- 1Weda - Kitab Suci Agama Hindu
- 1.1Bahasa Veda (Weda)
- 1.2Isi Weda
- 2Jaman / Sejarah Turunnya Veda (Weda)
- 2.1Penduduk India pada zaman Kuno
- 2.2Berbagai Peninggalan India dari Zaman Kuno
- 2.3Waktu Turunnya Wahyu Weda
- 2.3.11. Ric (Reg / Rg) Veda
- 2.3.22. Sama Veda
- 2.3.33. Yajur Veda
- 2.3.44. Atharwa Veda
- 2.4Keagamaan Pada Zaman Turunnya Veda
- 2.1Jaman Kaum Brahmana
- 2.1Pendidikan dan Kebudayaan di Jaman Weda
- 3Zaman Aranyaka Dan Zaman Upanisad
- 3.11. Dharma
- 3.22. Artha
- 3.33.Kama
- 3.44. Moksha
- 3.5Ajaran dan Pandangan Tentang Atman - Brahman
- 3.5.11. Pandangan Secara Vedanta
- 3.5.22. Pandangan Secara Visista-Dwaita
- 3.5.33. Pandangan Secara Yoga
- 3.5.44. Pandangan Secara Samkya
- 4Kebudayaan Zaman Hinduisme
- 5Bagian–Bagian Kitab Suci Veda (Weda)
- 5.11. SRUTI
- 5.1.11.1. Rg. Weda Samhita
- 5.1.21.2. Sama Weda Samhita
- 5.1.31.3. Yajur Weda Samhita
- 5.1.3.1Sukla Yajur Veda (Putih)
- 5.1.3.2Kresna Yajur Veda (Hitam)
- 5.1.41.4. Atharwa Weda Samhita
- 5.12. SMRTI
- 5.1.12.1. Wedangga
- 5.1.1.12.1.1. Siksa (Phonetika)
- 5.1.1.22.1.2. Wyakarana (Tata Bahasa)
- 5.1.1.32.2.3. Chanda (Lagu)
- 5.1.1.42.2.4. Nirukta
- 5.1.1.52.2.4. Jyotisa (Astronomi)
- 5.1.1.62.2.5. Kalpa
- 5.1.12.2. Upaweda
- 5.1.1.12.2.1. Itihasa
- 5.1.1.22.2.2. Purana
- 5.1.1.32.2.3. Arthasastra
- 5.1.1.42.2.4. Ayur Weda
- 5.1.1.52.2.5. Gandharwa Weda
- 5.1.1.62.2.6. Kama Sastra
- 5.1.1.72.2.7. Kitab Agama
- 6Fitur dan Rincian Singkat Catur Veda (Weda)
- 6.1.1Fitur Rig veda
- 6.1.2Fitur Sama veda
- 6.1.3Fitur Yajur veda
- 6.1.4Fitur Atharva veda
- 7Sapta Maha Rsi Penerima Wahyu Weda
- 7.11. GRTSAMADA
- 7.22. WISWAMITRA
- 7.33. WAMADEWA
- 7.44. ATRI
- 7.55. BHARADWAJA
- 7.66. WASISTA
- 7.77. KANWA
- 8Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu
- 8.1Manawa Dharmasastra
- 8.2Sejarah Perkembangan Hukum Hindu
- 8.1Hubungan Catur weda dengan Hukum Hindu
- 9Enam Filsafat Hindu (Sad Darśana)
- 9.11. Nyaya Darsana
- 9.1.11.1. Pokok-pokok Ajaran Nyaya
- 9.1.21.2. Epistemologi Nyaya
- 9.1.31.3. Catur pramana
- 9.1.3.11.3.1. Pratyakasa Pramana
- 9.1.3.21.3.2. Anumana Pramana
- 9.1.3.31.3.3. Upamana Pramana
- 9.1.3.41.3.4. Sabdha Pramana
- 9.12. Waisesika Darsana
- 9.1.12.1. Pokok ajaran Waisasika
- 9.1.22.2. Padartha
- 9.1.2.12.2.1. Drawya (Substansi)
- 9.1.2.22.2.2. Guna (Kualitas)
- 9.1.2.32.2.3. Karma (TinDakan)
- 9.1.2.42.2.4. Samanya (Sifat umum)
- 9.1.2.52.2.5. Wisesa (Keistimewaan)
- 9.1.2.62.2.6 Samawaya (Pelekatan)
- 9.1.2.72.2.7. Abhawa (Ketidakadaan)
- 9.1.32.3. Cara Mendapatkan Pengetahuan Menurut Waisasika
- 9.1.42.4. Terjadinya Alam Semesta menurut Waisasika
- 9.1.52.5. Etika dalam Waisasika
- 9.13. Samkhya Darsana
- 9.1.13.1. Pemahaman Samkhya
- 9.1.23.2. Pokok Ajaran Samkhya
- 9.1.2.13.2.1. Purusa
- 9.1.2.23.2.2. Prakerti
- 9.1.2.33.2.3. Tri Guna
- 9.1.2.43.2.4. Penciptaan alam semesta
- 9.1.2.53.2.5. Etika Samkhya
- 9.1.33.3. Tujuan Akhir Ajaran Samkhya
- 9.14. Yoga Darsana
- 9.1.14.1. Pandangan Yoga Darsana
- 9.1.1.14.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.24.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.34.1.3. Maya
- 9.1.1.44.1.4. Moksa
- 9.1.24.2. Pokok Ajaran Yoga Darsana
- 9.1.34.3. Epistimologi Yoga Darsana
- 9.15. Mimamsa Darsana
- 9.1.15.1. Pandangan Purva Mimamsa
- 9.1.1.15.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.25.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.35.1.3. Maya
- 9.1.1.45.1.4. Moksa
- 9.1.25.2. Pokok Ajaran Mimamsa Darsana
- 9.1.35.3. Metafisika Mimamsa Darsana
- 9.1.45.4. Epistimologi Purva Mimamsa
- 9.1.4.15.4.1. Pratyaksa
- 9.1.4.25.4.2. Anumana
- 9.1.4.35.4.3. Sabda
- 9.1.4.45.4.4. Upamana
- 9.1.4.55.4.5. Arthapatti
- 9.1.4.65.4.6. Anupalabdi
- 9.1.55.5. Aksiologi Purva Mimamsa
- 9.1.5.15.5.1. Kedudukan Weda di dalam Agama
- 9.1.5.25.5.2. Kewajiban yang Mendasar
- 9.1.5.35.5.3. Kebaikan yang Tertinggi
- 9.16. Wedanta Darsana
- 9.1.16.1. Pokok Wedanta - Brahma Sutra
- 10Tentang Upanishad
- 10.1.1Apa itu Upanishad ?
- 10.1.1.1Apa itu pengetahuan
- 10.1.1.2Kesalahpahaman Tentang Upanishad
- 10.1.2Tema Sentral dari Upanishad
- 10.1.1Apakah Upanishad Lebih Baik Dari Psikologi Modern ?
- 11Konsep Keberadaan Diri (Atman) Dalam Agama Hindu
- 11.11. Mengetahui Diri sejati
- 11.22. Apakah Jiwa, Atman dan Diri Sama ?
- 11.2.12.1. Jiwa dan diri sendiri
- 11.2.22.2. Diri Individu dan Diri tertinggi
- 11.2.32.3. Berbagai jenis diri
- 11.13. Kesadaran Murni
- 11.24. Spiritualitas dan Transformasi Diri
- 11.15. Mengapa Brahman tidak disembah Langsung Melalui Ritual Hindu
- 11.1.15.1. Alasan Brahman tidak disembah secara ritual
- 11.1.25.3. Pemujaan Dewa - Dewi dalam Weda
- 11.1.2.15.3.1. Dewa dalam makrokosmos dan mikrokosmos
- 11.1.2.25.3.2. Mengapa para dewa disembah
- 11.1.2.35.3.3. Jumlah dewa-Dewi Hindu
- 12Konsep Pembebasan (Moksha atau Nirvana) Dalam Hindu
- 12.1.1Pembebasan fisik
- 12.1.2Pembebasan mental
- 12.1.3Pembebasan rohani
- 13Keanekaragaman dan Pluralitas Agama Hindu
- 13.11. Pluralitas Hinduisme
- 13.1.11.1. Satu Tuhan dan Tidak Ada Tuhan
- 13.1.21.2. Satu Tuhan dan banyak dewa
- 13.1.31.3. ritual, seremonial dan praktik spiritual
- 13.1.41.4. Penyembahan Melalui Wujud dan Tanpa Wujud
- 13.1.51.5. Banyak jalan Menuju pembebasan
- 13.1.61.6. Iswara dan Shakti
- 13.1.71.7. Purusha dan Prakriti
- 13.1.81.8. Dualisme dan Non-dualisme
- 13.22. kontradiksi dalam Hinduisme
- 14Catur Ashrama - Empat Tahapan untuk Pembebasan
- 14.1empat Tahap dalam Hidup
- 14.1.11. Brahmacarya
- 14.1.22. Grihasta Ashrama
- 14.1.33. Vanaprastha Ashrama
- 14.1.44. Sanyasa Ashrama
- 15Konsep Karma dan Kewajiban dalam Hindu
- 15.11. Jenis-jenis karma
- 15.22. Sebab dan akibat - Nasib dan karma
- 15.33. Solusi Pembebasan Untuk Masalah Karma
- 15.3.13.1. Jnana yoga
- 15.3.23.2. Karma yoga
- 15.3.33.3. Raja Yoga
- 15.3.43.4. Bhakti yoga
- 15.44. kesalahpahaman tentang karma
- 15.4.4.14.1. Karma bukanlah takdir
- 15.4.4.24.2. Dewa dan Karma
- 15.4.4.34.3. Karma bukan hanya tindakan fisik
- 15.4.4.44.4. Karma bukan tentang berbuat baik atau buruk
- 15.4.4.54.5. Karma tidak tercatat di surga atau neraka
- 16Ilmu Politik Agama Hindu dalam Veda (Weda)
- 16.11. Canakya dan Arthasastra
- 16.22. Ajaran Politik Negara dalam Arthasastra
- 16.2.12.1. Teori Saptanga
- 16.2.22.2. Teori Mandala
- 16.2.32.3. Teori Sadgunya - Enam Kebijakan Luar Negeri
- 16.13. Asta Brata - Wujud Ideal Praktik Teologi Politik
- 17Pengukuran dalam Matematika Weda
- 17.1Satuan Ukuran
- 17.1.3.1A. Satuan turunan
- 17.1.3.2B. Satuan waktu
- 17.1.3.3C. Ukuran Panjang
- 17.1.3.4D. Ukuran Empat Persegi
- 17.1.3.5E. Ukuran Untuk Daya Muat/Isi
- 17.1.3.6F. Timbangan
- 17.1.3.7G. Ukuran Waktu
- 17.1Yuga dan Siklus Tahun Kosmik
- 17.1.3.1A. Chatur yuga
- 17.1.3.2B. Alam Semesta dan Seterusnya
- 18Link Referensi Tentang Weda
Jaman / Sejarah Turunnya Veda (Weda)
Untuk mengenal perkembangan dari agama itu secara tepat dan baik, maka kita harus berusaha mendekati perkembangan sejarah dari Tanah India, yang dimulai dari zaman pra-sejarah sampai zaman-zaman berikutnya. Penyelidikan kita meliputi beberapa aspek, antara lain : penduduk, bahasa yang dipergunakan oleh penduduk tersebut serta aspek lain yang meliputi peninggalannya yang dapat kita lihat sampai sekarang ini serta beberapa keyakinan yang timbul sejak mula sampai saat ini.
Penduduk India pada zaman Kuno
Berdasarkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh para ahli sejarah purbakala akhirnya dapatlah dikatakan, bahwa :
- Penduduk Asli, yang menempati India telah ada sejak zaman kuno itu adalah mendiami dataran tinggi Dekan. Jumlah mereka tidaklah begitu banyak. Penghidupannya dengan cara berburu dan bercocok tanam secara sederhana dan berpindah-pindah (nomaden). Peralatan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, adalah : panah, tombak, lembing, kampak dan lain-lain. Jadi dengan demikian bahwa pada zaman itu sudah dikenal oleh orang, ialah barang-barang dari logam. Adapun bentuk tubuh penduduk asli tersebut ialah; hampir sama dengan bangsa Negroid di Birma (Myanmar, red.), atau Semang di Malaysia atau Negrito di Philippina, badannya pendek, kulit hitam, hidung pipih dan rambut kriting kecil-kecil.
- Bangsa Dravida, ± pada tahun 3250 S.M. datanglah bangsa lain ke India yang berasal dari Asia tengah (Baltis/Baltik), dimana bangsa ini disebut sebagai bangsa Dravida. Mereka datang dan menempati lembah di sepanjang Sungai Sindhu. Bentuk bangsa ini adalah : badannya kecil tetapi lebih tinggi daripada penduduk asli, kulit hitam hidungnya pasak dan rambut keriting besar-besar. Penghidupan mereka adalah bercocok tanam secara menetap, disamping berburu binatang dengan memakai alat yang lebih maju daripada penduduk asli. Segera setelah menetap dilembah tersebut mereka membuat rumah-rumah dari batu-batu dengan bentuk seperti benteng-benteng. Bentuk rumah itu disebut sebagai rumah pur. (Jadi istilah “pura” artinya sekarang ialah berasal dari rumah pur tersebut).
- Bangsa Arya, ± pada tahun 1750 S.M. datang lagi bangsa baru ke India yang berasal dari Asia Tengah dan juga mendiami Tanah India. Dari asal-usulnya, bangsa ini telah berpindah ke daerah-daerah seperti: Iran, Mesopotamia juga ke Eropaa Selatan. Adapun yang berpindah ke Iran maka sebagian telah berpindah ke India. Bangsa ini menyebut dirinya sebagai Bangsa Arya, yang mempunyai bentuk badan sebagai berikut : tubuhnya tinggi besar, kulit putih, rambut pirang dan bermata biru serta hidungnya mancung. Kedatangan bangsa Arya ini ke India dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu :
-
- Yang datang dan masuk di daerah Punjab (= 5 sungai). Tahap pertama mereka masuk India dengan melewati hulu sungai Sindhu dan menetap di dataran subur sepanjang sungai itu yang terkenal dengan sebutan daerah Panja atau aliran 5 sungai. Kedatangan bangsa Arya itu disambut dengan peperangan oleh bangsa Dravida yang telah lebih dulu datang di lembah sungai itu. Karena bangsa Arya itu persenjataannya lebih maju dari bangsa Dravida, juga badan dari Arya ini lebih kuat dari Dravida, maka bangsa Dravida akhirnya dapat dikalahkan oleh bangsa Arya. Bangsa Dravida yang telah dapat dikalahkan oleh bangsa Arya dijadikan budak. Budak itu disebutnya sebagai Dasyu. (Dasa adalah sebutan budak laki-laki; dasi adalah budak perempuan).
-
- Yang datang dan masuk di daerah Do’ab (= 2 sungai). Tahapan yang kedua mereka masuk ke India dengan melewai lembah sungai Gangga dan lembah sungai yamuna serta menetap di antara kedua aliran sungai itu. Daerah di antara kedua aliran sungai itu dikenal sebagai daerah Do’ab. Kedatangan mereka di daerah Do’ab itu tidak lagi disambut dengan peperangan oleh bangsa Dravida, malahan di antara bangsa Arya telah dilakukan hubungan persahabatan dengan bangsa Dravida yaitu dengan cara melakukan interaksi melalui perkawinan, dan sebagainya.
Dalam perkembangan selanjutnya dikatakan bahwa bangsa Arya itulah yang di kemudian hari telah menerima wahyu dari Tuhan. Wahyu tersebut berisi suatu ajaran dan peraturan dan pengikut yang mempelajari serta melaksanakan apa yang dikehendaki oleh adanya wahyu itu disebut sebagai pengikut Agama Brahman. Dan kemudian Agama Brahman ini dikenal dengan Agama Hindu. Adapun yang menyebarkan Agama Hindu itu sampai masuk ke Indonesia maka menurut cerita kuno diyakinkan adalah seorang Maharesi dari India yang menamakan dirinya Agastya atau terkenal dengan gelar Ajisakha.
Jenis bahasa yang digunakan oleh orang India sampai sekarang ini, dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok adalah :
- Bahasa Munda, atau bahasa Kolari yang dipergunakan oleh sebagian kecil orang India terutama di daerah Kashmir (± 5 juta orang).
- Bahasa Dravida, mempunyai jenis sampai 14 macam bahasa daerah seperti : Tamil, Telugu, Konare, Maloyalam, Gondi, Brahui (± 76 juta orang).
- Bahasa Indo Jerma, mempunyai 19 jenis bahasa daerah, seperti : Prakerta, Sanskerta (261 juta orang).
- Bahasa Hindustani, merupakan campuran dari bahasa Arab, Parsi dan Sanskerta dan bahasa ini sering disebut bahasa Urdu.
Berbagai Peninggalan India dari Zaman Kuno
Berdasarkan hasil penggalian yang telah ditemukan oleh para ahli sejarah di wilayah Sungai Sindhu yaitu di Mohenjodaro dan Harappa, telah ditemukan bekas kota yang teramat kuno sekali. Dari hasil penggalian tersebut dapat dikemukakan berbagai hal, sbb :
- Tera-teraan berbentuk segi empat bergambarkan gajah, harimau, lembu dsbnya serta dapat diketahui tentang adanya berbagai huruf yang disebut : pictographic script sejenis amulet (=jimat-jimat).
- Tengkorak-tengkorak hasil galian menunjukkan adanya suatu kesamaan dengan tengkorak- tengkorak dari hasil galian di Mesopotamia. Dengan begitu dapat dipastikan bahwa orang yang mendiami Mohenjodaro dan Harappa adalah sama dari satu nenek moyang dengan yang di Mesopotamia.
- Kota-kota di Mohenjodaro dan Harappa terbuat dan tersusun dari batu-batu bata yang sangat bagus. Hal ini membuktikan bahwa penduduk di Mohenjodaro dan Harappa telah lama sekali mempunyai kebudayaan lebih tinggi lagi.
- Barang-barang lain, seperti periuk-belanga, yang terbuat dari keramik, dengan segala jenis bentuknya seperti cangkir, piring, hal ini dapat membuktikan bahwa barang kerajinan di daerah tersebut sudah amat maju. Alat-alat seperti cangkul, kapak, cermin dari tembaga dan perunggu, sisir dari gading, dadu dari batu, pelbagai hiasan badan yang terbuat dari emas, tembaga dll, itupun dapat menunjukkan bahwa tingkat peradaban bangsa/penduduk disitu sudah sangat maju sekali.
Waktu Turunnya Wahyu Weda
Telah diketahui bahwa bangsa yang datang kemudian di India adalah bangsa Arya yang telah mendiami dua tempat yaitu di Punjab dan Do’ab. Di kedua tempat tersebut mereka telah membentuk peradaban yang makin lama makin berkembang ke segala penjuru. Kemudian telah pula diketahui bahwa Bangsa Arya inilah yang telah menerima Wahyu Weda. Wahyu-wahyu weda itu turunnya tidak di satu tempat saja, dan waktunyapun tidak selalu bersamaan. Menurut hasil penyelidikan dari para ahli sejarah, bahwa tempat-tempat sebagai turunnya wahyu tersebut adalah di daerah-daerah seperti : Afghanistan, Rusia sebelah selatan, Iran, Pakistan Utara dan di India sebelah barat laut sampai lembah Sungai gangga Udik.
Adapun perkiraan waktu turunnya wahyu itu adalah anatara tahun 1500 s/d 1000 S.M. Penerima Wahyu itu adalah para rasul dari Bangsa Arya yang disebut sebagai Maharesi. Wahyu-wahyu itu diterima oleh Maha Reshi melalui pendengaran (telinga), dan oleh karena itulah bahwa weda itu disebut juga sebagai Çruti (Çrut = Pendengaran).
Cara mempelajari Weda tersebut adalah dengan jalan menghafal dan mengingat. Hal ini tidaklah aneh, sebab bangsa Arya adalah sangat terkenal sebagai bangsa yang memiliki kemampuan mengingat sangat lekat sekali dan ingatannya dapat bertahan lama. Untuk memudahkan mempelajari Weda tsb, maka wahyu-wahyu tersebut oleh para maharshi penerimanya telah digubah begitu rupa dalam suatu ikatan yang mudah dilagukan dengan suatu irama yang mudah dipelajarinya.
Dengan begitu maka penyebaran Weda ke segala penjuru tidaklah mengalami kesulitan yang berarti. Baru setelah manusia mengenal huruf-huruf pada zaman berikutnya, wahyu weda tersebut diibukukan. Dalam menuliskan wahyu Weda tersebut telah dibeda-bedakan menjadi beberapa kelompok yang disesuaikan dengan masa turunnya sehingga menjadi apa yang kita lihat sekarang ini seperti: Reg, Samma, Yajur dan Atharwa Weda. Penulisan Weda tersebut dapat diperkirakan sekitar tahun 800 S.M.
Perlu diketahui bahwa yang dimaksudkan dengan Weda itu dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
- Weda Çruti : adalah pengetahuan yang suci dan tertinggi yang diterima dari Tuhan sebagai wahyu melalui pendengaran dan dipelajarkan kepada manusia secara hafalan dan didengarkan oleh telinga manusia yang belajar Weda.
- Weda Smrti : adalah pengetahuan yang suci dan tertinggi yang dapat dibaca melalui tulisan berupa wahyu juga atas Tuhan sebagai penjelasan atau peraturan yang telah ditentukan.
Setelah wahyu-wahyu Weda itu ditulis dan dibukukan berdasarkan penggolongan yang mengambil waktu kapan wahyu itu turunnya, maka jadilah Weda yang kita kenal sebagai hal tersebut di bawah ini :
1. Ric (Reg / Rg) Veda
Merupakan kumpulan dari sloka-sloka yang tertua. Kitab ini dikumpulkan dalam berbagai resensi (kupasan) seperti kupasan dari : Sakala, Baskala, Aswalayan, Sankhyayana dan Mandukeya. Dari lima macam kupasan tersebut hanyalah Sakala yang masih utuh dan terpelihara dengan baik. Sedangkan resensi yang lian sudah banyak yang hilang. Berdasarkan kupasan dari Sakala itu maka Reg Veda terdiri dari 1028 mantra atau 1017 mantra (mantra = Hymn = syair). Selisih antara 1028 dengan 1017 yaitu sebanyak 11 mantra karena termasuk bagian mantra dari Walakhitanya. Rg. Veda ini terbagi atas 10 mandala (mandala = buku). Mandala dibagi menjadi adhaya (bab). Dan tiap-tiap Bab (adhaya) dibagi lagi menjadi beberapa Warga (kelompok) dan juga beberapa sukta. Mandala II sampai VIII merupakan himpunan dari sloka-sloka yang diterima oleh Mahareshi tunggal. Sedangkan Mandala I, IX dan X merupakan himpunan dari banyak Mahareshi.
Contoh Mahareshi yang menerima wahyu Rg.Veda adalah sebagai berikut :
- Mandala I diterima oleh Mahareshi Agastya
- Mandala II diterima oleh Mahareshi Grtsamada
- Mandala III diterima oleh Mahareshi Wiswamitra
- Mandala IV diterima oleh Mahareshi Wamadewa
- Mandala V diterima oleh Mahareshi Atri
- Mandala VI diterima oleh Mahareshi Bharatwaja
- Mandala VII diterima oleh Mahareshi Wasista
- Mandala VIII diterima oleh Mahareshi Kanwa
- Mandala IX dan X diterima oleh Mahareshi Narayana, Prajapati dan Hiranyagarbha
2. Sama Veda
Terdiri dari mantra-mantra yang berasal dari Rg. Veda. Menurut penelitian bahwa Sama Veda terdiri dari 1810 mantra atau kadang-kadang terdiri dari 1875 mantra. Sama Veda dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
- Bagian Arcika, yaitu terjadi dari mantra-mantra pujaan yang mengambil sumber dari Rg. Veda
- Bagian Uttararcika, yaitu himpunan mantra-mantra yang bersifat tambahan. Dari kitab Sama Veda yang masih dapat kita jumpai ialah : himpunan dari Ranayaniya, Kautuma dan Jaiminiya (Talawakara). Mantra Sama Veda dinyanyikan oleh Udgatar.
3. Yajur Veda
Terdiri dari mantra-mantra yang sebagian besar mengambil sumber dari Rg. Veda pula. Dan ditambah dengan beberapa mantra yang merupakan tambahan baru. Tambahan ini umumnya berbentuk prosa. Mantra Yajur Veda diucapkan oleh para Advaryu yaitu yang menjalankan/mengucapkan do’a sambil memegangi alat sewaktu melakukan upacara keagamaan. Menurut seorang ahli agama yaitu Bhagawan Patanjali, bahwa Yajur Veda terdiri dari 101 resensi (kupasan) yang sebagian besar telah lenyap. Yajur Veda dibagi menjadi dua, yaitu :
- Yajur Veda Hitam. Isinya menguraikan tentang arti daripada yajna itu. Dalam Yajur Veda hitam termuat pula pokok-pokok dari adanya penyelenggaraan upacara dari apa yang disebut : Darsapurnamasa, yaitu upacara yang harus dilakukan pada saat-saat seperti bulan purnama, bulan gelap disamping berbagai jenis upacara besar lainnya.
- Yajur Veda Putih. Terdiri dari 1975 mantra yang isinya pada umumnya menguraikan berbagai jenis yajna (upacara) besar seperti : Wajapeya, Rajasuya, Aswamedha, Sarwamedha, dll.
4. Atharwa Veda
Atharwa Veda yang disebut sebagai Atharwangira adalah kumpulan mantra-mantra yang juga banyak bersumber dari Rg.Veda. Kitab ini memiliki 5987 mantra. Sedangkan Atharwa Vedanya sendiri terdiri dari 700 mantra terjadi dari 20 buku/jilid atau mandala. Mantra-mantra ini berisi doa bagi penyembuhan penyakit, mantra pengusir roh halus yang jahat.
Dari wahyu-wahyu Veda yang telah dibukukan seperti desebutkan diatas tadi, maka Rg.Veda adalah wahyu yang diturunkan di daerah Panjab kepada Bangsa Arya melalui Mahareshinya. Adapun Sama Veda dan Yajur Veda diturunkan di daerah Do’ab kepada bangsa Arya melalui Mahareshinya. Dari ketiga Veda tersebut timbullah istilah Trayi Vidya (triveda). Sedangkan mengenai Atharwa Veda, turunnya masih di kemudian tahun yang akan datang lagi.
Keagamaan Pada Zaman Turunnya Veda
Bentuk keagamaan dan pelaksanaannya pada zaman ini, terutama dalam hal pelaksanaan upacara-upacara yang dilakukan banyak sekali masih dipengaruhi oleh adat kebiasaan dan tatacara dari orang-orang anasah (a = tidak; nasah = hidung) yaitu orang-orang Dravida, Dari kenyataan ini maka pelaksanaan upacara tampak menjadi campuran antara adat bangsa Arya dan bangsa Dravida.
Adat bangsa Dravida disebut sebagai bersifat Totemisme yaitu suatu kepercayaan yang meyakini bahwa semua daya kekuatan itu dan kekuasaannya bersumberkan pada binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal ini dapat kita ketahui dari Rg Veda. Diantaranya disebutkan adanya istilah : aya artinya kambing dan çighru artinya nama tumbuh-tumbuhan. Berbeda dengan agama bangsa Arya. Bangsa ini agamanya telah tinggi.
Agama bangsa Arya sangat mengagumi suatu kekuatan gaib yang terjadi nyata pada alam semesta. Dijelaskannya bahwa dialam semesta ini terdapat yang menguasainya. Penguasa itu bentuknya berwujud sebuar sinar yang bercahaya cemerlang sehingga mata manusia tidak kuasa menembusnya. Cahaya yang cemerlang itu disebutnya sebagai Deva (dari kata div berarti cahaya) dengan sebutan Brahman.
Di samping itu dikatakan juga bahwa alam semesta raya itu masih dapat terbagi-bagi menjadi beberapa bagian yang kecil-kecil, dan tiap bagian kecil itu juga dikuasai oleh sinar lain tetapi sinar ini adalah bagian dari sinar yang utama tadi. Sinar-sinar kecil itu juga disebut sebagai Deva tetapi dalam artian sebagai penguasa dibawah kekuasaan Brahman itu. Dalam artian kata yang populer sekarang disebutkan bahwa penguasa alam kecil tadi tidak bedanya dengan : Malaekat belaka. Dari pemikiran itu maka timbullah nama dari penguasa kecil-kecil tadi, sebagai berikut :
- Dyaus : menguasai alam angkasa
- Pethivi : menguasai alam bumi, atau tanah
- Savitar / Surya : menguasai alam matahari
- Parjanya : menguasai alam hujan dan petir
- Rudra / Vayu/ Vata : menguasai alam angin tofan dan badai
- Varuna : menguasai alam lautan/samudera
- Usas : menguasai alam fajar
- Agni : menguasai alam api
- Apah : mengiasai alam teja
- Vishnu : menguasai alam kehidupan
- Asvin : menguasai alam pertolongan
- Prajapati/Çiwa : menguasai alam asal-usul mahluk
- Marutas : menguasai alam cahaya terang
- Brhaspati : menguasai alam pujaan-pujaan.
Walaupun alam-alam kecil tadi ada yang menguasai sendiri-sendiri, namun kekuasaan pada alam yang besar tetap dikuasai oleh Brahman sebagai cahaya yang paling cemerlang dan sering juga disebut sebagai Devata.
Dalam pelaksanaan keagamaan pada zaman itu adalah dengan cara melakukan upacara-upacara. Maksud daripada upacara tersebut adalah mengajukan permohonan, pengampunan yang diawali dengan nyanyian berupa puji-pujian atau kata-kata yang memuji penguasa alam tersebut, baik dengan perantaraan penguasa yang kecil maupun langsung kepadaPenguasa Alam Semesta Yang Maha Besar, yaitu Brahman. Hasil permohonan tersebut agar Penguasa Alam Semesta sudi mengabulkan apa yang dimohonkan kepada-Nya.
Adapun jenis upacara yang dilakukan pada saat itu dapat disebutkan beberapa hal sebagai berikut :
- Adanya upacara-upacara yang dilakukan pada saat pendirian dan peresmian bangunan rumah-rumah dan berbagai bangunan lainnya.
- Upacara yang dilakukan pada saat-saat tertentu pagi atau sore, bulan tertentu untuk memuliakan arwah para leluhur atau saudara/suami/isteri bagi yang ditinggalkannya menuju ke alam roh. Upacara ini disebut Agnihotra.
- Upacara yang dilakukan pada saat bulan sedang purnama atau bulan sedang gelap yang dilakukan di tiap-tiap rumah. Dalam rumah tersebut telah disediakan sebuah ruang tersendiri secara khusus. Ruang tersebut dinamakan Vedi. Dengan nama Vedi itu dimaksudkan untuk memuja sinar suci dari Penguasa Alam Semesta. Dari kata Vedi itulah timbul suatu sebutan bagi Sang Penguasa Alam Semesta itu menjadi Viddhi.
- Upacara Negara, misalnya Aswamedha yaitu suatu upacara bagi memperlihatkan kewibawaan sang raja atau pemimpin negara.
- Upacara Korban soma.
Sedangkan jenis sarana yang dipergunakan dalam upacara-upacara tersebut adalah :
- air susu
- gandum
- penganan/kue-kue
- sura (sejenis minuman dari gandum) – di Jawa adalah badeg.
- Binatang-binatang seperti lembu, banteng, kuda dan kambing.
Penghidupan dan kehidupan masyarakat pada masa itu adalah dengan melakukan bercocok tanam, berburu, beternak dan sebagian dari masyarakat bekerja sebagai pandai besi untuk membuat roda pedati dan membuat berbagai barang dari perunggu, tembaga dan juga dari besi. Sebagian lagi mengejakan kerajinan tangan seperti menenun, membuat pakaian dari kulit, memintal, dan sebagainya. Alat pembayaran sudah dipergunakan, alat itu disebut ”miskha”. Di tiap rumah selalu didapati suatu alat untuk mengadakan api suci (di Jawa disebut : prapen), terbuat dari tanah liat. Keadaan masyarakat belum terbagi-bagi seperti adanya kasta atau sistem warna itu. Tetapi yang terdapat hanyalah pembagian yang didasarkan atas statusnya saja, misalnya seperti : golongan penguasa daerah golongan purohito dan golongan rakyat (viç).