Chanakya Niti Sastra – Ilmu Politik, Kepemimpinan dan Moralitas


Chanakya Niti Sastra secara umum dikenal sebagai ilmu politik dan kepemimpinan. Akan tetapi sesungguhnya ajaran Niti Sastra tidak hanya mengajarkan ilmu politik dan kepemimpinan, melainkan juga mengajarkan bagaimana cara membangun masyarakat yang sejahtera. Kata Niti Sastra memang sudah tidak asing lagi di kalangan tokoh terpelajar, akan tetapi bagi masyarakat yang awam masih terasa asing dengan kata ini. Pada masyarakat yang beragama Hindu di Bali lebih mengenal dengan istilah Kakawin Niti Sastra. Kakawin adalah salah satu karya sastra yang berbahasa Jawa Kuna berupa puisi. Kakawin memiliki aturan tersendiri yang mengikatnya yaitu berupa guru laghu. Guru berarti panjang (berat), laghu berarti (ringan). Biasanya dalam Kakawin dilambangkan yaitu guru dengan lambang (-) dan laghu dengan lambang (0). Kakawin Niti Sastra berisikan tentang ilmu kepemimpinan yang bisa digunakan dan diterapkan dalam ketatanegaraan juga bisa kita terapkan dalam kehidupan di masyarakat, dan dalam pendidikan. Kakawin Niti Sastra digubah pada akhir zaman majapahit, Kakawin ini merupakan kumpulan bait didaktis dan tidak bersifat naratif (surada, 2012:127).

Banyak tokoh yang mengatakan bahwa Niti Sastra adalah ajaran tentang ilmu politik, dan tidak sedikit juga yang berpandangan bahwa Niti Sastra berarti ilmu Kepemimpinan. berikut pandangan para ahli mengenai ajaran Niti Sastra: Anandakusuma (1986) dalam kamus bahasa Balinya mengatakan bahwa Niti berarti undang-undang yang mengatur negeri sedangkan sastra berarti pelajaran agama atau pelajaran dharma. Menurut Athur Antoni Macdonell mengatakan bahwa Niti Sastra berasal dari kata Niti dan Sastra. Niti dalam bahasa sanskerta berarli kebijaksanaan duniawi (Worldly Wisdom) atau juga berarti “etika sosial politik” Niti juga berarti menuntun. Sedangkan Sastra diartikan doa juga berarti pujaan (praise). Dalam kamus jawa kuna susunan Mardi Warsito, Niti berarti kelakuan, pedoman hidup, kesopanan siasat negara (kebijakan) politik, ilmu tata negara, Sedangkan sastra berarti kitab pelajaran atau ilmu pengetahuan.

Menurut Dr. Rajendra Misrhra pengetahuan Niti Sastra adalah didactic poem atau Upadesa Kavya, yaitu karya sastra yang bersifat mendidik. Dari asal katanya yaitu “ni” dan “ktin”, yang artinya “to lead” yang berarti memimpin, membimbing, mengajarkan norma-norma bagaimana berprilaku. Beliau berpandangan bahwa Niti Sastra bukanlah ilmu politik dan harus dibedakaii dengan Rajaniti. Rajaniti adalah ilmu politik, ilmu pemerintahan (Darmayasa, 1995).

Dari sekian banyak pandangan mengenai Niti Sastra dapat disimpulkan bahwa Niti Sastra berarti ilmu pengetahuan tentang moralitas yang mengajarkan tentang bagaimana mendidik, membimbing, memimpin, bertingkahlaku serta menjalani kehidupan berdasarkah Dharma atau kebenaran.

Banyak para tokoh yang mengatakan bahwa Artha Sastra, Niti Sastra, Raja Dharma, Raja Niti, dan Dhanda Niti itu udalah sama. dan mengatakan bahwa ajaran ini hanya beda nama dan penyebutan saja.

  1. Artha Sastra memiliki arti ilmu pengetahuan yang mengatur tentang kesejahteraan dalam kehidupan disuatu
  2. Raja Dharma memiliki arti ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang menguraikan kewajiban-kewajiban pemerintah atau
  3. Raja Niti memiliki arti ilmu pengetahuan yang lebih menekankan kepada ilmu kepemimpinan atau bagaimana cara
  4. Dhanda Niti memiliki arti tentang pengaturan atau hukum-hukum yang mengatur dalam kehidupan bennasyarakat.

Sedangkan Niti Sastra sendiri memiliki arti ilmu pengetahuan tentang moralitas yang mengajarkan tentang bagaimana mendidik, membimbing, memimpin, bertingkahlaku serta menjalani kehidupan berdasarkah Dharma atau

Dari pengertian diatas sudah dapat dipetik bagaimana dubungan kitab-kitab tersebut dengan kitab Niti Sastra. Dan secara umum Niti Sastra lebih menekankan pada ajaran moralitas dan ilmu bangun masyarakat yang sejahtera. Dikatakan pula Artha Sastra ini sama dengan Arthaveda yaitu Upaveda dari kitab Atharvaveda. Upaveda sendiri berarti penjelasan yang lebih terperinci mengenai kitab Veda. Masing-masing dari kitab Catur Veda memiliki kitab Upaveda. Kitab Upaveda dari Rgveda adalah Ayurveda, kitab Upvveda dari Yajurveda adalah Dhanurveda, kitab Upaveda dari Samaveda adalah Gandharvaveda, sedangkan kitab Upaveda dari Atharvaveda adalah Arthaveda.

  1. Ayurveda yang merupakan Upaveda dari Rgveda ini berisikan tentang bahan obat-obatan yang menjadi objek ilmu kedokteran yang digunakan agar dapat mencapai umur yang
  2. Dhanurveda yang merupakan Upaveda dari Yajurveda ini berisikan tentang 4 bab. Bab pertaraa berisikan tentang ilmu perpanahan, bab kedua berisikan tentang peluru kendali (astro), bab ketiga ilmu penggunaan berbagai senjata dan bab keempat tentang ilmu persenjataan di medan perang
  3. Gandharvaveda yang merupakan Upaveda dari Samaveda ini berisikan tentang pengetahuan samagana (pengetahuan untuk melagukan mantram Samaveda) dan seni music pada umumnya. Pengetahuan ini bertujuan untuk menuangkan rasa bhakti kepada tuhan yang maha
  4. Arthaveda yang merupakan Upaveda dari Atharvaveda yang berisikan tentang ilmu pemerintahan, ilmu ekonomi pertanian, ilmu sosial dan sebagainya. Arthaveda ini juga disebut dengan Arthasastra karena memiliki makna untuk mencapai masyarakat

** Istilah Upaveda diartikan sebagai Veda yang lebih kecil dan merupakan kelompok yang kedua dari Vedangga. Upa berarti dekat atau sekitar dan Veda artinya pengetahuan. Dengan demikian Upaveda berarti sekitar hal-hal yang bersumber dari Veda. Tujuan penulisan Upaveda karena adanya menyangkut aspek pengkhususan untuk bidang tertentu. Jadi sama dengan Vedangga namun pembahasannya lebih mengkhusus, Upaveda menjelaskan aspek pengetahuan atau hal-hal yang terdapat di dalam Veda dan memfokuskan pada bidang itu saja sehingga dengan demikian kita memiliki pengetahuan dan pengarahan mengenai pengrtahuan dan peruntukan ilmu pengetahuan yang dimaksud.

Ajaran Arthasastra merupakan ajaran dari kitab suci Veda yang bertujuan mencapai kesejahteraan. Banyak pertanyaan yang muncul kenapa harus ada Upaveda kalau sudali ada Calnr Veda? Petanyaan itu sering muncul dikalangan masyarakat awam yang menganggap agama hindu memiliki Umyak kitab suci. Sesungguhnya kita hanya memiliki satu kitab suci yaitu Veda. Akan tetapi orang biasa tidak bisa ineinpelajari Veda secara utuh. Dalam Nirukta dikatakan baliwa ada tiga kelompok mantra-mantra dalam kitab suci Vi-da berdasarkan tingkat kesukarannya. Ketiga kelompok Icrsebut adalah:

  1. Patroksa adalah mantra-mantra yang paling susah karena mantra-mantra ini hanya bisa di pahami melalui wahyu atau sabda. Hanya para Rsi yang mendapatkan sabda-Iah yang bisa mencapai kesempurnaan mantra
  2. Adhyatmika adalah jenis mantra yang hanya bisa dijangkau oleh orang suci atau orang yang sudah melakukan proses penyucianlah yang bisa mencapai kesempurnaan mantra ini. dan
  3. Prdktyaksa adalah jenis mantra yang bisa dipelajari oleh orang yang memiliki ilmu pengetahuan serta ketajaman pikiran

Diantara ketiga mantra ini Praktyaksa lah yang paling mudah untuk dijangkau pengertiannya. Meski demikian hendaknya seseorang tidak sembarangan mempelajan mantra-mantra tersebut. Bagi Welaka boleh membaca atau melafalkan mantra asalkan ada batasanya. Do’a atau mantra yang boleh dilafalkan bagi Welaka adalah Nitya Karma Puja. Nilya Karma Puja adalah tuntunan dalam melaksanakan persembahyangan sehari-hari dan do’a tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan manusia hidup atau menyangkut orang yang lebih meninggal dunia.


Sumber :

Drs. I Wayan Darna, M.Pd.



Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

Baca Juga