- 1asal-usul Pemujaan Dewi Śri
- 1..1Lahirnya Bidadari Niken Tiksnawati
- 1..1Terciptanya Hama Padi
- 1..2Asal mula Pasrean
- 1..3Ular sawah sebagai penjaga
- 1..1Śri menjadi Dewi padi
- 1..1Dewi Sri di Jawa dan Bali
- 2Upacara Pemujaan Bhatara Śri Rambut Sedana
- 2..1Daksina Linggih Untuk Bhatara Śri Rambut Sedana
- 2..1Banten / Upakara Untuk Bhatara Śri Rambut Sedana
- 2..1.1A. Banten Saat Buda Cemeng / Wage Kelawu Pujawali
- 2..1.2B. Banten yang digunakan sehari-hari
- 2..1Mantra dan Sesontengan Pemujaan Bhatara Śri Rambut Sedana
Śri menjadi Dewi padi
Bhatara Guru kembali ke Kahyangan dan mengutus para bidadari untuk membujuk Śri ikut ke Kahyangan menjadi bidadari. Utusan tersebut juga mengatakan bahwa Sedhana sudah menjadi dewa setelah diruwat. Mendengar hal tersebut, Śri meminta dirinya untuk diruwat seperti itu juga. Wujud Śri sebagai ular sawah kemudian berubah menjadi Dewi Śri sebagai bidadari, bukan Śri sebagai manusia lagi.
Sebenarnya Sedhana diruwat pada hari yang sama dengan Śri. Sedhana yang diberitahukan bahwa Śri sudah pergi ke Kahyangan menjadi bidadari, membiarkan dirinya dibujuk oleh seorang pertapa untuk menikahi putrinya, Subadha. Subadha kemudian hamil dan Sedhana menunggu anaknya lahir sebelum ia pergi ke Kahyangan.
Dewi Śri masih ingin menjaga Raketan karena khawatir menjadi sasaran pasukan dewa kembali. Para bidadari menjelaskan bahwa Raketan diserang karena Dewi Tiksnawati menitis ke dalam Raketan tanpa seijin Bhatara Guru. Dewi Śri kemudian mengomentari bahwa Bhatara Guru sebagai penguasa tidak boleh menyalahgunakan kekuasaannya, terutama untuk mengekang Dewi Tiksnawati, atau manusia akan terus memberontak.
Setelah beberapa lama, utusan dari Khayangan kembali menemui Dewi Śri dan memberitahukan bahwa anak-anak Bhatara Waliswara yang bernama Dewa Daruna dan Dewi Daruni sudah mengotori Kahyangan dengan melakukan hubungan antara kakak-adik. Dewa Daruna akan menitis ke dalam anak Subadha, sedangkan Dewi Daruni akan menitis ke dalam Raketan menggantikan Dewi Tiksnawati. Setelah dewasa, Raketan akan menikahi anak dari Subadha. Mereka akan mempunyai seorang putri yang kemudian menjadi permaisuri dari raja Wiratha. Dari merekalah yang akan menurunkan semua raja-raja Jawa.
Dewi Śri akhirnya bersedia dibawa ke Kahyangan asalkan dia mengendarai pedati merah menyala yang ditarik oleh lembu Gumarang dan diberikan cemeti ular naga Serang. Bila cemeti tersebut di pecut, maka akan mengeluarkan cairan benih yang akan menyebar ke langit dan jatuh menyuburkan bumi.
Hal ini menyiratkan bahwa Dewi Śri ingin diangkat menjadi dewi pertanian. Kahyangan setuju dan Dewi Śri beserta Dewi Tiksnawati pergi menuju Kahyangan.
Di versi ini, Dewi Śri dihubungkan dengan ular sawah sedangkan Sedhana dengan burung sriti (walet). Ular sawah dikaitkan dengan sang dewi dan cenderung dihormati, mungkin karena kearifan lokal dan kesadaran ekologi purba yang memahami bahwa ular sawah memangsa tikus yang menjadi hama tanaman padi. Di banyak negara Asia lain seperti di India dan Thailand, berbagai jenis ular terutama ular sedok pun dihubungkan dengan mitos kesuburan sebagai pelindung sawah.