Tutur Gong Besi, Pinugrahan dari Bhatara Dalem


Keputusan Sanghyang Wimbayagni di Tutur Gong Besi

Ini keputusan Sanghyang Wimbayagni, tatkala beliau mempersembahkan bhakti di Besakih. Disitulah ajaran dibeberkan, sebab Beliau dapat mengadakan pembicaraan dengann Bhatara Sakti di Besakih. Ditanyalah tempatnya lima Api (panca geni) di dalam badan.

Janganlah engkau ragu, akan habislah dibakar racun di dalam badanmu dengan mantra tertinggi (Sanghyang Mantra Wisesa) :

Untuk menampilkan bagian ini, diperlukan
Login Membership
Sabda Sanghyang Dharmatattwa :

Duhai putraku berdua, Wiswakarna dan Yogiswara, oleh karena engkau berdua sebagai tabibnya seluruh dunia, telah mengetahui hakekat kependetaan, dengan jelas olehmu berdua, mengenai seluk beluk hidup dan mati, sebab manusia itu dalalah perwujudan nyata (sakala)- tidak nyata (niskala). Hal ini haru diperhatikan oleh kalian berdua, cermatilah

Maka menyembahlah mereka berdua. Wikuswara :

Duhai Yang Mulia Bhtara, mohon maaf hamba berkata, agar tidak terkena kutuk, oleh Sanghyang Suksemantara Wisesa, hamba mohon penjelasan, akan anugrah Bhatara tentang hakekat manusia

Duhai putraku seperti ini hakekat manusia itu, (ia) berasal dari tidak nyata (niskala) dan kembali pula pada tidak nyata (niskala). Dan berasal dari Nyata (sakala), kembali pada nyata (sakala).Karenanya ada dua hal yang dialami oleh manusia yaitu baik dan buruk, tidur dan terjaga, mati dan hidup, semuanya disertai dengan upacara.

Upacara ketika semasih hidup atau bersuci-suci, upacara melepas pusar, tiga bulanan, otonan, itu tergolong pradhana sakala (upacara nyata/masih hidup).

Lagi pradhana niskala yaitu upacara terhadap orang yang telah meninggal seperti upacara tiga hari, upacara pembersihan setelah sebelas hari, ngaben, mukur nyekah, ngaroras, matuun (menstankan), itu termasuk pradhana niskala (upacara terhadap orang yangtelah menginggal).Tetapi keduanya saling meresapi, yang nisakal ke sakala.Yang sakala neraka namanya. Yang nisskala itu patutr diketahui oleh Sang Resi, sebab jika sang resi tidak tahu akan yang tidak nyata, maka kesasarlah budinya sebagai resi, maka tidak akan berhasil olehnya menyucikan atma, sebab itu berada di alam yang tidak nyata. Apabila resi yang tidak tahu perihal tidakk nyata, tidak dapat melihat atmanya (orang yang di upacarai), resi itu digunakan melaksanakan upacara ngaben, maka percumalah orang yang mempunyai pekerjaan, harta benda habis atma jadi kesasar.Resi seperti itu disebut orang suci yang kurang sempurna dann kurang jasa.Itulah yang disebut resi yang hanya penampilannya saja. Orang yang telah bersih (suci) sepatutnnyalah mempertahankan/meningkatakan kesem[puranan yasa, yoga, samdhiya yang disebut dengan cara hidup suci.

Yang dibutuhkan untuk itu adalah perbuatan yang bersih, pikiran yang bersih, senantiasa melakukan pemusatan pikiran dengan teguh yang disebut dengan samdhi.Yang bisa merasukkannya adalah mulia. Orang (resi) yang telah mencapai kesucian tertinggi boleh menyucikan orang mati, sebagi tempat penyucian orang besar atau kecil, bangsawan sudra dapat menggunakanya. Janganlah hanya mengandalakan bersuci, dengan berhias, membersihkan diri sakala, itu dipakai kebanggaan kepada keuarga, sahabat, badan tidak suci, harta benda habis.Bandan ini dalah perwujudan bumi, badan ini adalah perwujudan atma.

Karenanya ada panca atma, menjadi Panca Indriya, lagi Panca Brahma, sepuluh banyaknya, menjadi Dasa Bayu, dan menjadi Dasa Indriya. Hilanglah ketidaksucian niskala. Lagi berubah tempat berbagi dua menjadi Panca Bayu seperti : Sa, Ba, Ta, A, I, menjadi Panca Indriya. Lagi Na, Ma, Si, Wa, Ya, menjadi Panca Brahma, menjadi Panca Wisaya, itu adalah wujud ketidak sucian yang tidak Nampak, yang keluar masuknya melaui nafas, ucap dan pikiran.

Semuanya itu adalah tidak suci. Pembersihanya nyata seperti ‘mekala’ dan melaksanakan pewintenan besar, tidak akan mampu memebersihkan. Adapun pembersihannya adalah brata, yasa, yoga, samadhi.Itulah pembersihannya. Lagi pembersihannya berupa ‘japa mantra’ dapat digunakan untuk membersihkan, sebab nafas, ucap dan pikiran jalan yang dilalui mantra, sedangfkan yang merapalkan mantra adalah Sanghyang Atma Wisesa, pada pangkalnya nafas, ucap dan pikiran. Apabila tidak demikiian pemusatan pikirannya, bukanmantra namanya, tapi ucapan yang tidak suci namanya.

Lagi kelakuan orang yang telah mencapai rasa yang utama, patut melaksanakan yoga selama tujuh hari tidak makan tidak minum, untuk melihat dengan jelas Sanghyang Atma, dengan cara mengundang Sang Atma rasukkan dalam bandan.

Untuk menampilkan bagian ini, diperlukan
Login Membership
Apabila kelihatan Atmanya, itu tandanya ia sungguh-sungguh resi, patutlah ia menyucikan orang meninggal, Karena ia tahu keluar masuknya tujuh atma (sapta atma), tiada lain jalannya adalah nafas, ucapan dan niat, itulah sebabnya disebut urung-urung gading.

Sudah selesailah ajaran Dharma Tatwa, Batur Kamulan, Desa Kroktah, Sundari Tiga, Surya Tiga, sebagai dasar seseorang untuk memahami kelepasan, perhatikanlah dengan seksama.

Lagi kalau memuja pitara, sama halnya itu, semua dihabisi setelah selesai mengambil sisa dari sesajen, yaitu sesajen yang dipesembahkan kepada Sang Pitara, makanlah nasi itu bersama-sama oleh segenap yang melaksanakan upacara itu. Demikianlah keutamannya.

Lagi bakti yang patut dilaksanakan yaitu Ngarorasin, matuwun, mapegat, mukur, itulah seyogyanya yang utama. Kalau sudah demikian sesuai dengan ucap sastra (Agama), terus mendapatkan keselamatan perjalanan Sang Atma, lagi dijemput oleh Sang Ayah dan Ibu, dan juga Kakek-Nenek. Dan disediakan jalan yang baik oleh Bhatara di Pura Dalem namanya. Juga cepat disaksikan dan diterima. Baiklah tempat Sang Pitara.

Lagi diceritakan Sang Pitara, tak henti-hentinya siang malam tiada pernah putus menghadap kepada Bhatara. Dan memohon kepada Ida Bhatara, memohon akan membalas untuk menganti bakti keturunnya di bumi. Sebab segala jenis baktinya, Sang Pitara sudah menghitung harganya, besar kecil bagian-bagiannya, sampai saat ron (daun enau), janur, dan semuanya sudah dihitung harganya, segala macam persembahan keturunanya di bumi. Seperti: kojong, tangkih, limas (tamas), cemper, talawus, daun, dan segala sesajen, dan juga segala yang diterima, itu semua telah dibicarkan harganya bakti itu, berdasarkan dengan yang disebut penerusan yang rahasia namanya. Demikianlah kalau mengikuti ajaran Agama yang tersurat dalam Wariga Gemet.

Lagi setelah selesai demikian, pada waktu itu turunlah Sang Pitara, menyaksikan dan mendengarkan puja dan Bhisma Parwa, sedemikian juga sesajen. Pada waktu itulah Sang Pitara senang dan gembira hatinya. Dan memohon kepada sang penerima Atma, permohonannya supaya kaya dan banyak mempunyai keturunan di bumi. Dan penjelmaannya supaya kaya dan banyak mempunyai keturunan yaitu anak dan cucu. Setiap tahun Sang Pitara mendapatkan nasihat tentang kebaikan oleh Ida Bhatara di Dalem. Lagi pula dianugrahi jalan naik turun yang baik.

Itulah yang patut diketahui oleh beliau yang paham tentang Wariga yang utama kenyatannya. Itu sebabnya ada orang yang bisa membicarakan atau menyebarluaskan, paham akan sastra, dan tahu tentang perintah, dan tentang prilaku, itu semua berdasarkan atas kenyataan sastra. Itu patut diperhatikan tentang prilaku untuk melaksanakan segala kerja dalam upacara, yang patut paling diutamaakan.

Ini lagi penerusan segala upacara yang dilaksanakan, buruk dan baik kenyataannya yang bernama Surya Sewana. Dewasa (hari baik buruk) itu berdasarkan (becirikan) Sang Hyang Surya Sewana namanya, itu yang paling utama. sebabnya bernama Surya Sewana, sebab berdasarkan perjalanan matahari dan berdasarkan bulan, dan pertemuan Subhacara dan Subhakara, dan juga pemujaan kepada Bhatara namanya. Itu semua terdapat dalam Wuku, itu sangat utama namanya, waspadailah pada waktu menghitung perjalanan matahari, kapan bergerak ke utara, kapan bergerak ke selatan, kapan tepat di tengah garis katulistiwa perjalanan matahari itu.

kalau pada bulan 1 = Kasa (Juli), 2 = Karo (Agustus), 3 = Katiga (September), 9 = Kasanga (Maret), 10 = Kadasa (April), 11 = Destha (Mei), 12 = Sadha (Juni), pada waktu itu bergerak ke utara matahari itu.

Kalau pada bulan 1 = Kasa (Juli), berjalan ke utara matahari, terbulakah pintu Wisnuloka (Sorganya Bhataraa Wisnu), pintunya Pitraloka (Sorganya para Pitara), pada bulan ini sangat baik untuk melaksanakan Dewa Yajna.

Kalau pada bulan ke 2 =  Karo (Agustus), ke 3 = Ketiga (September), pada waktu itu terbuka pintunya Yamaloka (Sorganya Bhatara Yama) dan Pitraloka (Sorganya para Pitra), sebab timpang perjalanan matahari, tertutup Sorganya Bhatara namanya, baik untuk memuja pitara namanya. Kalau memuja Hyang (Tuhan) dan Dewa, tidak jelas (mengambang) hasilnya dinikmati.

Pada bulan ke 5 = Kalima (November), baru menuju ke selatan matahari itu, baik melaksanakan Pitra yadnya (memuja Pitra) namanya. Sebab sama-sama terbuka pintu Yamaloka (Sorganya Dewa Yama), Iswaraloka (Sorganya dewa Iswara), itu patut diusahakan, yang akan mendapat keselamatan namanya,

kalau bulan ke 6 = Kanem (Desemeber), ke 7 = Kapitu (Januari), matahari bergerak ke selatan, terbuka pintu Yamaloka (Sorganya Dewa Yama), Brahmaloka (Sorganya Dewa Brahma), Mahadewaloka (Sorganya Dewa Mahadewa), baik untuk melaksanakan Pitra Yadnya, itu patut dilaksanakan dan dituruti, anak cucu mendapatkan keselamtan namanya.

Kalau bulan Waisaka, ke 10 (April), matahari bergerak ke utara, itu semua sama-sama terbuka pintu Sorga Bhatara namanya. Terus samapai sorga yang tertinggi (Siwagamburanglayang), sebeb semua Dewa mengadakan Yoga namanya, baik untuk melaksanakan Dewa Yadnya (persembahan kepada para Dewa), dan juga membayar kaul. Dan juga melaksanakan Pitra Yadnya, Mapegat, Matuwun, Nyekah, Mukur. Itu patut diikuti namanya, sebab terbukalah pintu Yamaloka. Dan tertutupnya pintu Pitraloka, tidak boleh memuja Pitra di kuburan dan juga membakar mayat, sebab waktu itu pertemuan semua Bhatara.

Pada bulan Waisaka ke 10 pinanggal 5, pada wkatu itu masanya Bhatara meminum tirtha Kamandalu namanya. Itulah sebabnya tidak boleh membakar mayat yang masih mentah pada bulan kadasa (April). Kalau ada yang melanggar membakar mayat, pasti akan menjumpai dosa dan kesengsaraan dan akan jatuh ke Neraka namanya, menjadi dasar Neraka, tidak bisa menjelma pada keturunannya di bumi. Dan lagi yang memberikan Dewasa, nanti akan ikut jatuh ke Neraka, sama-sama mendapat dosa dan sengsara, sama tidak dapat menjelma lagi namanya.

Kalau dia menjelma dengan jalan sembunyi (tidak melapor) kepada Sang Penjaga Atma, dan Sang Penjaga Neraka. Setelah itu dia menjelma sebagai bayi, setelah lahir dari dalam perut si ibu, pada waktu itulah diketahui Sang Atma, menjelma ke dunia dengan sembunyi-sembunyi. Lalu dicari oleh Sang Penjaga Atma dan Sang Penjaga Neraka. Setelah diketahui olenya, lagi dimasukan di Yamaloka Sang Atma itu, kemudian dimasukan dalam Neraka. Yang melahirkan dan yang memelihara lalu disakiti, melihat bayinya kesakitan, nafasnya tersendat-sendat, tersedu-sedu si bayi menangis, lalu seperti tertidur nyenyak, seperti terpanggang rasanya, akhirnya meninggalah si bayi itu.

Demikianlah hendaknya diketahui tentang halangan membakar mayat pada bulan Kadasa (April), demikianlah keburukannya, sama-sama mendapatkan alangan, seperti disebutkan dalam ajaran agama. Akhirnya si bayi meninggal sebelum Tutug Kambuhan (bayi berumur 42 hari). Janganlah hendaknya melanggar, sebab sangat berbahaya. Demikianlah kutukan kepada Sang Atma yang berdosa.

Lagi pada bulan Caitra = Kasanga (Maret), seluruhnya sangat buruk, tidak boleh melaksanakan kerja yang kecil atau yang besar, baik atau buruk, sebab merupakan hari pertemuan  segala Bhuta dan Kala namanya. Adapun para Dewa, Bhatara dan Bhatari Beliau telah kembali menetap di sorga. Pada waktu itu pintu sorga telah tertutup, sampai ke tempat para Pitara, dan sangat lama tertutupnya pintu Yamaloka, oleh yang menjaga Neraka. Ditunggu oleh yang menjaganya bernama Sang Suratma, Sang Jogor manik dan Sang Suralisu.

Pada waktu itulah seluruh Bhuta Kala, terbangun serta ingat dan menjelajahi seluruh wilayah, sampai akhirnya masuk ke wilayah bumi. Itulah sebabnya patut mengadakan Caru di desa-desa pada tilem bulan Caitra (Maret). Pada Tilem Waisaka (April).

Lagi hendaknya diketahui ciri-ciri Neraka dibersihkan setiap tahun, yaitu: Apabila ada banyak ulat yang merayap-rayap, dan cacing tanah yang berjalan di atas tanah. Itu hendaknya diketahui ceritanya.

Perihal Pratiti, janganlah melakukan (kerja suci) pada bulan Destha (Mei), Sadha (Juni). Pada waktu itu matinya Sang Hyang Surya Sewana, itu sangat buruk, kerja suci pada waktu itu seperti terbakar namanya.

Lagi kalau ada yang membakar mayat, yang tidak berdasarkan prilaku yang baik. Seperti inilah keburukannya, tidak akan diterima segala doanya, seperti mengambang doanya. Kemudian doanya itu diterima oleh para Bhuta Kala, demikian juga yang memberikan waktu (Dewasa) untuk melaksanakan kerja itu, sebab dia itu dikutuk oleh Sang Pitara dan para Dewa. Demikian keburukannya. Kalaupun berdasarkan pelaksanaan yang baik, ataupun pada waktu membayar kaul, dikemudian hari pada waktu ia meninggal, pada anak cucunya akan diminta lagi perihal kerja yang demikian, sebab pelaksanaan kerjanya sekarang tidak diterima. Demikianlah keburukannya.

Lagi kalau membakar mayat, akan mendapatakan keburukan Sang Atma namanya. Demikianlah alangannya, itu hendaknya diketahui, makanya sang Atma kembali pulang menyakiti. Itu sebabnya tidak boleh melaksanakan keja Matuwun, Mapegat. Kerja Mapegat yang demikian akan menjadi menyakiti sang Pitara namanya. Lagi pula segera akan menyakiti. Itu hendaknya diketahui oleh orang yang ingin memberikan Dewasa (hari baik dan buruk), sebab akan dengan segera menyakiti diri namanya.

Lagi perihal membakar mayat, Mengirim (upacara membuang abu jenazah ke sungai atau laut) janganlah menuju hari Caniscara (Sabtu), Kliwon, sangat buruk, papa dan sengsara sang Atma, dan segera menghalangi/menyakiti pada keturunanya di bumi. Sebab pada hari Caniscara, Kliwon, merupakan pertemuan Bhatara Siwa dengan Bhatari Uma namanya. Kalau ada yang membakar mayat (pada waktu itu) Susah Sumeng namanya kerja itu. Sang Atma akan diserahkan ke Yamaloka oleh Beliau Bhatara Siwa dengan Bhatati Uma. Itu adalah Atma yang tersesat namanya.

Ini ketentuan membakar mayat. Janganlah mengirim pada hari Pasah. Kalau mengirim pada Pasah, sang Atma menemui bencana di jalan, diangkat sang Atma oleh sang Bhuta Jingkrak, sang Bhuta Ngaduhada, sang Bhuta Jimpe. Akhirnya sang Atma disekap di Pura Dalem. Sebab sang Atma salah jalan, satu bulan tujuh hari sang Atma disekap di Pura Dalem. Itu tidak boleh sebagai jalan sang Atma ke Pitraloka.

Lagi pula yang memberikan Dewasa dan juga yang menyelesaikan upacaranya, dikemudian hari kalau dia meninggal sama-sama mendapat kepapaan. Lagi sang Atma yang disekap di Pura Dalem seperti batas waktu yang ditentukan yaitu 1 bulan 7 hari. Pada waktu itu sang Atma mendapatkan kepapaan, dikutuk oleh Bhatara di Pura Dalem. Dikutuk sang Atma supaya segera menjelma pada keturunannya di bumi. Setelah sang Atma menjelma, dari dalam kandungann si ibu sudah menyakiti. Lalu si bayi meninggal, walau kelahirannya normal, sebelum dipotong tembuninya sudah meninggal. Demikianlah halangan sang Atma, kalau melaksanakan upacara pada hari Pasah. Itu hendaknnya diketahui oleh orang yang ingin tahu tentang ajaran Wariga.

Atatiwa (Upacara Ngaben), pada waktu membakar mayat, pada waktu hari Byantara. Kalau pada waktu Byantara membakar mayat, patut sekarang juga. Itu Kadang Mantri namanya. Upacara Ngaben pada waktu Byantara, kemudian Ngerorasin, selesai sehari, Tumandang Mantri namanya upacara itu. Itu Madhyaning uttama namanya.

Lagi kalau membakar mayat, Mengirim, Mebresih, Ngrorasin, selesai dalam sehari. Itu Kumandang Mantri namanya, kerja yang utama itu. Manywasta upacara itu, sangat utama. Kalau ada orang yang melaksanakana upacara yang demikian, itu utamanya Manywasta namanya.

Sesajen yang diletakan di Sanggar Tawang, seperti: Sesayut Prayascita Urip dan Sesayut Putih Kuning, Suci selengkapnya, Penebusan Urip, Peras, Lis, Segehan Cacahan 5 porsi, Pisang Payasan, Sukla Pawitra, Tatrag Palong, kain untuk kampuh (selimut), dan nasi hidangan selengkapnya, dengan lauk pauknya, dan Segehan selengkapnya.

Pelaksanaan Nywasta, kalau sudah lengkap tentang sesajen Nywasta, sesuai dengan ajaran Wariga, yang disebutkan dalam sastra (Agama), yang menengah itu sangat baik. Sang Pitara menjadi selamat, lagi pula mendapatkan jalan yang sempurna. Dianugrahi oleh Bhatara di Pura Dalem. Sang Pitara mendapat tempat di sorga yang utama, disayangi oleh Sanghyang Kasuhun Kidul, Widhyadara Widhyadari, selamatlah sang Pitara. Lagi pula diberikan anugrah oleh semua Bhatara dan Bhatari.

Lamanya sang Pitara di Sorga 21 tahun, setelah itu bolehlah dia menjelma pada keturunannya. Penjelmaannya bahagia dan kaya berlimpah, dihormati oleh segenap warganya, dan juga disayangi oleh yang memegang kekuasaan. Demikianlah yang diajarkan dalam Ajaran Wariga, yang tersurat dalam Tutur Wariga Patiwayan. Yang diberikan kepada Dukuh Oka, Dukuh Aji dan Dukuh Suladri laki perempuan.

I Dukuh pergi ke Sorga, di Sorga dia dianugrahi Tutur Wariga namanya. Yang memberikan anuigrah Ida Sang Hyang Suwar Suwung, Sang Hyang Jatmuti, Sang Hyang Kasuhun Kidul, Sang Hyang Heta Heto, dan Sang Hyang Licin. Semua telah dianugrahi, kemudian dibawa ke dunia. Itu sebagai pedoman yang dipakai di dunia. Segalanya dianugrahi sampai dengan ilmu nujum, tentang kelahiran bayi, dan tentang segala kutuk. Sebab itu sebagi pegangan yang baik dan buruk di seluruh dunia. Yang berupa perintah, berwujud sunyi, dan kuma namanya. Semua itu ada yang berupa keburukan atau kebaikan. Ada yang utama, itu yang sebagai panutan prilaku, yang menuntun semua makluk hidup. Menuntun segala isi dunia, demikian juga menuntun umat manusia. Itulah yangberwujud Kala, berwujud Bhuta, berwujud Dewa, dan Bhatara kenyataannya. Demikianlah ajaran agama yang tersirat dalam Wariga Gemet. Inilah filsafatnya. Jangan dilupakan.

Inilah sebagai sesajen orang yang meninggal sebelum diabenkan. Dipersembahkan sesajen setiap hari raya Galungan, tetapkan dibuatkan sesajen setiap enam bulan. Lamanya 12 tahun. Buatkan sesajen dan tempat mempersembahkan di balai-balai, seperti: Sesajennya Persiapan Agung namanya, yaitu: nasi Tumpeng beras hitam 1, buah dan jajan yaitu: keladi, biaung, pisang ketip, semua dikukus. Lauknya: daging babi hutan, kijang, menjangan boleh. Dan Sujang dipakai untuk wadah arak dan berem. Lauknya diwadahi limas. Itulah sesajen Punjung kepada arwah yang belum diaben, sebagi bekal kepada orang yang sudah mati. Lamanya setiap enam bulan dipakai bekal oleh sang mati. Kalau bisa melaksanakan itu maka akan hemat hasilnya orang yang meiliki orang mati itu, lagi pula akan tidak pernah sakit. Ya para Dalem, Dawuh, Bendesa jangan dilupakan. Selesailah ajaran ini.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Dapatkan Dalam Versi Cetak
Baca Juga