- 1Komplek Pura di Besakih
- 1.1Jenis Pura Yang Berada Di Luhuring Ambal-Ambal Pada Komplek Pura Besakih
- 1.1.11. Pura Kiduling Kreteg
- 1.1.12. Pura Batu Madeg
- 1.1.13. Pura Gelap
- 1.1.14. Pura Penataran Agung
- 1.1.25. Pura Peninjoan
- 1.1.16. Pura Pengubengan
- 1.1.17. Bentuk Pura Tirtha
- 1.1Fungsi Pura Yang Berada Di Luhuring Ambal-Ambal Pada Komplek Pura Besakih
- 1.1.11. Fungsi Pura Kiduling Kreteg
- 1.1.12. Fungsi Pura Batu Madeg
- 1.1.13. Fungsi Pura Gelap
- 1.1.14. Fungsi Pura Penataran Agung Besakih
- 1.1.15. Fungsi Pura Peninjoan
- 1.1.16. Fungsi Pura Pengubengan
- 1.1.17. Fungsi Pura Tirtha
- 1.1Makna Pura Yang Berada Di Luhuring Ambal-Ambal Pada Komplek Pura Besakih
- 1.1.11. Makna Pura Kiduling Kreteg
- 1.1.12. Makna Pura Batu Madeg
- 1.1.13. Makna Pura Gelap
- 1.1.14. Makna Pura Penataran Agung Besakih
- 1.1.15. Makna Pura Peninjoan
- 1.1.16. Makna Pura Tirtha
4. Pura Penataran Agung
Pura Penataran Agung merupakan bangunan suci central dalam kompleks Besakih. Pura Penataran Agung tidak saja pura yang paling besar di Besakih, tetapi juga merupakan pura yang paling besar di Bali. Pura ini berwujud bangunan suci berteras dengan struktur yang berdiri di atas enam teras. Sering dikatakan bahwa keberadaan teras tersebut menjadikan pura Penataran Agung merupakan peninggalan bangunan suci megalitik yag berasal dari bangunan prasejarah.
Pura Penataran Agung terletak di tengah kompleks pura Besakih, dan dengan kokoh berdiri di teras yang dilihat dari sejarah menunjukan bahwa pura Penataran Agung beberapa kali mendapatkan perluasan. Pura Penataran Agung tersebut mengalami perluasan menueurn. Jika disimak lebih sesakma lagi, bahwa bentuk dari pura Penataran Agung berbentuk menyerupai lingga, yakni persegi panjang yang memanjang ke bawah, mengerucut pada bagian bawah pura.
Teras pertama berada pada bagian paling luar pura atau nista mandala. Pada bagaian ini terdapat beberapa bangunan pelinggih. Secara keseluruhan, pura di betengi oleh tembok penyengker yang membatasi juga antar mandala, sehingga dengan mudah dapat membedakan antara utama mandala, madya mandala dan nista madala. Untuk memasuki teras awal atau sisi luar pura, maka terlebih dahulu hendaknya melewati candi bentar yang megah dan beberapa anak tangga. Candi bentar ini, terbuat dari batu bata dan bentuk candi bentar di pura Penataran Agung hampir sama dengan candi bentar lainnya.
Bagian madya mandala atau halaman tengah pura Penataran Agung terdapat beberapa pelinggih dan bangunan atau bale. Bentuk pelinggih dan bale hampir sama dengan bentuk pelinggih pada umumnya yang berisi ornamen kekarangan dan ornamen yang lainnya. Sebelum memasuki mandala berikutnya, hendaknya melalui candi gelung yang megah dengan
bentuk seperti gunung, dan bagian atas candi gelung mengerucut sebagai simbol puncak gunung. Pada candi gelung terdapat juga beragam ornamen, yakni berupa pepatran dan kekarangan semakin menambah indah dan megahnya candi gelung tersebut.
Memasuki mandala berikutnya terdapat beberapa pelinggih dan bangunan bale yang secara umum memiliki bentuk yang hampir sama. Pada mandala utama juga terdapat pelinggih Meru lengkap dengan tumpang yang meyerpai bentuk gunung. Atap yang digunakan adalah atap ijuk yang berwarna gelap menjulang tinggi ke langit, seperti puncak gunung yang menuju langit. Selain pelinggih Meru, dalam utama mandala terdapat juga pelinggih utama, yakni Padma Tiga. Bentuk padma tiga sama dengan bentuk padmasana pada umumnya pura di Bali. Padma Tiga pada bagian atasnya berbetuk kursi sebagai sthana Tuhan, dan bagian bawah Padma Tiga terdapat bedawang nala yang dililit oleh naga Basukih dan Ananta Boga.
Pelinggih Padmasana Tiga terdapat pada teras dua pura Penataran Agung Besakih merupakan pura yang paling penting dari semua pura-pura di Bali. Peran sentralnya di Besakih sendiri ditekankan oleh fakta bahwa tidak ada pura umum yang memiliki padmasana. Keberadaan Padma Tiga ini menandai perubahan penting dalam fokus ritual dari bangunan suci pada teras yang diatasnya (Fox, 2010: 94). Selain pelinggih Padma Tiga dan pelinggih utama lainnya, terdapat juga bale lantang, bale pawedan dan bale lainnya. Teras selanjutnya atau teras atas dari pelinggih Padma Tiga terdapat juga pelinggih yang dan bangunan bale yang memiliki bentuk hampir sama dengan pelinggih lainnya. Demikian pula, bale atau bangunan suci banyak terdapat pada teras berikutnya, yaitu bale pengaruman, bale pawedan, bale pesandekan dan bale lainnya.
5. Pura Peninjoan
Pura Peninjoan sama dengan pura lainnya terdiri dari tiga mandala, yakni utama mandala atau halaman utama, madya mandala atau halaman tengah dan nista mandala atau halaman sisi luar pura. Demikian pula, pada tembok pura atau penyengker pura terdapat paduraksa, sehingga menambah nilai estetis pura. Untuk memasuki madya mandala, para pemedek atau orang yang ingin bersembahyang ke pura Peninjoan hendaknya melewati candi bentar kecil yang berada di tembok penyengker pura. Candi bentar di pura Peninjoan nampak kecil yang tentunya berbeda ukurannya dengan candi bentar pura Kiduling Kreteg, pura Batu Madeg dan pura lainnya. Mengamati bentuk pura Peninjoan, maka dapat dinyatakan bahwa pura ini memiliki bentuk yang hampir sama dengan bentuk pura yang lainnya. Namun luas areal pura tidak seperti pura yang lainnya, pura Paninjoan dapat dikatakan sebagai pura kecil. Setelah melewati candi bentar pura yang kecil, dan berada di madyaning mandala pura, maka akan dilihat dua bangunan bale, yaitu bale Gong dan bale Pesandekan. Bentuk bale tersebut persegi panjang dengan masing-masing tiang saka berjumlah enam tiang saka. Antara madya mandala dengan utama mandala dibatasi oleh tembok penyengker. Kemudian, untuk memasuki halaman utama pura Paninjoan atau halaman utama pura, hendanya melalui candi bentar kecil, dan bentuk daripada candi bentar ini hampir sama dengan bentuk candi bentar pada umumnya.
Utama mandala pura seperti pada umumnya pura di Bali memiliki posisi di atas dari halaman madya mandala pura. Di utama mandala terdapat beberapa buah pelinggih dan bangunan bale. Pelinggih utama pura Peninjoa adalah berupa Meru yang memiliki tumpang atau tingkatan sembilan. Bentuk meru hampir sama dengan bentuk meru lainnya, yakni berbentuk menyerupai gunung dengan atap yang bertumpang- tumpang menggunakan atap yang terbuat dari ijuk. Bebaturan Meru trebuat dari batua alama tau padas dengan ornemen dan bentuk yang hampir sama dengan bentuk Meru lainnya. Selain Meru, terdapat pula beberapa pelinggih lainnya yang memiliki bentuk yang hampir sama dengan bentuk pelinggih di pura yang lainnya. Secara keseluruhan semua pura memiliki bentuk segi empat, dan secara esensial bentuk tersebut mirip dengan simbol lingga yoni. Kemudian bentuk ornamen beragam, akan tetapi secara umum adalah sama, yakni terdiri dari pepalihan kekarangan, plok, pai dan yang lainnya, yang berbentuk sedemikian rupa, sehingga bentuk dari pelinggih tersebut sangat indah. Diperhatikan secara seksama, selain berdiri kokoh pelinggih utama, di utama mandala berdiri juga beberapa bangunan bale, yakni bale Pawedan, bale Piyasan, Pengaruman dan bale lainnya.
Keterangan Denah Pura Peninjoan:
- Candi Bentar
- Bale Gong
- Bale Pesandekan
- Candi Bentar
- Bale Petajuk
- Bale Pawedan
- Bale Pyasan
- Bale Jajar
- Bale Jajar
- Bale Pelinggih
- Bale Meru Tumpang 9
- Bale Gedong Sari
- Panggungan
- Penyawangan Gunung Batur
- Penyawangan Kepada Punggul Wesi
- Penyawangan Payasan
- Peyawangan Gunung Agung
Secara keseluruhan semua bale yang berdiri di pura Peninjoan memiliki bentuk yang sama, yaitu berbentuk persegi panjang. Akan tetapi masing-masing bale memiliki tiang saka yang berbeda, dan ornamen bangunan yang sedikit berbeda. Bale piyasan berbentuk persegi pajang dengan jumlah tiang saka sebanyak delapan tiang, dan atap terbuat dari genteng. Demikian pula, bangunan bale lainnya. Secara keseluruhan, bangunan tersebut memiliki bentuk yang hampir sama, dan dilihat dari denah pura, maka akan dapat dinytakan bentuk pura secara keseluruhan berbentuk persegi empat yang sedikit memanjang, dan terbagi menjadi tiga mandala pura.