- 1Weda - Kitab Suci Agama Hindu
- 1.1Bahasa Veda (Weda)
- 1.2Isi Weda
- 2Jaman / Sejarah Turunnya Veda (Weda)
- 2.1Penduduk India pada zaman Kuno
- 2.2Berbagai Peninggalan India dari Zaman Kuno
- 2.3Waktu Turunnya Wahyu Weda
- 2.3.11. Ric (Reg / Rg) Veda
- 2.3.22. Sama Veda
- 2.3.33. Yajur Veda
- 2.3.44. Atharwa Veda
- 2.4Keagamaan Pada Zaman Turunnya Veda
- 2.1Jaman Kaum Brahmana
- 2.1Pendidikan dan Kebudayaan di Jaman Weda
- 3Zaman Aranyaka Dan Zaman Upanisad
- 3.11. Dharma
- 3.22. Artha
- 3.33.Kama
- 3.44. Moksha
- 3.5Ajaran dan Pandangan Tentang Atman - Brahman
- 3.5.11. Pandangan Secara Vedanta
- 3.5.22. Pandangan Secara Visista-Dwaita
- 3.5.33. Pandangan Secara Yoga
- 3.5.44. Pandangan Secara Samkya
- 4Kebudayaan Zaman Hinduisme
- 5Bagian–Bagian Kitab Suci Veda (Weda)
- 5.11. SRUTI
- 5.1.11.1. Rg. Weda Samhita
- 5.1.21.2. Sama Weda Samhita
- 5.1.31.3. Yajur Weda Samhita
- 5.1.3.1Sukla Yajur Veda (Putih)
- 5.1.3.2Kresna Yajur Veda (Hitam)
- 5.1.41.4. Atharwa Weda Samhita
- 5.12. SMRTI
- 5.1.12.1. Wedangga
- 5.1.1.12.1.1. Siksa (Phonetika)
- 5.1.1.22.1.2. Wyakarana (Tata Bahasa)
- 5.1.1.32.2.3. Chanda (Lagu)
- 5.1.1.42.2.4. Nirukta
- 5.1.1.52.2.4. Jyotisa (Astronomi)
- 5.1.1.62.2.5. Kalpa
- 5.1.12.2. Upaweda
- 5.1.1.12.2.1. Itihasa
- 5.1.1.22.2.2. Purana
- 5.1.1.32.2.3. Arthasastra
- 5.1.1.42.2.4. Ayur Weda
- 5.1.1.52.2.5. Gandharwa Weda
- 5.1.1.62.2.6. Kama Sastra
- 5.1.1.72.2.7. Kitab Agama
- 6Fitur dan Rincian Singkat Catur Veda (Weda)
- 6.1.1Fitur Rig veda
- 6.1.2Fitur Sama veda
- 6.1.3Fitur Yajur veda
- 6.1.4Fitur Atharva veda
- 7Sapta Maha Rsi Penerima Wahyu Weda
- 7.11. GRTSAMADA
- 7.22. WISWAMITRA
- 7.33. WAMADEWA
- 7.44. ATRI
- 7.55. BHARADWAJA
- 7.66. WASISTA
- 7.77. KANWA
- 8Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu
- 8.1Manawa Dharmasastra
- 8.2Sejarah Perkembangan Hukum Hindu
- 8.1Hubungan Catur weda dengan Hukum Hindu
- 9Enam Filsafat Hindu (Sad Darśana)
- 9.11. Nyaya Darsana
- 9.1.11.1. Pokok-pokok Ajaran Nyaya
- 9.1.21.2. Epistemologi Nyaya
- 9.1.31.3. Catur pramana
- 9.1.3.11.3.1. Pratyakasa Pramana
- 9.1.3.21.3.2. Anumana Pramana
- 9.1.3.31.3.3. Upamana Pramana
- 9.1.3.41.3.4. Sabdha Pramana
- 9.12. Waisesika Darsana
- 9.1.12.1. Pokok ajaran Waisasika
- 9.1.22.2. Padartha
- 9.1.2.12.2.1. Drawya (Substansi)
- 9.1.2.22.2.2. Guna (Kualitas)
- 9.1.2.32.2.3. Karma (TinDakan)
- 9.1.2.42.2.4. Samanya (Sifat umum)
- 9.1.2.52.2.5. Wisesa (Keistimewaan)
- 9.1.2.62.2.6 Samawaya (Pelekatan)
- 9.1.2.72.2.7. Abhawa (Ketidakadaan)
- 9.1.32.3. Cara Mendapatkan Pengetahuan Menurut Waisasika
- 9.1.42.4. Terjadinya Alam Semesta menurut Waisasika
- 9.1.52.5. Etika dalam Waisasika
- 9.13. Samkhya Darsana
- 9.1.13.1. Pemahaman Samkhya
- 9.1.23.2. Pokok Ajaran Samkhya
- 9.1.2.13.2.1. Purusa
- 9.1.2.23.2.2. Prakerti
- 9.1.2.33.2.3. Tri Guna
- 9.1.2.43.2.4. Penciptaan alam semesta
- 9.1.2.53.2.5. Etika Samkhya
- 9.1.33.3. Tujuan Akhir Ajaran Samkhya
- 9.14. Yoga Darsana
- 9.1.14.1. Pandangan Yoga Darsana
- 9.1.1.14.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.24.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.34.1.3. Maya
- 9.1.1.44.1.4. Moksa
- 9.1.24.2. Pokok Ajaran Yoga Darsana
- 9.1.34.3. Epistimologi Yoga Darsana
- 9.15. Mimamsa Darsana
- 9.1.15.1. Pandangan Purva Mimamsa
- 9.1.1.15.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.25.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.35.1.3. Maya
- 9.1.1.45.1.4. Moksa
- 9.1.25.2. Pokok Ajaran Mimamsa Darsana
- 9.1.35.3. Metafisika Mimamsa Darsana
- 9.1.45.4. Epistimologi Purva Mimamsa
- 9.1.4.15.4.1. Pratyaksa
- 9.1.4.25.4.2. Anumana
- 9.1.4.35.4.3. Sabda
- 9.1.4.45.4.4. Upamana
- 9.1.4.55.4.5. Arthapatti
- 9.1.4.65.4.6. Anupalabdi
- 9.1.55.5. Aksiologi Purva Mimamsa
- 9.1.5.15.5.1. Kedudukan Weda di dalam Agama
- 9.1.5.25.5.2. Kewajiban yang Mendasar
- 9.1.5.35.5.3. Kebaikan yang Tertinggi
- 9.16. Wedanta Darsana
- 9.1.16.1. Pokok Wedanta - Brahma Sutra
- 10Tentang Upanishad
- 10.1.1Apa itu Upanishad ?
- 10.1.1.1Apa itu pengetahuan
- 10.1.1.2Kesalahpahaman Tentang Upanishad
- 10.1.2Tema Sentral dari Upanishad
- 10.1.1Apakah Upanishad Lebih Baik Dari Psikologi Modern ?
- 11Konsep Keberadaan Diri (Atman) Dalam Agama Hindu
- 11.11. Mengetahui Diri sejati
- 11.22. Apakah Jiwa, Atman dan Diri Sama ?
- 11.2.12.1. Jiwa dan diri sendiri
- 11.2.22.2. Diri Individu dan Diri tertinggi
- 11.2.32.3. Berbagai jenis diri
- 11.13. Kesadaran Murni
- 11.24. Spiritualitas dan Transformasi Diri
- 11.15. Mengapa Brahman tidak disembah Langsung Melalui Ritual Hindu
- 11.1.15.1. Alasan Brahman tidak disembah secara ritual
- 11.1.25.3. Pemujaan Dewa - Dewi dalam Weda
- 11.1.2.15.3.1. Dewa dalam makrokosmos dan mikrokosmos
- 11.1.2.25.3.2. Mengapa para dewa disembah
- 11.1.2.35.3.3. Jumlah dewa-Dewi Hindu
- 12Konsep Pembebasan (Moksha atau Nirvana) Dalam Hindu
- 12.1.1Pembebasan fisik
- 12.1.2Pembebasan mental
- 12.1.3Pembebasan rohani
- 13Keanekaragaman dan Pluralitas Agama Hindu
- 13.11. Pluralitas Hinduisme
- 13.1.11.1. Satu Tuhan dan Tidak Ada Tuhan
- 13.1.21.2. Satu Tuhan dan banyak dewa
- 13.1.31.3. ritual, seremonial dan praktik spiritual
- 13.1.41.4. Penyembahan Melalui Wujud dan Tanpa Wujud
- 13.1.51.5. Banyak jalan Menuju pembebasan
- 13.1.61.6. Iswara dan Shakti
- 13.1.71.7. Purusha dan Prakriti
- 13.1.81.8. Dualisme dan Non-dualisme
- 13.22. kontradiksi dalam Hinduisme
- 14Catur Ashrama - Empat Tahapan untuk Pembebasan
- 14.1empat Tahap dalam Hidup
- 14.1.11. Brahmacarya
- 14.1.22. Grihasta Ashrama
- 14.1.33. Vanaprastha Ashrama
- 14.1.44. Sanyasa Ashrama
- 15Konsep Karma dan Kewajiban dalam Hindu
- 15.11. Jenis-jenis karma
- 15.22. Sebab dan akibat - Nasib dan karma
- 15.33. Solusi Pembebasan Untuk Masalah Karma
- 15.3.13.1. Jnana yoga
- 15.3.23.2. Karma yoga
- 15.3.33.3. Raja Yoga
- 15.3.43.4. Bhakti yoga
- 15.44. kesalahpahaman tentang karma
- 15.4.4.14.1. Karma bukanlah takdir
- 15.4.4.24.2. Dewa dan Karma
- 15.4.4.34.3. Karma bukan hanya tindakan fisik
- 15.4.4.44.4. Karma bukan tentang berbuat baik atau buruk
- 15.4.4.54.5. Karma tidak tercatat di surga atau neraka
- 16Ilmu Politik Agama Hindu dalam Veda (Weda)
- 16.11. Canakya dan Arthasastra
- 16.22. Ajaran Politik Negara dalam Arthasastra
- 16.2.12.1. Teori Saptanga
- 16.2.22.2. Teori Mandala
- 16.2.32.3. Teori Sadgunya - Enam Kebijakan Luar Negeri
- 16.13. Asta Brata - Wujud Ideal Praktik Teologi Politik
- 17Pengukuran dalam Matematika Weda
- 17.1Satuan Ukuran
- 17.1.3.1A. Satuan turunan
- 17.1.3.2B. Satuan waktu
- 17.1.3.3C. Ukuran Panjang
- 17.1.3.4D. Ukuran Empat Persegi
- 17.1.3.5E. Ukuran Untuk Daya Muat/Isi
- 17.1.3.6F. Timbangan
- 17.1.3.7G. Ukuran Waktu
- 17.1Yuga dan Siklus Tahun Kosmik
- 17.1.3.1A. Chatur yuga
- 17.1.3.2B. Alam Semesta dan Seterusnya
- 18Link Referensi Tentang Weda
Kebudayaan Zaman Hinduisme
Dalam zaman Hinduisme ini, hasil pemikiran yang baru banyak yang timbul. Hal ini sematamata ditujukan terhadap penyempurnaan di berbagai bidang. Pandangan dan sikap atas keyakinan dan kepercayaan terhadap agamapun juga mengalami perubahan yang nyata. Pandangan terhadap Kitab sucipun mengalami berbagai perubahan yang nyata. Perubahan terhadap pandangan Kitab suci ini tidaklah merubah hakikinya, tetapi hanyalah bersifat menyempurnakan belaka. Pandangan dari Veda, Aranyaka dan Upanisad telah disempurnakan ke dalam Kitab suci yang disebut : Purana.
Kitab Purana isinya diperuntukkan bagi umat Hindu, baik dari kelompok Brahma, Wishnu maupun Çiwa. Jenis Purana yang ada ialah:
- Brahmanda Purana
- Bhawisya Purana
- Markandya Purana
- Brahma Purana
- Wamana Purana
- Narada Purana
- Wishnu Purana
- Garuda Purana
- Bhagawata Purana
- Waraha Purana
- Padma Purana
- Karma Purana
- Matsya Purana
- Çiwa Purana
- Lingga Purana
- Agni Purana
- Skanda Purana
- Brahmawaiwarta Purana
Walaupun jumlah Purana itu sangatlah banyak, tetapi diantara ke 18 Purana tersebut yang benar-benar patut disebut sebagai Kitab Suci Purana harus mempunyai syarat-syarat yang di dalamnya mengandung ini : Pancalaksana, yaitu :
- Sarga berisi penjelasan tentang asal mula penciptaan terjadinya alam semesta ini.
- Pratisarga berisi penjelasan tentang penciptaan kembali alam semesta ini setelah terjadi pebinasaan/peleburan alam semesta yang terdahulu.
- Wamça berisi keterangan yang meriwayatkan asal-usul para dewa dan vathara.
- Manvatharani berisi keterangan tentang pembagian zaman dari sejak : 1 hari Brahman dalam 14 masa = 4 yuga. Dalam 14 masa itu manusia tercipta kembali. Manusia pertama adalah MANU.
- Wamçanucarita berisi ketorangan tentang silailah dan keturunan Suryavan.g sa dan Candrawangsa.
Menurut Purana ini, zaman atau yuga dibagi menjadi 4 zaman antara lain:
- Kretayuga (I) atau zaman emas.
Dalam zaman ini digambarkan bahwa keadaan itu (masyarakatnya) adalah sangat tentram tenang. Segala perbuatan dan tindak-tanduk masyarakat dilakukan dalam suasana kejujuran kebenaran dan kesetiaan. Tidak ada yang berbuat kejahatan. Oleh sebab itu, jika diibaratkan dengan binatang yang berkaki empat, maka semua kakinya saling menginjakkan tanah. Jadi segala pelaksanaan apapun selalu didasarkan atas Dharma semata. Dan oleh sebab itu untuk masyarakat tidak diperlukan Kitab Suci sebagai tuntunan/pedoman. Keadaan perbuatan manusia 100 % selalu berbuat kebenaran dan kebaikan. Umurnya zaman diperkirakan selama 4.000 tahun dewa = 1.440.000 tahun manusia yang dibatasi dengan jarak antara 800 tahun dewa = 288.000 tahun manusia. - Tretayuga (II) atau zaman perak.
Dalam zaman ini digambarkan bahwa ¼ bagian = 25 %nya masyarakat sudah tidak lagi mematuhi akan Dharma, dan mereka itu telah saling berbuat A-Dharma. Kejahatan sudah mulai muncul, pemalsuan sikap telah tampak. Ibarat binatang tadi, bahwa dalam zaman ini, satu kakinya sudah patah, sehingga yang masih menginjak tanah hanya tinggal 3 saja. Oleh sebab itu untuk masyarakat diperlukan sebuah Kitab Suci yaitu Rg. Veda. Umur zaman diperkirakan selama 3.000 tahun dewa atau = 1.080.000 tahun manusia dengan dibatasi jarak antara 600 th dewa atau = 216.000 tahun manusia. - Dwaparayuga (III) atau zaman perunggu
Zaman ini digambarkan bahwa kejahatan telah merasuk manusia sehingga separo masyarakat cenderung berbuat kejahatan 50 % masyarakat telah banyak menyimpang dari ajaran Dharma. Dunia kejahatan dan dunia kebenaran menjadi imbang. Oleh sebab itu masyarakat membutuhkan dua Kitab Suci yaitu: Rg. Veda dan Sama Veda.
Umur zaman ada 2000 tahun dewa = 10.000 tahun manusia dengan jarak 400 tahun dewa = 144.000 tahun manusia. - Kaliyuga (IV) atau Zaman Besi
Dalam zaman ini digambarkan bahwa perbuatan A-Dharma semakin merajalela sehingga jikaa diibaratkan dengan kaki binatang berkaki empat tadi, maka sekarang ini 3 kakinya telah benar-benar lumpuh sama sekali. Hanya kaki yang satu saja yang masih mampu menginjak ke tanah. Hal ini dapatlah dikatakan bahwa manusia yang telah berbuat kejahatan, jumlahnya meningkat menjadi 75% dan sisanya yang 25% masih tetap mempertahankan
selalu berbuat dhama-kebenaran. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan kitab suci sejumlah tiga buah antara lain : Rg. Veda, Sama Veda, Yajur Veda. Umur zaman diperkirakan selama
1.000 tahun dewa = 360.000 tahun manusia dengan dibatasi jarak antara 200 tahun dewa =
72.000 tahun manusia.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa dengan adanya Brahman diwujudkan berupa patung-patung seperti Brahma, Wishnu dan Çiwa itu, mengakibatkan bahwa masyarakat bentuk kelompok-kelompok yang masing-masing memuja Brahman tersebut sesuai dengan kepentingannya sendiri-sendiri. Maka terbentuklah kelompok masyarakat pemuja Brahma, pemuja Wishnu dan juga pemuja Çiwa. Tiap-tiap kelompok mempunyai sikap dan pandangan sendiri-sendiri antara lain:
- Kelompok Wishnu.
Kelompok ini sebagai pengikut dan pemuja Wishnu yang menamakan dirinya sebagai kelompok Waisnawa.
Nama Wishnu (Vishnu) mendapat perhatian yang sangat tinggi. Sehingga nama Wishnu diberi gelar lagi dengan istilah yang 1ain, misalnya Acyuta, Narayana dan Hari. Disamping Wishnu mendapat perhatian yang sangat besar, namun kelompok ini juga tidak mengesampingkan pemujaan terhadap Brahma dan Çiwa. Dikatakan bahwa jika Brahma sedang mencipta, maka itu adalah Vishnu yang sedang menjadi Brahma. Begitu pula jika Çiwa berfungsi melebur, maka itu adalah Vishnu yang merubah diri sebagai Çiwa. Dengan demikian kelompok pemuja Vishnu ini memandang Vishnu sebagai pusat segalanya, dan oleh sebab itu Vishnu disebut juga Narayana yang artinya sumber atau asal mula semua yang ada.
Apabila dunia dilanda oleh banyak kejahatan, maka Vishnu ini mempunyai tugas untuk memberantasnya. Dalam hal Vishnu bertugas sebagai pemberantas kejahatan, maka Vishnu dapat merubah dirinya sebagai makhluk apapun yang Ia inginkan. Apabila Vishnu merubah dirinya sebagai Makhluk yang tampak oleh mata manusia, maka Vishnu yang berbentuk makhluk nyata itu disebutnya Vatara atau Bathara. Samenjak penciptaan dunia sampai kini, jumlah Vathara itu sangat banyak sekali. Jumlah Vathara itu adalah 10 Vathara dengan 9 Vathara yang sudah tampak jelas dan 1 Vathara yang bakal datang. Kesembilan Vathara itu ialah:- Matsyavathara, Vishnu sebagai Ikan yang paling besar.
- Kurmavathara, Vishnu sebagai Kura-Kura yang besar.
- Warahavathara, Vishnu sebagai Babi hutan yang besar.
- Narasinghavathara, Vishnu sebagai makhluk berbadan manusia kepala singa.
- Wamanavathara, Vishnu sebagai orang kerdil (wamana) 6. Paraçuramavathara, Vishnu sebagai Rama pambawa kapak.
- Ramavathara, Vishnu sebagai Rama raja Ayodya.
- Kreshnavathara, Vishnu sebagai Raja Kreshna.
- Buddhavathara, Vishnu sebagai Sang Buddha.
- Kalkivathara, Vishnu sebagai Penyelamat dunia y.a.d.
Disamping kelompok Vishnu ini menamakan dirinya sebagai Waisnava, juga sering disebut sebagai Pancaratra.
- Kelompok Çiwa
Kelompok ini juga tidak berbeda dengan kelompok Wishnu. Hanya titik pusat pemujaannya ditujukan pada Çiwa saja. Çiwa sebagai pusat segalanya, dan karena itu Ia juga diberi banyak gelar seperti : Maheçwara, Mahakala, Mahadewa, Mahaguru, Içwara, Iça dan Mahayogi. Anggapan kolompok ini terhadap Vishnu dan Brahma, tidak berbeda seperti anggapan kelompok Vishnu terhadap yang lain-lainnya. - Kelompok Brahma
Kelompok ini tidak begitu populer, sekalipun kelompok ini juga ada, tetapi pengikutnya sedikit sekali.
Sebagaimana yang telah dijaskan diatas, bahwa dalam era Hinduisme banyak sekali perubahan-perubahan di bidang keagamaan yang telah dilakukan. Dalam Era Hinduisme, konsep Tri Murti telah muncul, keyakinan tentang Panca Tattwa tetap dipertahankan, dan juga tetap diikuti, patung-patung perwujudan dari Brahman Yang Esa telah muncul disana-sini, zaman dunia telah dibarengi menjadi 4 yuga, dan dikalangan masyarakat timbul kelompokkelompok pemuja Vishnu, Çiwa dan Brahma. Maka kesemua perubahan tersebut disebabkan adanya suatu upaya untuk menyempurnakan kelengkapan dari Agama itu sendiri.
Dalam perkembangan agama lebih lanjut, maka kelompok-kelompok pemuja perwujudan dari Brahman itu menjadikan suatu persaingan yang ingin berkuasa sendiri-sendiri. Terlebih setelah India dimasuki sikap pandangan dari Bangsa lain (misalnya: Bangsa Yunani) yang dibawah Raja Alexander telah merampas Daerah Panjab dan Sindhu pada th ± 326 Sebelum Masehi, maka masyarakat dan keagamaan Hindu agak goncang.
Kegoncangan itu akhirnya melanda kelompok-kelompok pemuja salah satu perwujudan Brahman, sehingga satu dengan yang lainnya menjadi pecah-belah. Para ahli agama dan filsufnya mulai melaksanakan upacara keagamaan yang tidak disesuaikan lagi dengan segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh para Brahmana terdahulu. Dengan kejadian ini dapat menimbulkan suatu pergolakan yang sangat hebat, dan melanda serta menggoncangkan sendisendi keyakinan beragama dikalangan masyarakat. Pelaksanaan upacara keagamaan disimpangkan, keyakinan beragama disalah-tafsirkan sampai-sampai apa yang seharusnya tidak dilanggar, tetapi malahan dikerjakan. Contoh-contoh ini dapatlah dikemukakan sebagai berikut :
- Di India sebelah Barat.
Terutama di daerah Dwaraka, dan juga sekitarnya banyak masyarakat yang telah melakukan persembahyangan dengan cara yang salah. Mereka tidak lagi menyembah Brahma dengan segala perwujudannya/manifestasinya. Mereka malahan telah menyembah patung-patung seperti patungnya Indra dsbnya. Sagala bentuk puja mantranya tidak lagi ditujukan kepada Brahman, tetapi ditujukan langsung kepada Indra. - Di India sebelah Timur.
Terutama di Daerah Magadha, Ptaliputra, dan juga sekitarnya, lebih-lebih di Daerah Magdha. raja Jarasanda telah malakukan upacara agama dengan mamakai sesaji korban dan manusia yang berasal dari para put.ra mahkota taklukan negeri sekitarnya. - Di India sebelah Utara.
Tepatnya di Negara Kuru yang beribukota dengan nama Hastinapura, banyak diantara para bangsawannya bersama masyarakat sekitarnya telah dihinggapi oleh adanya suatu sikap perbuatan yang sangat buruk sekali dan jauh telah menyimpang dari perbuatan ADharma. Terutama harkat dari kaum wanitanya sengat tidak mendapat perhatian dan perlakuan yang sewajarnya. Para wanitanya banyak diperlakukan dengan tindakan semena-mena, dan mereka hanya sekedar sebagai alat pelampiasan hawa nafsu belaka. - Di India sebelah Tengah.
Tepatnya di Negara Mathura Raja negara ini inilah Sang Surasena. Beliau telah mempunyai dua orang putra, yang tertua putri bernama Dewaki dan yang termuda putra bernama Kança. Dewaki dikawinkan dengan Vasudewa. Berdasarkan adat kerajaan, bahwa kelak di kemudian hari bila sang raja mengundurkan diri, maka yang berhak mengganti tahta kerajaan ialah Sang Dewaki, sekalipun ia seorang wanita. Pada suatu masa telah datang seorang ahli nujum/peramal kepada Kança yang mengatakan bahwa dikelak kemudian hari Kança akan terbunuh oleh keturunan Devaki. Oleh sebab itu Kança dengan diam-diam telah bersekutu dengan pamannya yaitu Suratimatra, untuk mengadakan perebutan tahta kerajaan. Disamping itu perbuatan Kança telah banyak menyimpang dari peraturan keagamaan. Orang-orang suci seperti para Brahmana banyak yang diseret dan dianiaya. Rumah peribadatan banyak yang dirusak. Siapa yang berani menjalankan persembahyangan akan dibunuhnya.