Panca Bali Krama di Pura Agung Besakih


Bagi umat Hindu di Bali, pelaksanaan suatu upacara merupakan pengejawantahan prinsip-prinsip beragama Hindu, sebagai aplikasi dari pelaksanaan tiga (3) kerangka dasar agama Hindu yang terdiri dari : Tattwa, Etika dan Upacara. Pelaksanaan upacara sudah barang tentu dilandasi tattwa dan etika, sehingga dengan pelaksanaan upacara mencerminkan sebuah kehidupan beragama Hindu di Bali. Oleh sebab itu, sering dapat dilihat saban hari ada upacara yadnya dilaksanakan di Bali sebagai ciri khas masyarakat Bali.

Panca Balikrama adalah suatu upacara yadnya yang dilaksanakan di Pura Besakih, merupakan salah satu yadnya yang tergolong dalam kelompok Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya yang diselenggarakan secara tetap dalam kurun waktu setiap 10 tahun sekali, di Bancingah Agung Pura Agung Besakih. Esisiensi Panca Balikrama adalah persembahan kepada Tuhan dengan manifestasi sebagai Dewa dan Bhutakala yang menguasai arah penjuru mata angin, untuk memohon anugerah penyucian Alam Semesta (Bhuwana Agung) dan diri manusia (Bhuwana Alit) sekaligus memohon agar diberkati kerahayuan, kedamaian serta keharmonisan jagad raya beserta segala isinya (Sarwaprani).

Panca Balikrama kembali dilaksanakan bertepatan pada tilem caitra (bulan kesembilan ) dan sehari sebelum Hari Raya Nyepi, dimana pada tahun saka yang berakhir dengan ‘0’ (rah windu) atau atau windu turas seperti petunjuk lontar Ngekadasa Rudra sebagai pegangan dalam menyeleggarakan upacara tersebut. Upacara ini dilaksanakan dengan maksud dan tujuan adalah menegakan nilai-nilai kesucian dan membangun kaharmonisan jagat yang disebut jagathita, bhuta hita,sarwa prani hita.

Tempat dilksanakan panca Balikrama yaitu di Bencingah Agung Pura Besakih di Desa Besakih, Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem Provinsi Bali. Ketika tahun saka berakhir dengan ‘O’, biasanya terjadi perobahan struktur yang membentuk alam ini, dengan gejala-gejala alam seperti ditandai dengan adanya gempa, hujan deras dan banjir, kekacauan, huru hara dan tanda tanda buruk lainnya. Gejala ini disikapi oleh masyarakat Hindu sebagai pertanda buruk yang berpengaruh pada kehidupan di Bhuwana agung dan bhuwana alit.

dikatakan dalam Panca Balikrama, 5 (Lima) unsur Bhuta sebagai perwujudan dari Acetana mendapat perhatian penting dalam pemikiran Hindu. Alam semesta (Bhuwana Agung) dan juga diri manusia (Bhuwana Alit) dibentuk oleh lima unsur yang disebut Panca Mahabhuta, terdiri atas Pratiwi (unsur tanah), apah (unsur air), teja ( unsur api), bayu (unsur angin), dan akasa (ether). Semua unsur tersebut berstruktur,  bersistem  dan harmoni.

Bila dilihat dari unsur yang melaksanakan upacara (muput) Panca Balikrama terdiri atas Tri Sadhaka, seperti Pedanda Siwa, Bodha, Waisnawa, Bujangga dan Sengghu, ini mencerminkan penyatuan ajaran Siwa- Buddha.


Sumber
Dr. W. Kandi Wijaya

Panca Bali Krama Besakih



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga