Chanakya Niti Sastra – Ilmu Politik, Kepemimpinan dan Moralitas


CATUR VARNA DALAM NITI SASTRA

Pandangan tentang Catur Varna di masyarakat masih belum sepenuhnya dipahami. Masih banyak yang mengatakan Varna dengan Kasta memiliki kesamaan. Titik lemah yang menghitami agama Hindu adalah penyimpangan pengertian Varna yang sebenarnya menurut kitab suci Veda, menjadi kasta (berasal dari bahasa Portugis) yang berarti keturunan. Sabda suci tuhan menegaskan bahwa setiap profesi memiliki kedudukan dan tugas yang sama dan mulia (titib, 1996:388). Sesungguhnya kedudukan Kasta dengan Varna adalah berbeda. Istilah Kasta dibuat oleh bangsa Portugis ketika menjajah Bali.

Mereka membuat istitah Kasta untuk memecah belah masyarakat yang ada di Bali. Dikatakan pada zaman dahulu apabila yang memiliki kasta rendah tidak boleh mempelajari kitab suci, apabila mempelajari kitab suci telinganya akan di bor. Yang boleh membaca kitab suci adalah hanya mereka yang msmiliki kasta Brahmana dan Ksatria. . Politik pecah belah ini digunakan untuk memecah belah Bali sehingga bisa dikuasai. Tujuan dari politik pecah belah yang mengatakan bahwa orang yang Sudra tidak boleh membaca kitab suci adalah agar kaum Sudra menjadi bodoh, selain itu juga mereka dengan mudah mengambil sastra atau lontar-lontar yang ada di Bali lalu dibawa ke Negara mereka. Ini dibuktikan dengan sedikitnya penemuan tentang lontar-lontar yang ada di Bali, sebagian besar Lontar-lontar kita berada di Belanda tepatnya di Leaden. Sekarang berbalik, orang yang ingin mempelajari Sastra Bali yaitu sastra miliki kita sendiri harus pergi ke Negara mereka.

Sedangkan Varna memang diatur dalam kitab suci agama Hindu. Dalam kitab suci agama hindu dikenal dengan istilah Catur Varna atau empat golongan. Dalam Catur Varna, kata Varna berarti sifat dan bakat kelahirannya dalam mengabdi pada masyarakat berdasarkan kecintaan yang menimbulkan kegairahan keija (Sudharta dan Atmaja, 2001:49). Jadi Varna memiliki arti empat golongan kerja berdasarkan profesinya di Masyarakat. Adapun keempat golongan tersebut adalah: Brahmana, Ksatriya, Waisya, dan Sudra, keempat golongan Varna adalah memiliki kedudukan yang sama di mala Tuhan, karena semua itu adalah ciptaan- Nya.

Catur-varnyam maya srstam Gwa-karma-vibhagasah, Tasya kartaram api mam Viddby akartaram avyayam.

Bhagawadgita, IV.13

Terjemahan:

Caturvarna (empat tatanan masyarakat) adalah ciptaan-Ku. Menurut pembagian kualitas dan kerja; tetapi ketahuilah bahwa walaupun Aku penciptanya, Aku tak berbuat dan merubah diri-Ku.

Rucam no dhehi brahmanesu, Rucam rajasu nas krdhi.

Rucam visyesu sudresu Mayi dhehi ruca rucam

Yajurveda XVIII.48

Terjemahan:

Ya Tuhan Yang Maha Esa, bersedialah memberikan kemuliaan pada para Brahmana, para Ksatriya, para Vaisya, dan para Sudra. Semoga engkau melimpahkan kecemerlangan yang tidak habis-habisnya kepada kami.

Pada sloka diatas dikatakan bahwa semua bersumber pada-Nya dan Beliaulah penciptanya. Sehingga semua manusia sama, yang membedakannya adalah Kharma yang dilakukan. Walau semua manusia sama, tetapi Beliau tidak pernah merubah ciptaannya. Dalam artian semua yang didapat bcrdasarkan Kharma Wasana nya masing-masing.

a. Brahmana

Brahmana ialah golongan karya yang setiap orangnya memiliki ilmu pengetahuan suci dan niempunyai bakat kelahiran untuk mensejahterakan masyarakat, Negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu pengetahnannya dan dapat memimpin upacara keagamaan. Beliau yang bisa disebut sebagai Brahmana tidak hanya yang memiliki profesi sebagai Pandita (Purohita), melainkan sastrawan yang memiliki keahlian Veda juga bisa disebut Brahmana.    Seperti    yang   terkandung    dalam    Manawa    Dharmasastra    1.96 menyebutkan :

Ehutanam paninah sresthah praninam bhddhijiwinam Buddhihmafitu narah srestha narestu Brahmana smrtih

Artinya:

Diantara ciptaanNya, mahkluk hidup yang paling tinggi. Diantara mahkluk hidup yang punya pikiran adalah yang paling tinggi. Diantara yang punya pikiran manusialah yang paling tinggi. Diantara manusia Brahmanalah yang paling tinggi.

Brahmanestu ca widwamco widwamco widwastu krta buddhayah, krtsbuddhistu kartarah kartrsu bhrahmawedinah

Manawa Dharmasastra 1.97

Artinya :

Diantara para Brahmana, yang ahli Weda adalah yang tertinggi. Diantara yang ahli Weda, yang mengetahui makna dan cara-cara melaksanakan tugas yang tertinggi, Diantara yang mengetahui makna dan cara melaksanakan tugas yang telah ditentukan, yang melaksanakan adalah yang tertinggi. Diantara yang melaksanakan upacara, yang mengetahui Brahman adalah yang tertinggi.

Seorang Brahmana atau Purohita memiliki tugas yang utama karena memiliki fungsi sebagai penyelenggara upacara-upacara keagamaan, selain itu juga sebagai penghubung diri dengan Tuhan. Melalui upacara dan keyakinan serta Brahmana sebagai perantara manusia menghubungkan diri denga Tuhan. Seperti tertera pada sloka dibawah ini.

Dhanya dvijamayi nauka Viprarila bhavarnave Tarantyadhogatah sarve Uparisthah patantyadhah

Canakya Niti Sastra, XV.13

Terjemahan:

Sebuah perahu dalam bentuk Brahmana amatlah terpuji, perahu ini menyebrangi lautan kelahiran dan kematian dengan terbalik. Dia yang tinggal diatasnya akan selamat, tetapi yang tinggal dibawahnya akan jatuh tenggelam.

Makna sloka diatas bahwa seorang Brahmana sebagai perahu (perantara) bagi manusia ketika ingin menghubungkan diri dengan Tuhan. Brahmana bisa melakukan itu karena beliau sudah melalui proses upacara Diksa atau Dwijati. Tanggungjawab ini sangatlah berat untuk dilakukan dan tak ternilai dengan materi. Sungguh mulia apa yang dilakukan oleh Brahmana, sehingga sebagai welaka hendaknya menghormati dan melayani serta mengikuti perintah seorang Brahmana. Apabila seseorang tidak mengindahkan perintah seorang Brahmana maka ia akan terjatuh dalam penderitaan, begitu juga sebaliknya ketika ia menghormati serta melayani Brahmana maka ia akan mendapat kebahagiaan. Karena Brahmana adalah seorang Guru yang patut kita hormat dan ikuti perintahnya.

Gururagnir dvijatinam Varnanam brahmano guruh Patireva guruh strinam Sarvasyabhyagato guruh

Canakya Niti Sastra, V.1

Terjemehan:

Dewa Agni adalah guru bagi para Dwijati, Brahmana adalah Guru bagi Ksatriya, Vaisya, dan Sudra, guru bagi seorang istri adalah suami, dan seorang tamu adalah guru bagi semuanya.

Pada sloka diatas dikatakan bahwa seorang Brahmana merupakan guru serta menjadi panutan bagi Ksatriya, Vaisya, dan Sudra, Seorang Brahmanapan harus bersikap, berkata, dan berbuat sesuai dengan ajaran kitab suci. Jangan sampai seorang Brahmana dilecehkan karena perbuatan yang kurang terpuji. Perbuatan yang dilakukan harus sesuai dengan Sesana Kepanditaan, agar seorang Brahmana tetap menjadi Guru, Panutan serta sanjungan bagi Sisyanya. Dalam kitab Manawa Dharmasastra, IV. 4,5 dan 6, dijelaskan bagaimana seorang Brahmana boleh mencari penghidupan dengan lima cara:

  1. Ria adalah dengan tumbuh-tumbuhan yang sudah matang, atau padi yang sudah menguning bisa dijadikan sumber penghidupan bagi Brahmana. Rta juga berarti hukum
  2. Amrta adalah segala yang diberikan tanpa diminta
  3. Mrta dimaksudkan ialah makanan yang didapat dari hasil
  4. Pramrta adalah hasil pertanian
  5. Satya Nrta adalah perdangan dan pinjam meminjam uang, dengan cara ini pun boleh untuk memperoleh

Dari kelima cara diatas dibolehkan seorang Brahmana untuk memperoleh penghidupan, asalkan tetap sesuai dengan etika dan moral yang sesuai dengan kitab suci. Yang tidak diperbolehkan adalah mencari penghidupan dengan Cwawrti atau perbudakan.

Cwawrti sangatlah hina apabila dilakukan oleh seorang Brahmana menurut sastra. Ketentuan tentang Sesana Pandita juga sudah tertera dalam Lontar Rsi Sesana dan Siwa Sesana. Akan tetapi berdasarkan kesatuan tafsir Parisada Hindu Dharma Indonesia disepakati bahwa seorang Brahmana tidak boleh berjual beli dan mengendarai kendaraan sendiri. Keputusan ini berdasarkan disahkan berdasarkan beberapa pertimbangan yang manusiawi.

Diantaranya Pandita dilarang berjual beli karena dalam jual beli lebih identik dengan kebohongan untuk mencari keuntungan, sehingga jual beli dilarang untuk Pandita. Seorang Pandita dilarang mengendarai kendaraan sendiri karena takut terjadi kecelakaan dijalan, dan apa jadinya jika seorang Pandita harus berurusan dengan Polisi?.


Sumber :

Drs. I Wayan Darna, M.Pd.



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga