Tradisi Pemujaan untuk Bhatara/i Śri Rambut Sedana


 

Upacara Pemujaan Bhatara Śri Rambut Sedana

Pemujaan terhadap Bhatara Śri Rambut Sedana sebagaimana disebutkan bahwa Stana Bhatara Śri Rambut Sedana sebagai dewa penguasa kekayaan yang dalam Tri Mandala Pura Besakih disebutkan dipuja di Pura Banua Kangin / Merajan Kangin, dan juga  dipuja di Merajan masing – masing yaitu pada palinggih Dewi Śri dengan Bhiseka Śri Sedana atau Limas Catu.

Bentuk Simbolik Bhatara Śri Rambut Sedana dalam Teologi Hindu yang terdapat dalam unsur-unsur yang terdapat pada upacara pada dasarnya merupakan simbol-simbol keagamaan. Simbol-simbol itu memuat suatu pemikiran keagamaan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya, sumber pemikiran yang berada di balik simbol bisa berasal dari ajaran agama, pengalaman hidup, maupun kebiasaan-kebiasaan yang mereka miliki.

Simbol berfungsi sebagai sarana untuk membantu memahami dan mengungkapkan realitas sepiritual yakni Tuhan Yang Maha Esa yang tidak mungkin bisa didekati secara langsung, sedangkan manusia adalah mahluk yang bersifat temporal yang terikat didalam duniawi. Bentuk simbolik pada upacara Bhatara Sri Rambut Sedana terdiri dari tiga bentuk simbolik yakni berupa Daksina Linggih, banten serta mantra yang digunakan.

Lontar sundarigama menyebutkan bahwa buda wage, adalah cara khusus ditujukan kepada Sang Hyang manik Galih yang merupakan adalah simbol kemakmuran atau kesejahteraan atau dengan kata lain Dewi uang yang memberikan kesejahteraan kepada pemujanya. Dengan memuja Tuhan dalam manifestinya sebagai Manik Galih berarti telah menghormati keberadaan uang itu sendiri sebagai simbul kesejahteraan manusia.

Bude wage, ngaraning Bude cemeng, kalingania adnyane sukseme pegating indria, betari manik galih sire mayoge, nurunaken Sang Hyang Ongkare mertha ring sanggar, muang ring luwuring aturu, astawe kene ring seri nini kunang duluring diane semadi ring latri kale.

Artinya:
Buda wage bernama buda cemeng, memusatkan pikiran jiwa untuk memutus indra, Betari Manik Galih beryoga, menurunkan Sang Hyang Ongkara Merta di sanggah, maupun diatas pemujaan, pemujaan kepada Dewi Seri dengan diawali dengan melakukan Diana dan semedi di sore menjelang malam.

Jadi inti dari pemujaan pada hari suci buda wage klawu “buda cemeng’ tiada lain adalah memuja Tuhan sebagai manifestasinya sebagai dewa kesejahteraan atau kemakmuran dalam hal ini, di Bali kawasan timur seseorang yang memiliki usaha ekonomi akan senantiasa menghaturkan bebanten pada tempat usahanya yang khusus ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Rambut Sedana, sebagai harapan segala usahanya akan lancar dan memperoleh anugrah untung dalam segi penjualan.

Bahkan dalam memaknai hari suci buda wage klawu “buda cemeng” ini umat Hindu melaksanakan pemujaan dengan menghaturkan banten pada tempat penyimpanan uang. artha yang berupa uang kemudian dihaturkan banten yang dengan harapannya adalah sebagai perwujudan rasa syukur atas pencapaiannya dalam memperoleh artha (kekayaan), khususnya uang yang diperoleh itu.

Inilah wujud syukur bagi kita umat Hindu Bali atas uang yang kita punya berapapun jumlahnya. Hari ini hari yang baik untuk mensyukuri atas uang (artha) yang kita miliki. Berdana punia dan menyumbangkan uang pada kegiatan kemanusiaan juga bentuk syukur atas apa yang kita punya.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga