Di antara bahan-bahan obat datangnya dari hewan disebut dalam lontar, daging dari beberapa hewan, kemudian lemak (sering sekali kaki), tulang dan kulit kerbau dan sapi, telur ayam, itik (bebek), gagak dan lipas kotoran anjing, babi, kambing dan kelelawar, kotoran kerbau dan babi, tai dan cacing (bahasa Bali Jelati), tanah liat dari sarang semut, tempat mengeram dari kerawi (kalisasoan) madu, darah badak (wadak) darah tenggiling (kelesih) tanduk menjangan, lidah manusia, air mata, kotoran (tai) dan kencing.
Dari Tai manusia diambil ujungnya (muncukne) dicampur dengan obat, lalu diberi pada si sakit tetapi si sakit tidak boleh mengetahui hal itu, Tai anjing dianggap sangat manjur, jika si anjing kebetulan berak di atas sebatang kayu, hal mana amat jarang terjadi, kayu bersama tai itu dibakar, lalu dipakai obat.
Susu seorang ibu dipakai mengobati penyakit mata anak, dan juga air kencing sendiri sering sebagai obat yang mudah dilakukan.
Bahan obat-obatan hewani, sering dipakai dalam bentuk ludah merah (bahasa Bali “duh bang”, duh = kuah, yoh, pohes, bang = merah; rakyat bilang.: “pehes gedubang” karena tak mengerti) artinya ludah yang berwarna merah karena makan sirih, dipakai tanpa campuran atau sebagai imbuhan pada obat-obat yang bermacam-macam untuk diurapkan, mengurut dan menyemur.
Suatu bentuk tertentu dari air ludah biasa dipergunakan dan diminum setelah sang balian memasukkannya dalam bentuk ”Mrta” ke dalam air, yang kemudian diminum oleh si sakit. Bahwa ludah dari orang baru bangun pada pagi hari, jadi sebelum makan atau minum. Memang sering dipergunakan ludah yang diambil dari ujung lidah sebelah bawah untuk mengurut bagian tubuh yang sakit atau pasien-pasien atau; arti perbuatan itu ialah pemindahan kekuatan gaib dari pada ludah itu justru dari tempat itu, oleh karena tempat itu adalah kedudukan beberapa dewa-dewa di dalam tubuh manusia.
Ludah itu sering di oleskan (colekan) di dahi yaitu di antara kening-kening untuk menguarkan kekuatan dalam tubuh.
Beberapa balian melakukan suatu percobaan dengan ludah, sebelum menerima pengobatan seorang pasien. Mereka mulai mengunyah sirih dengan gabungannya tetapi tanpa tembakau yang umum disertakan, lalu diludahkan air kunyahan itu, untuk membuktikan bahwa ludah itu benar-benar merah lalu sirih kunyahan itu dikeluarkan dari mulutnya dan si sakit disuruh mengunyah dan pasien itu juga harus meludah di atas tanah. Jika wama ludah si sakit itu tidak merah maka sang balian tidak mau mengobatinya.
Dalam lontar “Basma Tiga” (corak tiga), ada lebih lanjut diuraikan tentang penggunaan ludah merah itu. Menurut lontar maksud penggunaannya ialah sebagai perlindungan dan penyembuhan penyakit, oleh karena basma dari ludah merah ada dalam lambang Bhatara Brahma. Orang harus meyakini itu di dalam pikirannya”. Kemudian orang mengantarkan dia ke lekuk jantung, ke dahi, ke bahu kanan dan kiri. Syaratnya adalah orang harus percaya kepada pengobatannya atau penggarapannya. Tempat-tempat pada tubuh, yang pertama-tama diberi corak / basma, berganti-ganti dalam urutannya, sesuai dengan aksara-aksara, yang dipergunakan dalam pikirannya agar dapat memasukkan kekuatannya ke dalam badan si sakit, jika tepat caranya menggunakan, maka kegunaannya adalah sebagai berikut :
- Basma pada dahi : Jika ada seorang-orang bertingkah-laku buruk pada waktu anak-anak tidak taat pada mertua lagi, pernah membunuh seorang Brahmana, seorang muda, seorang sarjana, merusak sebuah pura, membunuh sapi, mencuri perhiasan di pura, makanan makanan yang terlarang, mengingkari adanya Dewa-dewa, maka kejahatan-kejahatan ini hilanglah.
- Basma di atas jantung, jika seorang-orang dulu berharap agar memiliki kepunyaan orang lain tidak mempunyai kehidupan yang tak bemoda, telah menyebabkan sakitnya seorang wanita akibat tindakan pemerkosaan (sex), telah membunuh bayi dalam kandungan, menggugurkan kandungan, memotong sebuah titi, telah membunuh seorang hamil, seorang yang tak bersalah, telah merusak suatu bendungan, ini semua dapat dihilangkan oleh tetes pada jantung itu.
- Basma pada kedua bahu: Jika orang dulu telah hidup secara temoda, mencuri milik Dewa, membakar rumah, telah mengganggu suatu pertapa, merusak sebuah meru, pada umumnya tingkah laku jahat, itu segalanya dapat dihilangkan dengan kekuatan tiga tetes itu.