Tradisi Pemujaan untuk Bhatara/i Śri Rambut Sedana


Terciptanya Hama Padi

Walau dalam bentuk babi hutan, Kala Gumarang terus mencari dan mengejar Dewi Śri yang sudah bersatu dengan tanaman padi. Dia datang melewati area persawahan, menginjak-injak padi dan menjungkirbalikkan tanah. Dewa Wisnu yang terus memburu Kala Gumarang, melepaskan anak panahnya. Panah tersebut menembus badan Kala Gumarang dan dia pun tewas seketika.

Dari darahnya yang keluar muncul segala macam hama yang membahayakan padi seperti: Wereng, Lodhoh, Tubumi, Walang sangit, Walang angin dan Pusar gawah.

Kala Gumarang sendiri musnah menjadi hama padi yang disebut dengan menthek. Kala Gumarang juga merasuk ke dalam tikus, babi, kera, kerbau hutan, banteng, serta kijang untuk membantu merusak tanaman padi. Namun semuanya dapat dikalahkan oleh Raja Makukuhan yang merupakan titisan Dewa Wisnu.

 

Asal mula Pasrean

Disebutkan kemudian bahwa Raja Makukuhan mempunyai dua orang anak. Dari Dewi Darmanastiti mempunyai anak perempuan yang diberi nama Sri (bukan Dewi Śri, istri dari Dewa Wisnu, namun Śri yang ini merupakan titisan dari Śri, istri Dewa Wisnu). Sedangkan dari istri yang kedua, yang bernama Dewi Subur, mempunyai anak laki-laki yang diberi nama Sedhana (Sedhana merupakan titisan Dewa Wisnu).

Bisa dikatakan, Śri dan Sedhana adalah titisan sekaligus cucu dari Dewa Wisnu dan Dewi Śri. Mereka berdua disebut-sebut berwajah mirip dengan Rama dan Sinta dari kisah Ramayana.

Kedua anak tersebut saling jatuh cinta dan tidak ingin menikah kecuali dengan saudaranya. Karena perasaan mereka dianggap terlarang, mereka diusir dari istana. Yang pertama pergi adalah Sedhana, yang disusul oleh Śri yang berusaha mencari keberadaan adiknya. Seperginya Śri dan Sedhana, datanglah utusan dari Prabu Pulaswa, raja raksasa untuk melamar Śri. Karena Śri sudah tidak berada di istana, maka Raja Makukuhan mempersilahkan Prabu Pulaswa untuk mencari Śri sendiri. Para raksasa yang dipimpin oleh Kalandaru, raksasa yang memiliki penciuman yang sakti, menemukan keberadaan Śri di hutan dan mengejarnya.

Mengetahui bahwa dia sedang dikejar para raksasa, Śri lari dan berlindung di desa Medangwangi, di dalam rumah Bawadha dan istrinya, Patani. Śri meminta kepada Patani untuk menyediakan ruang tengah sebagai kamar tidurnya. Śri juga mengajarkan kepada Patani tata cara menata ruang tengah agar mendapatkan makanan dan pakaian yang melimpah. Ruang tengah ini yang kemudian dinamakan sebagai Pasrean. Sri menetap di Medangwangi hingga para raksasa datang ke desa tersebut.

 

Ular sawah sebagai penjaga

Setelah mengetahui bahwa para raksasa sudah mendekat, Śri meninggalkan desa Medangwangi dan melanjutkan pelariannya. Setelah melewati beberapa desa, Śri akhirnya bertemu dengan Sedhana. Mereka berdua kemudian membangun desa Sri Ngawanti dan bertahan di sana dari serangan para raksasa.

Sedhana sendiri berhasil mengalahkan Prabu Pulaswa. Prabu Makukuhan membujuk kedua anaknya untuk kembali ke istana, tetapi ditolak oleh mereka. Atas perkataan Prabu Makukuhan yang menyamakan mereka dengan ular sawah dan burung sriti, maka kedua anaknya berubah bentuk. Śri berubah menjadi ular sawah, sedangkan Sedhana menjadi burung sriti. Mereka berdua pun terpisah kembali.

Setelah menjadi ular sawah, Śri mendatangi sebuah desa. Di sana terdapat pasangan Kyai Wrigu dan istrinya yang mandul, Ken Sanggi. Seorang pertapa memberitahukan bahwa Ken Sanggi dapat mempunyai titisan Dewi Tiksnawati sebagai anak bila dia meminum air “yoga” dari empat sumber: Dari bumi, langit, tanaman, dan nyawa. Setelah Ken Sanggi hamil beberapa bulan, pertapa tersebut memberikan perintah agar Kyai Wrigu menangkap dan memelihara seekor ular sawah di kamar tengah dan memberikan tata cara yang sama seperti yang diminta oleh Dewi Śri di Medangwangi. Ken Sanggi pun melahirkan. Lewat mimpi, ular sawah peliharaannya memberikan nama Raketan kepada putrinya yang baru lahir.

Disaat yang bersamaan, Kahyangan dalam keadaan kacau dikarenakan Dewi Tiksnawati menitis ke bumi tanpa ada ijin dari Bhatara Guru. Bhatara Guru memutuskan untuk mengirim seorang dewa ke bumi untuk membunuh bayi titisan Tiksnawati. Yang pertama diutus adalah Bhatara Kala, turun sebagai srigala. Tetapi Śri muncul di dalam mimpi Kyai Wrigu dan memberitahukan upacara dan persembahan yang dapat melindungi sang bayi dari Bhatara Kala.

Setelah Bhatara Kala gagal, Bhatara Guru mengutus Bhatara Brahma ke bumi sebagai kerbau Gumarang. Sri kembali mengajarkan kepada Kyai Wrigu cara untuk melindungi diri dari Bhatara Brahma. Dewa ketiga yang diutus adalah Dewa Wisnu, yang tak lain adalah kakek dari Śri, mengubah diri menjadi babi hutan. Dia pun dikalahkan dengan cara yang serupa dengan dua dewa sebelumnya. Akhirnya Bhatara Guru sendiri turun ke bumi bersama dengan 14 dewa dengan berbagai rupa binatang yang dipimpin oleh Bhatara Kala dengan wujud raja ikan. Mereka menyerang sebanyak tiga kali dalam tiga perwujudan yang masing-masing menyebabkan sawan sarap. Akan tetapi serangan tersebut sekali lagi dipatahkan oleh campur tangan Śri.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga