebagai berikut:
- Penyiratan toya panembak dari bagian muka sampai ke kaki, tempat toya panembak dipukul hingga hancur.
- Kekuluh kawitan, pangijeng, tirtha pangentas jotan, tirta kayangan tiga dan terakhir tirtha prajapati.
Jenazah dibakar dengan istilah api sekala hingga seluruh badan kasarnya menjadi abu. Menurut Wiana (2004:33) menyebutkan bahwa pengesengan (pembakaran) jenazah dipergunakan api yang telah dipuja oleh sulinggih pemuput upakara. Penciptaan agni pralina oleh sulinggih dengan menggunakan puja agni pralina.
Puja mantra agni pralina inilah sesungguhnya merupakan esensi upacara pembakaran jenazah yang disebut ngaben. Agni pralina ini sesungguhnya merupakan agni niskala dan diteruskan dengan pembahasan api yang nyata.
Setelah jenazah menjadi abu, disiram dengan air yang telah dipuja oleh sulinggih dan disiram lagi hingga menjadi dingin dengan yeh anyar. Penyiraman ini disebut dengan istilah “penyeeb”. Setelah basmi, semua terbakar lalu disuguhkan saji “geblangan”.
Apinya disiram dengan “toya panyeheb”. Menyiram api pemasmian dengan mantram:
Matra om gangasanta, ganga angamijilaken sakaton sakarengo, amijilaken manik astagina, amijilaken Srisedhana, srisadhana amijilaken pala bogha, tan sah ring awak sarinrankun, angwruhaken lekasing asamhidana, Om ang atma tattwa atma sudhamam swaha, Om ksama sampurna ya namah swaha, Om ang ah swadha.