Jenis dan Fungsi Pura di Komplek Besakih (Luhuring Ambal-Ambal)


7. Fungsi Pura Tirtha

Pura Tirtha adalah salah satu komplek pura Luhuring Ambal-Ambal yang letaknya sedikit tersembunyi dan jauh. Pura Tirtha berjarak kurang lebih satu setengah kilo meter dari Pura Penataran Agung Besakih. Pura Tirtha terletak ditepian sungai jauh dihulu, dan jalan untuk menuju pura tersebut sedikit terjal. Untuk menuju pura tersebut, dari Pura Pengubengan turun ke bawah melalui jalan setapak kecil dan berjalan di bibir sungai yang dahulunya sungai tersebut adalah aliran lahar pada saat gunung Agung meletus. Letusan gunung Agung Agustus 1963 telah menghancurkan bangunan fisik Pura Tirtha, dan pelinggih yang ada sekarang dibangun untuk menggantikan pelinggih yang dahulunya hancur, akan tetapi bentuk fungsinya adalah sama.

Areal Pura Tirtha tidak seluas pura Luhuring Ambal- Ambal lainnya. Pura ini sangat sederhana terdiri dari beberapa pelinggih kecil. Empat pelinggih gedong yang beratapkan ijuk dan dua pelinggih utama sebagai tempat keluarnya tirtha serta satu bangunan bale pawedan. Di pura ini terdapat dua mata air yang jernih, dan sesuai dengan nama pura, yaitu Pura Tirtha, pura ini difungsikan sebagai tempat untuk mengambil tirtha setiap ada upacara yajña di seluruh komplek Pura Besakih. Pura Tirtha memiliki fungsi yang sentral dan penting, sebab di Pura Tirtha terdapat mata air yang digunakan bahan dasar dalam membuat tirtha penglukatan dan wangsuh pada saat ada upacara pujawali di Pura Besakih.

Jero Mangku Darma (Wawancara, 6 Oktober 2012), menguraikan bahwa di Pura Tirtha sendiri linggih dari Dewa Sambhu. Hal itu disesuaikan dengan konsep Pengiderin Bhuwana atau Dewata Nawa Sanga. Dewa Sambhu adalah penguasa Bhuwana Agung atau alam makrocosmos, yaitu arah timur laut dengan senjata Trisula. Kembali lagi dalam konsep Siwa Sidahanta di Bali, Dewa Sambhu adalah manifes Dewa Siwa sebagai penguasa arah mata angin timur laut. Berdasarkan pada hal itu, Pura Tirtha selain difungsikan sebagai tempat nunas tirtha, Pura Tirtha juga difungsikan sebagai linggih dari Dewa Sambhu.

Pura Tirtha sealain difungsikan sebagai pemujaan Dewa Smbhu dan tempat mengambil air tirtha saat pujawali di Pura Besakih, Pura tirtha sendiri dapat difungsikan sebagai tempat orang untuk melakukan penglukatan atau pembersihan diri. Di bagian depan Pura Tirtha, tepatnya di nista mandala terdapat bangunan  khusus  yang  difungsikan  untuk  penglukatan

atau pembersihan. Sesugguhnya Pura Tirtha merupakan media permohonan kepada Tuhan yang termanifestasikan sebagai dewa air. Dalam Veda sendiri disebutkan bahwa Tuhan adalah dewanya air, seperti yang tertuang dalam kutipan mantram Rgveda berikut:

Idam apah para vahata yat ca duritam mayi Yad vaham abhidudroha va sepa utanrtam Apo adyanv acarisam rasena sam agasmahi Pasyavan agna a gahi sam prayaya sam ayusa.

(Rgveda. I.23.22-23).

Terjemahan:

Tuhan sebagai penguasa air, sucikanlah diri kami dari segala kesalahan dan dosa-dosa, kami lakukan dosa dan kesalahn tersebut diluar batas kemampuan kami, pada hal perbuatan tersebut sudah kami tahu dan terlarang (Wiana, 2009: 231).

Mantram Rgveda tersebut, menegaskan bahwa Tuhan adalah dewanya air yang akan memberikan penyucian dan dapat membersihkan secara jasmanai dan rohani. Dengan kata lain, dalam air tersebut tersimpan kekuatan untuk menyucikan. Unsur air adalah unsur yang terpenting bagi kehidupan makhluk hidup. Dalam Purana disebutkan bahwa Tuhan menciptakan seluruh alam semesta, dan unsur yang pertama tercipta adalah air serta air merupakan sumber kehidupan. Tidak hanya dalam kitab Purana, dalam kitab Upanisad juga disebutkan proses penciptaan diawali dengan air.

Brhadaaranyaka Upanisad menyebutkan  busa dari air inilah memadat dan terus mengalami proses pengerasan akibat dari daya sinar radiasi atau sinar pancaran dari tapa Tuhan yang maha dasyat, seperti yang dinyatakan dalam kitab Brhadaaranyaka Upanisad berikut:

Aapo va arkah tad yam sara asit, tat samahanyata, sa prthivy abhavat, tahsyam asramyat. Tasya srantasya taptasya tejo raso niravartatagnih

(Brhadaranyaka Upanisad.I.2.2)

Terjemahan:

Air sesungguhnya adalah arka. Busa dari air yang memulai memadat: itu yang menjadi Bumi. Di atas bumi ini beristirahat. Dari Dia yang beristirahat dan dipanaskan(melalui latiahan tapa) ini kilaunya keluar kesegala jurusan sebagai api  (Radhakrishnan, 2008: 189).

Berdasarkan pada mantram Brhadaaranyaka Upanisad tersebut diperoleh keterangan bahwasanya alam ini terbentuk dari suatu zat cair yang lahir dari pijaran tapa Tuhan yang hebat. Demikian Tuhan bertapa untuk menciptakan alam semesta yang dimulai dari zat cair atau air. Fungsi dari Pura Tirtha ini sebenarnya menyadarkan umat untuk menjaga air dengan baik, dan tidak mencemari, sebab air adalah lambang penyucian dan air adalah Tuhan sendiri sebagai pemberi kehidupan bagi seluruh alam semesta beserta dengan  isinya. Sejalan dengan itu Wiana (2009: 233), menjelaskna bahwa fungsi Pura Tirtha sebagai media untuk mengingatkan manusia pentingnya  mendayagunakan air sesuai dengan sifat ilamiah dari air tersebut.

Bertumpu pada hal tersebut, fungsi pura Tirtha secara elementer adalah sebagai tempat untuk nunas tirtha pada saat piodalan atau pujawali di pura Besakih, demikian pula sebagai tempat untuk melakukan prosesi penglukatan untuk mencapai penyucian baik secara jasmani dan rohani. Keberadaan Pura Tirtha juga memiliki fungsi sebagai wahana penyadaran umat Hindu untuk pentingnya menjaga air atau sumber air untuk kelangsungan hidup manusia.


Sumber

Dr. Drs. I Nyoman Linggih, M. Si

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan (KDT)



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Blog Terkait