Tuhan Yang Maha-kuasa menciptakan dan menguasai seluruh ciptaanya, dasar berada dimana – mana. Dalam melihat Panca Balikrama dari pendekatan kekuatan Tuhan Mahakuasa yang berada dimana mana memancar ke seluruh penjuru mata angin, maka pada upacara Panca Balikrama memuja kekuatan Tuhan Maha Esa yang menguasai penjuru arah mata angin. Kekuatan Tuhan Yang Mahakuasa dibayangkan pertama-tama memancarkan ke empat penjuru, selanjutnya ke delapan penjuru, akhirnya ke seluruh penjuru. Pada upacara Panca Balikrama, Tuhan Yang Maha Kuasa dipuja dengan kekuatanNya yang memancar ke empat penjuru. Dalam hal ini beliau disebut sebagai Sadasiwa yang bersthana di atas Padmasana (singgasana tahta teratai), dengan empat kemahakuasaanNya disebut Cadusakti.
Dalam kitab Wrehaspati-tattwa disurat sbb :
Savyaparah Sivah Suryah caittatattvah/sapadah saguno vyapi arupatvat pracaryate //utpadako na sadhakah tat tasyanugrahaparah/virocanakaro nityah sarvajna sarvkrdvibhuh//” Sawyaparah Bhatara Sadasiwa, hana padmasana pinaka palungguhannira, aparan ikang padmasana ngaranya,sakti nira, sakti ngaranya wibhusakti, prabhusakti,jnanasakti, kriyasakti, nahan yang cadusakti.
Tuhan Yang Mahakuasa disebut sebagai Sadasiwa menyerap, membentang keempat penjuru alam semesta; adalah Padmasana sebagai singgasana Beliau; apa yang disebut padmasana (singgasana teratai) tersebut : Saktinya (Kemahakuasaannya) yang terdiri atas Wibhu-Sakti (Maha Ada), Prabhu-sakti (Maha-Kuasa), Jnana-Sakti (Maha-Tahu) dan Kriya Sakti (Maha-Pencipta). Demikian yang disebut Cadu-Sakti atau Catur-Sakti, Empat Kemaha-kuasaan Hyang Siwa.
Cadu Sakti tersebut membentang ke empat penjuru alam semesta. Secara antrophomorfis ke empat kemahakuasaan yang maha gaib itu diwujudkan sebagai empat dewa yang menjadi penguasa empat penjuru alam semesta.
Dalam kitab Wrehaspati-tattwa disuratkan juga :
… ri madhyanika ngkana ta palungguhan ri kala niran masarira, mantratma ta sira, mantra pinaka sarira nira, Isana murdha ya, Tatpurusa waktra ya, Aghora hrdaya ya, Bamadewa guhya ya, Sadyojata murti ya, Aum, nahan pinaka sarira Bhatara, bhaswasphatika warna.
Di tengah-tengah bunga padma bersthana Hyang Sadasiwa, ketika beliau mengambil suatu wujud. Beliau adalah mantra-atma, mantra sebagai wujudNya. Isana sebagai kepala, Tatpurusa sebagai wujudNya, Aum.
Ini merupakan wujud Tuhan Yang Maha kuasa, Hyang Sadasiwa, bening seperti kristal). Sadyojata, Bamadewa, Tatpurusa, Aghora, dan Isana biasa disebut Panca Brahma atau Panca Dewata, masing- masing dengan bijaaksaraNya (aksara suci) : SANG (Sa), BANG (Ba), TANG (Ta), ANG (A ), ING ( I).
Dalam konsepsi padma-bhuwana atau padma-mandala masing-masing sebagai penguasa empat penjuru mata angin , di Timur , Selatan, Barat, Utara dan pusatnya di Tengah. Penguasa penjuru Timur alam semesta (Purwa) adalah Sadyojata dengan gelar Iswara, penguasa penjuru Selatan (Daksina) adalah Bamadewa dengan gelar lain Brahma, penguasa penjuru Barat (Pascima) adalah Tatpurusa dengan gelar lain Mahadewa, penguasa penjuru Utara (Uttara) adalah Aghora dengan gelar lain , penguasa di pusat (Madhya) adalah Siwa sendiri disebut juga Isana, penguasa yang Maha – Agung.
Apa yang disebut Caturmukha-lingga dapat dipahami dalam konteks ini, yaitu lingga dengan empat muka sebagaimana ditemui dalam sejumlah patung pada awal abad masehi di India, atau banten catur mukha yang sampai saat ini sangat penting dalam upakara di Bali.
Sementara itu dalam uraiannya tentang Pancabrahma dalam bukunya Siva Mahadeva (1984), Vasudewa S. Agraval (dalam agastia) menyatakan bahwa Panca brahma adalah penguasa dari Panca Maha-bhuta dan Panca-Tanmatra, Sadyojata penguasa Pretiwi (tanah) dan gandha (bau), Bamadewa penguasa apah (air) dan rasa (rasa), Aghora penguasa teja (api) dan sparsa (cahay,warna) , Tatpurusa penguasa bayu (angin) dan rupa (rupa), Isana adalah penguasa akasa (ether) dan sabda (suara). Dengan demikian Pancabrahma juga menjadi pengendali Pancajnanendriya atau Pancabhuddidriya. Sebagaimana halnya akasa, Isana juga pengendalian srotendriya (indria pendengar), Tatpurusa pengendalian Twakindriya (indria rasa sentuhan), Aghora pengendalian cakswindriya (indria penglihatan), Bamadewa pengendalian jihwendriya (indria rasa lidah), Sadyojata adalah pengendalian ghranendriya (indria penciuman). Sebagaimana diketahui Panca Tanmatra adalah obyek pancajnanendriya, dan panca tanmatra adalah unsur dasar yang membangun panca mahabhuta.
Menjadi sangat jelas makna karya agung Panca Balikrama yang diselenggarakan adalah Pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan KekuasaanNya yang membentang ke empat penjuru alam semesta, pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang juga menjadi penguasa alam semesta (Bhuta-Iswara, Bhutapati), untuk memohon kerahayuan jagat (bhuta-hita, jagathita) adalah hakikat makna karya agung Panca Balikrama. Bersamaan dengan itu umat Hindu memperkukuh kesadarannya tentang hakikat keberadaannya di alam semesta ini, hakikat dirinya yang suci, hakikat tujuan hidupnya untuk manunggal kembali dengan Tuhan Yang Maha Suci.