Lontar Usada Bali, Sumber Ilmu Pengobatan Penyakit Oleh Para Balian


Pandangan umum tentang Usada yaitu pengetahuan akan penyembuhan terdapat di berbagai lontar Bali dengan literatur yang bersifat Kedokteran. Ilmu pengobatan yang terletak pada proses­-proses yang tak dapat diterangkan dimana yang terjadi secara gaib dalam tubuh manusia, para Balian Bali berusaha menggarap­nya dengan sarana penolak yang bersifat gaib. Walaupun ilmu pengetahuan sudah sangat maju namun nyatanya sampai kini unsur pengobatan gaib tetap bertahan.

Pengaruh ilmu kedokteran modern memberikan gambaran hasil pengaruh timbal-balik antara pengetahuan modern, penyembuhan cara tradisional dan kepercayaan, yang sudah berlangsung ribuan tahun, hasil per­campuran pengetahuan akan pengobatan yang ada di Bali dengan pengaruh Hindu digunakan oleh kalangan praktisi Balian usada Bali dan itu dapat dibaca dalam berbagai literatur lontar Usada yang ada di Bali.

Usada yang pertama tentang pengobatan dan jenis penyakit dinyatakan di lontar Budha Kecapi dan Lontar Kalimo Usada & Kalimo­ Usadi, yang memuat hal-hal dasar tentang asal mula ilmu balian, peraturan-peraturan mengenai tingkah laku seorang balian dan keterangan-keterangan tentang hakekat pe­nyakit-penyakit. Lontar yang sejenis yaitu Phari­bhasa dan yang dinilai tinggi ialah: Usada Sari dan Dharma Usada.

Usada awalnya dikatakan dari Karya Bhatara Brahma, Kalimo-Usada karya Bhatara Wisnu, Dharma Usada karya Bhatara Iswara.

Kalimo-Usada memberi gejala-gejala yang cermat tentang Mati dan Hidup (artinya: apakah seorang sakit dapat disembuhkan atau akan meninggal);

Buddha Kecapi sangat berhikmah dan memberi ­keterangan tentang kekuatan yang sakit dalam tubuh, tentang penyakit-penyakitnya sendiri dan tentang sajen yang akan diaturkan pada waktu penggarapan si sakit.

Usada Sari disebut juga Raja Usada, oleh karena di dalamnya terdapat sari dari obat-obatan.Dharma Usada dan Kalimo-Usada keduanya terdapat dalam Usada Sari.

Buddha Kecapi orang adalah seorang yang alim (pradnyan) dan suci. Sedangkan Kalimo-Usada dan Kalimo-Usadi adalah sebagai balian amat dihormati (berkedudukan tinggi).

Nama Kalimo-Usada dalam beberapa tu­tur dihubungkan dengan 5 Patah kata yang gaib: Ang Ung Mang Ang Ah, Usada Tuga (dulu disebut Dharma Usada) di­hubungkan dengan tiga serangkai: Ang-Ung-Mang.

Lebih jelas hubungan ini dapat dibaca dalam tutur Krakah sari, di mana kesepuluh kekuatan dalam tubuh diwakili oleh tanda-tanda (merek) dari abjad (hanacaraka) dan di bagi dijadikan 2 golongan masing-masing berisi 5, dan satu dari padanya sesuai dengan tanda-tanda sa – ba – ta – a – i disebut Kalim-Usada Lelaki, sedang yang satu lagi: na – ma – ci – wa – ya” sebagai Kalim-Usada Perempuan.

Haruslah ditekankan di sini semula tak ada hubungannya dengan kata “lima = 5″, tetapi itu terjadi dari Sangskerta ”Kali­ Maha-Usada”. Kesenangan orang Bali mempermainkan kata-kata dan memisahkannya berakibat keterangan yang ganjil-ganjil, beberapa di antaranya yang mengartikan dengan arti nama Buddha Kecapi:

  • Budha berarti budhi, (idep, bahasa Bali). Kecap artinya “rasa”, perasaan. pi sesuai dengan “pituwi” = benar; Jadi Budha Kecapi berarti, seorang manusia yang benar me­rasakan budhinya.
  • Budha ialah waktu, ketika kita tidur begitulah sesuai Budha waktu bermeditasi, tiap fingsi panca indra terdiam, ”Kaca” artinya perhatian”, pi (kependekan dari “pitara” berarti roh; dalam arti: dalam keadaan tidur kita sama se­bagai dalam keadaan matinya tubuh yang kasar dalam kedua peristiwa itu, atma atau roh harus dijaga.

Usaha-usaha memberi keterangan secara sophistis mencari cari tanpa alasan masuk akal mengenai judul-judul lontar dan istilah-istilah filsafat banyak terdapat di Bali.

Pada umumnya Usada memuat Tutur dan­ mentra-mantra pengobatan, terdapat pujian terhadap lontar itu de­ngan melihat mempergunakannya secara benar dan digandeng­ kan dengan peringatan, jangan mempergunakannya jika orang itu tidak dapat memahami isinya atau jika kepandaiannya belum cukup.

Dalam tutur usada sering kali dijumpai bacaannya merupakan pemberi­an pelajaran oleh seorang guru pada muridnya, seorang bapak pada anaknya atau seorang Dewa (Bhatara) memberi jawaban atas pertanyaan seorang resi.

Diagnose & Ramalan Penyakit Balian Bali

Diagnose balian-balian di Bali tidak terpisah dari prognerse (ramalan, bagaimana akan berakhirnya suatu penyakit), oleh karena penggarapannya harus diperhitungkan pada kemung­kinan-kemungkinan untuk dapat tidaknya disembuhkan. Tak ada se­orang balian yang pintar atau yang bisa menyembuhkan segala penyakit, baik yang melibatkan diri dengan suatu proses pengobatan yang menurut lontar-lontar dipandang sebagai penyakit yang tak dapat tersembuhkan atau tidak boleh disembuhkan.

Kemahiran dalam menetapkan diagnose nyatanya ada perbedaan antara Balian Usada dan Balian Ketakson. Balian Ketakson lebih pada hal-hal yang menyertai adanya penyakit-penyakit yang disebabkan unsur luar diri si pasien misalkan sakit datang dari Bhuta, Dengen, Leak atau ke­kuatan-kekuatan gaib, dan menyesuaikan cara penyembuhannya de­ngan hal-hal magis tersebut. Sementara balian Usada, sebagian be­sar akan hal penyakit-penyakit yang datangnya dari dalam diri si pasien, maka iapun harus secara serius memperhitungkan sesuai yang diajarkan oleh lontar-lontar pengobatan.

Dalam lontar-­lontar yang menyebutkan datangnya suatu penyakit berhubung­an dengan semua hari-hari dalam tahun baik mengenai hari munculnya penyakit itu, hari serta waktu kunjungan kedatangan pasien pada balian, hari lahir pasien, tingkah laku atau keadaan si pasien pada waktu ia memasuki rumah balian, memberi isyarat pada balian.

Misalkan seorang datang pada ba­lian dan bila ia pada waktu memasuki rumahnya sang balian :

  • Mengelus-elus, diagnosenya tanda ia sakit karena Dewa atau Bhuta;
  • Mengusap-usap hidungnya, maka yang menyebabkan ialah suatu kesalahan leluhurnya;
  • Memegang kedua teli­nganya, itu suatu tanda bahwa penyakit itu disebabkan oleh seorang leluhur,
  • Mengusap mulut, itu berarti bahwa suatu janji yang lama belum ditebus yang menyebabkan penyakit (hutang niskala)
  • Memegang dagu, itu adalah suatu tanda bahwa penyakitnya datang dari udara (oleh suatu sihir);
  • Mengusap pipinya, maka itu berarti disebabkan oleh seorang “guru”, yang mungkin berakhir dengan kematian;
  • Memegang punggungnya dengan kedua belah tangannya, ia akan mati,
  • Mengusap kepala, maka ia jatuh sakit disebabkan oleh suara seekor “anjin’g merah berisi noda-noda hitam”,
  • Mengusap lengan, itu berarti bahwa penyakit itu oleh Dewa-dewa dimana ada janji atau hutang yang belum ditepati.
  • Mengusap-usap tangan, itu berarti bahwa penyakitnya datang dari bagian perkarangan ru­mahnya, yaitu karena di sana ada sesuatu sihir di tanam orang;
  • Mengusap perut, penyakit disebabkan oleh seorang manu­sia lain;
  • Mengusap pantat, ia akan segera mati:

Balian itu sebaiknya harus teliti sekali memandang si sakit, dan teliti pula memeriksanya, dan lontar-lontar itu berisi petun­juk-petunjuk dan resep yang amat banyak ketentuannya, se­galanya harus diperhatikan dengan baik; Keadaan umum, usia pasien dan bagaimana si sakit datang ketempat balian, warna, taraf basahnya atau keringnya noda-noda pada kulit, keluarnya penyakit pada kulit, bengkak-bengkak, bisul-bisul dan sebagainya, kulit keluarnya keringat pada bagian yang tertentu sebagai dahi, tengkuk, licin berlengketnya atau belidi bulu tubuhnya. Harus diperhatikan juga : suara, perkata­an dan gersiknya usus.

Sangat penting ialah suhu, yang dilakukan dengan mena­ruh telapak tangan pada tubuh si sakit, perbedaan tentang suhu dari beberapa bagian tubuh, dianggap penting, hal kenaikan dan penurunan suhu. Harus diperhatikan pula laporan-laporan si sakit tentang perasaannya berasa dingin atau berasa panas. Pemeriksaan denyutan urat nadi, begitu pula denyutan pada tangan dan kaki harus dinilai secara cepat.

Penelitian akan kondisi mata si pasien dianggap sama penting dengan denyut darah dipergelangan dan suhu; alis dan bulu ma­ta biasa dalam keadaan berdiri tegak; arahnya simpangsiur, berlengket, pelupuk mata keriput, merah-merahan, bengkak; apakah putihnya mata berwarna pucat, kemerah-merahan, kuning, kebiru-biruan atau abu-abu kehitam-hitaman atau dalam keadaan kotor, mengeluarkan air, nanah dan kotoran (pecehan), atau apalah bagian hitam dari kedua matanya (kulit biang lalah) menjadi pucat (atau luntur), saluran saluran darah yang tampak menjadi kemerah-merahan, biji ma­tanya salah puteran. Warna mata keduanya memberikan pertan­da yang penting tentang suhu dalam tubuh, warna merah dan kuning menunjukkan panas dalam tubuh, warna biru dan abu­-abu dingin dalam tubuh, putih artinya kulit-kulit pada sendi ada yang pucat berhubungan dengan kekurangan panas didalamnya.

Warna dan keadaan kotoran, khusus pada diare, apakah cair sekali, berdarah, benanah atau berisi seperti dahak yang berlengket, sebagai halnya dengan air kencing dalam hal ini khusus diperhatikan seringnya, warnanya dan apakah ada campuran darah dan nanah; jadi tidak dilewatkan dari pe­nyelidikan keadaan-keadaan kotoran dan kencing, muntah-mun­tah, muntahnya keluarnya darah dari beberapa liang-liang tu­buh.

Oleh karena pada gejala-gejala itu sesuai dengan intensitas penyakit yang berbeda, maka nama-nama penyakit luar biasa banyaknya. Tetapi bagi seorang balian hal itu hanya berarti tanda-tanda untuk membeda-bedakan pada bidang diagnose, dan atas dasar tanda-tanda itu balian menetap­kan dengan cara mengkombinasikan suatu diagnose.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga