Pengider Bhuana dan Wariga di Lontar Kanda Sangalukun


Kelepasan (Kamoksan) di Lontar Kanda Sangalukun

Secara keseluruhan karya sastra klasik sebagian besar memuat pedoman dan pandangan yang tajam terhadap ajaran spiritual. Secara umum prinsip semacam ini dapat memberikan konsep yang riil terhadap fungsi banyaknya umum terhadap sikap yang abstrak. Maka dengan demikian konsepsi ajaran yang memuat prinsip kelepasan harus dapat dipercaya dengan penuh keyakinan. Melalui konsep yang demikianlah lepasnya ātma dari tubuh manusia untuk dapat bersatu dengan Tuhan memberikan dasar keyakinan batiniah di hati manusia. Berbicara masalah konsepsi ajaran kelepasan yang terdapat dalam teks tutur Kanda Sangalukun adalah ajaran yang sangat tinggi yang memuat ajaran tentang rahasia Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit (alam kecil atau tubuh manusia).

Secara prinsip ajaran kelepasan merupakan ajaran yang rahasia. Maka dengan demikian metode pengajarannya pun bersifat rahasia jnanam yang berarti seseorang tidak sembarangan bisa memahami ajaran kelepasan tersebut. Pada umumnya bentuk ajaran kelepasan merupakan ajaran yang sudah tua yang sudah diajarkan pada masa kerajaan Majapahit. Pada waktu itulah seorang pujangga  besar menyadur lontar-lontar yang berbahasa Jawa Kuno maupun berbahasa Sanskerta untuk memudahkan kalangan masyarakat memahaminya. Konsepsi ajaran kelepasan yang bersifat original  benar-benar sangat dirahasiakan karena ajaran semacam ini hanya bisa berlaku di lingkungan tertentu.

Di dalam lontar tutur Kanda Sangalukun disebutkan ajaran kelepasan/kamoksan. Walaupun pemaparannya tidak secara mendetail, namun di dalamnya tersirat makna kelepasan yang sangat rahasyam tidak sembarang orang dapat memahami dan mengalaminya.

Berdasarkan kutipan teks tutur Kanda Sangalukun di atas disebutkan bahwa Sang Hyang Taya adalah sebutan lain untuk Tuhan itu sendiri. Tuhan Yang Maha Esa memiliki banyak sebutan yang sering dijumpai pada lontar-lontar yang ada di Bali diantaranya; Sang Hyang Taya, Sang Hyang Licin, Hyang Nirbana, Hyang Tunggal, dan masih banyak sebutan yang lainnya. Pada prinsipnya, kelepasan atau kamoksan adalah kondisi menyatunya ātman dengan Brahman.

Adanya Pengider Bhuana menunjukkan bahwa Siwa yang menguasai arah Tengah sebagai pusat dari segala arah, maka sesuai dengan paham Siwa Siddhanta yang berkembang di Bali semakin memperkuat keyakinan Umat Hindu bahwa Siwa adalah pusat atau sumber dari setiap ciptaan-Nya, maka Siwa adalah Brahman itu sendiri dan merupakan tujuan akhir dari kehidupan ini yang disebut dengan kelepasan atau moksa.

Kelepasan/kamoksan adalah menyatunya ātman dengan Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai sumber penyebab segala kehidupan di Dunia, yang merupakan esensi tertinggi yang kekal abadi, secara umum, moksa merupakan tujuan akhir hidup manusia, lebih-lebih bagi penekun  spiritual, demikian pula wiku, merupakan hakikat hidup yang sejatinya sangat patut diusahakan agar mampu dicapai. Kelepasan/kamoksan tidak lagi mendatangkan esensi dunia maya yang penuh dengan belenggu yang menyebabkan manusia berputar-putar pada lingkaran reinkarnasi. Dengan demikian, kelepasan/kamoksan adalah kedamaian abadi yang kekal, yang tidak terlahirkan kembali. Maka dari itu memang benar adanya bahwa tujuan tertinggi Agama Hindu adalah untuk mencapai moksa/kebahagiaan abadi (mokshatam jagaditha ya ca iti dharma) baik semasih hidup di Dunia maupun setelah kematian manusia.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Dapatkan Dalam Versi Cetak
Baca Juga