Veda (Weda) Sebagai Sumber Ajaran Agama Hindu


Jaman Kaum Brahmana

Pada zanan turunnya wahyu Veda, orang masih sulit lagi sukar untuk berusaha memahami segala isi ajaran yang terkandung didalam Veda itu. Oleh sebab itu segala pelaksaan keagamaan terutana dalam hal melakukan upacara segala doa/mantra yang diucapkannya banyak yang tidak dimengerti oleh mereka. Oleh sebab itu segala jenis pelaksanaan upacara keagamaan masih dicampuri oleh adanya adat istiadat atau tata cara yang seharusnya tidak dilakukan dalam upacara keagamaan itu.

Maka oleh sebab itu kaum Brahmana tampil kedepan untuk memberikan penjelasan dan pengertian kepada pengikut-pengikutnya. Tafsiran demi tafsiran harus diberikan kepada semua ang yang mengikuti agama Veda. penjelasan yang diberikan oleh para Brahmana itu meliputi tidak saja soal-soal yang menyangkut bidang agama semata, tetapi juga sampai menyangkut soal-soal kemasyarakatan dan lain-lain. Terutama di bidang agama, maka soal sarana maka dalam melaksanakan upacara keagamaan hal ini sangatlah dipentingkan sekali.

Selanjutnya dengan berbagai keterangan-keterangan yang telah disampaikan oleh para Brahmana tersebut akhirnya dikumpulkan dan seterusnya semua keterangan itu dibukukannya menjadi sebuah buku yang diberi nama sebagai : Buku Brahmana. Buku ini juga sering di namakan sebagai Karma Kanda.
Berbagai Karma Kanda itu berisi suatu penjelasan yang menyangkut dan bersumber dari tiap buku Veda antara lain dari Rg.Veda, Sama Veda, Yajur Veda dan Atharva Veda.

Jenis Karma-Kanda itu adalah sebagai berikut:

  1. Yang menjelaskan Rg. Veda
    • Taitareya Brahmana ada 40 bab.
    • Kausitaki Brahmana ada 30 bab.
  2. Yang menjelaskan Sama Veda
    • Tandya Brahmana/Pancawisma. Memuat ceritera legenda tentang yajna.
    • Sadviema Brahinana, terdiri dari 25 jilid dan terakhir berisi ramalan tentang mu’jizat yang disebut Adbhuta.
  3. Yang menjelaskan Yajur Veda
    • Bagi Yajur Veda Hitam al : Taitriya Brahmana yang menguraikan simbolisasi purushamedha yang telah diartikan salah.
    • Bagi Yajur Veda putih al : Satapatha Brahmana terdiri dari 100 adhaya dan bagian yang terakhir merupakan sumber daripada Brhadaranyaka Upanisada yang berisi Ceritera tentang Sakuntala, Pururava dan Urwati.
  4. Yang menjelaskan Atharwa Veda
    • Gopatha Brahmana.

Pelaksanaan dan tatalaksana keagamaan sudah jelas telah dikuasai langsung oleh para Brahmana. Dalam upacara-upacara sudah tidak lagi hanya sekedar mengucapkan beberapa mantra yang tidak tahu akan artinya saja, atau hanya sekedar mengucapkan mantra-mantra seperti pada pelaksanaan zaman baru turunnya wahyu Veda itu. Tetapi pelaksanaan upacara keagamaan disertai juga dengan sesaji-sesaji atau banten-banten yajna. Jadi pelaksanaan keagamaan pada masa ini bahwa upacara keagamaan sambil mengucapkan mantra juga disertai dengan sesajian.

Berbeda dengan zaman turunnya Wahyu Veda dulu, bahva upacara keagamaan hanyalah dengan mengucapkan mantra saja tanpa disertai sesajian. Adapun jenis upacara-upacara pada zaman ini dapat dibedakan menjadi:

  1. Yajna yang digolongkan sebagai yajna besar yaitu: Haviryajna terdiri dari :
    • Agnidheya, yaitu upacara yang diselenggarakan diwaktu pertama kali menempati rumah dengan penyalaan api pertama kali dalam rumah tsb.
    • Pinda pitrayajna, yaitu upacara yang dilakukan untuk menghormati para leluhur atau nenek moyang yang telah meninggal dunia dan upacara ini dilakukan pada setiap bulan gelap dan bulan purnama.
    • Catur masa yajna, yaitu upacara yang diselenggarakan bagi menyongsong kedatangan setiap pergantian musim yang banyaknya ada 4, musim ( di Indonesia hanya terdapat 2 musim saja dan dilaksanakan pada masa ke V tatkala musim menjelang akan turunnya hujan sering disebut sebagai matahari Anguttarayana.
    • Agrayana, yaitu upacara yang dilaksanakan pada saat-saat pemetikan buah-buahan yang pertama kali berbuah. Misalnya pada saat akan menuai padi disawah, atau pada bambu yang sedang tumbuh tunas-tunasnya (Jawa : ngebung pertama).
    • Somayajna, yaitu Upacara yang meliputi : Rajasuya (penobatan sang raja) dan Açwamedha (upacara kewibawaan raja).
  1. Yajna yang digolongkan sebagai yajna kecil.
    Yajna ini dilakukan dalam tiap-tiap rumah tangga saja dengan menyalakan api sebuah saja. Upacara ini disebut sebagai upacara greha (= griya), yang ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Antara lain ialah :
    • Nityayajna, yaitu upacara pada saat-saat tertentu saja, misalnya pada waktu pagi dan sore hari, misalnya melaksnakan sandhyam (trisandhyam). Kalau pagi hari bersembhayang menghadap ke Timur sambil berdiri, dan kalau senja bersembahyang menghadap ke Timur tetapi sambil duduk sampai tampak jelas cakravala di Timur. Juga termasuk dalam rumpun Nityayajna adalah upacara dari pelbagai pitara dan musim-musim tertentu.
    • Naimittika yajna, yaitu upacara yang dijalankan hanya sekali selama hidup untuk membersihkan diri dari segala kotoran/dosa-dosa sejak dari dalam kandungan sampai meninggal dunia. Upacara ini al. sebagai berikut :
      1. Garbhadana : Upacara terjadinya pembuahan dalam kandungan yang di selenggarakan pada saat kandungan berumur 3 dan 7 bulan (telon dan tingkeban : Jawa).
      2. Jatakarma : Upacara saat bayi dalam kandungan telah lahir.
      3. Namadheya : Upacara pemberian nama kepada bayi tatkala umurnya 10 sampai 12 hari setelah lahir (Di Jawa 5 hari yang disebut sepasar).
      4. Caudayajna : Upacara pomotongan rambut bayi yang dilakukan pada pertama kali itu.
      5. Niskramana : Upacara bagi bayi umur 3 bulan dan setelah umur itu bayi diijinkan untuk dibawa keluar rumah.
      6. Maunjibandhana: Upacara bagi bayi dan saat itu bayi diberikan kalung dan gelang.
      7. Annaprasana: Upacara turun tanah. Bayi sudah boleh diturunkan ketanah. Dan saat itu mulai diijinkan untuk makan bubur yang kasar. Umur bayi sudah harus 7 bulan = 210 hari.
      8. Cuddhakarana: Upacara potong rambut kedua. Saat bayi umur 3 tahun dan kadangkala dikuncung saja.
      9. Upanayana : Upacara bagi bayi yang telah berumur 8 tahun. Dan saat itu bayi telah menjadi anak yang harus sudah mulai belajar mencari ilmu untuk bekal hidupnya.
      10. Wiwahayajna : Upacara perkawinan bagi yang sudah dewasa.
      11. Çraddha : Upacara penyempurnaan layon dan roh yang meninggal dunia.

Mengenai upacara çraddha ini dapat dijelaskan bahwa apabila terdapat keluarga yang meninggal dunia, maka untuk menyempurnakan layon nya (jenasahnya) ditetapkan suatu peraturan sebagai berikut :

  1. Layon yang sudah tiada roh itu, boleh dengan seketika dilakukan penyempurnaan dengan cara dibakar seketika.
  2. Jika layon itu tidak segera disempurnakan dengan nembak seketika, maka boleh pula dilakukan penitipan terlebih dahulu kepada Ibu perthiwi. Dalam penitipan ini dilakukan suatu hitungan dengan ketentuan sebagai berikut :

3 hari

7 hari

40 hari

100 hari

peringatan

1000 hari

3 x 1

3 x 2

3 x 13

3 x 33

Dua kali peringatan

3 x 333

+ 0

+ 1

+ 1

+ 1

+ 1

 

Apabila sudah diketemukan hitungan yang 1000 hari, maka layon yang dititipkan ke Perthiwi tadi harus segera dibakar kembali. Yang tampak sekarang tidak lagi berwujud seperti masih baru meninggal dunia, tetapi sudah tinggal tulang-belulang saja. Sisa itu kesemuanya diangkat keatas dan dilakukan upacara sekadarnya (ngulapin) yang selanjutnya sisa tulang-tulang tersebut dibakar sampai habis. Sisa abunya boleh dibuang ke sungai/laut ataupun ditanamkan kembali.

Pemeluk agama Veda (sekarang terkenal dengan sebutan Agama Hindu) bila telah meninggal dunia, maka ada suatu kewajiban bahwa layonnya harus dibakar. Hal ini dimaksudkan agar zat-zat yang telah menjadi badan manusia itu dikembalikan lagi ke asalnya, yaitu yang berasal dari tanah kembali ke tanah; yang berasal dari air kembali ke air, yang berasal dari hawa dikembalikan ke hawa, begitu pula yang berasal dari zat ether kembali ke zat ether. Serta yang berasal dari zat api kembali ke api. Kelima unsur ini (tanah, air, hawa, ether dan api) disebut sebagai zat panca bhuta

Pada zaman ini, para Brahmana sangat memegang kekuasaan dan memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu masyarakat menganggap bahwa Brahmana itu patut mendapatkan suatu kehormatan yang layak. Para Brahmana itu tempat bertanya sesuatu yang sangat dianggap penting dalam hubungannya dengan Tuhan dan para Brahmana itu adalah orang yang dapat menghubungkan sesuatu yang gaib kepada Sang Maha Penciptanya.

Perkembangan selanjutnya, mengingat bahwa segala sesuatu itu haruslah dilaksanakan dengan tertib dan teratur, maka diperlukan sekali suatu tata tertib yang harus dipatuhi oleh kesemuanya. Maka lahirlah apa yang disebut dengan istilah : Rta.

Rta ini berwujud suatu peraturan yang harus dipatuhi bersama. Rta diciptakan oleh para Brahmana. Agar keadaan masyarakat dapat hidup dengan rukun aman dan sentausa maka perlu diadakan pembagian tugas kerja dilingkungan masyarakat itu sendiri. Pembagian tugas kerja itu termasuk didalam acara Rta tersebut. Akhirnya masyarakat digolong-golongkan menurut tugas dan kewajibannya, bukan didasarkan atas keturunan dan kelahirannya, tetapi semata-mata hanya menurut tugas kewajiban yang harus dilaksanakan di dalam masyarakat itu sendiri.

Penggolongan masyarakat ini dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

1. Golongan Brahmana, mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut : 

  • Dapat mengekang dan mengawasi tindak-tanduk akal budi, terutama bagi akal-budi yang jahat harus tidak dilakukan sama sekali.
  • Dapat dengan pasti mengekang gejolak indriya yang jahat
  • Sanggup melakukan penderitaan demi kepentingan orang banyak
  • Harus mampu menyucikan diri (lahir-bathin) dengan keikhlasan yang tinggi dan siap sedia untuk dapat mengampuni terhadap sesama hidup.
  • Jujur setia secara lahir dan bathin
  • Mempunyai daya kepercayaan yang sangat tinggi terhadap adanya zat yang Maha Gaib yaitu Brahman Yang Maha Kuasa.
  • Berpengetahuan suci terhadap keyakinan kepada tuhan Brahman.
  • Melakukan yajna dan bersedia melakukan itu demi kepentingan orang lain dan yang sangat memerlukannya.
  • Dapat menerima pemberian dhana dan juga dapat memberikan dharmanya demi kepentingan sesama manusia.
  • Dapat dengan tekun mempelajari Veda dan juga sanggup mengajarkan Veda itu kepada masyarakat sekitarnya dan masyarakat banyak di manapun ia berada.

2. Golongan Ksatria, mempunyai tugas kewajiban sebagai berikut :

    • Mempunyai ketabahan hati yang tinggi, budinya harus luhur dan craddhanya harus teguh seperti batu.
    • Berani membela yang benar dan takut untuk berbuat salah.
    • Cendekia pikirannya, jujur memegang janji dan siap berkorban untuk kepentingan yang benar.
    • Tidak lari dari medan yudha dan tetap bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dilindunginya serta selalu membela kepentingan yang lemah.
    • Mempunyai sifat dermawan terhadap sesamanya.
    • Mempunyai keahlian dalam menentukan sikap terhadap sesamanya.

3. Golongan Waisya, mempunyai tugas kewajiban sebagai berikut :

    • Pandai mengusahakan bercocok tanam, memelihara peternakan.
    • Pandai melakukan bidang perdagangan ke seluruh penjuru.
    • Pandai berusaha dan mengusahakan sesuatu untuk kepentingan orang banyak dan bersedia membantunya kepada siapapun yang memerlukannya.
    • Suka berdharma dan berdhana terhadap siapapun yang perlu mendapatkannya.
    • Pandai berdiri sendiri di bidang perdagangan dan pengusahaan apapun yang patut untuk kehidupan bersama sesama mahluk lainnya.

Di bidang kerajinan pembangunan dan seni lainnya, mereka sangat maju sekali. Sebagai misal adalah di bidang pembangunan. Disana sini telah terwujud berbagai bangunan yaitu bangunan candi-candi dan rumah-rumah yang sudah terbuat dari batu dan tanah yang dibakar. Di bidang kerajinan, maka mereka telah pandai membentuk barang kerajinan dari emas, perak, tembaga dan perunggu. Juga banyak ukiran yang dibuat dari kayu dan batu-batuan. Di bidang sastra telah tumbuh berbagai ilmu baru yang telah dibukukan secara baik dan teratur, terutama mengenai ilmu : perbintangan, ilmu ukur dan ilmu bahasa.

Dalam ilmu Bahasa hal ini mula-mula kepentingan dari ilmu bahasa ini ditujukan terhadap suatu maksud bagaimana yang baik untuk dapat mengucapkan mantra-mantra yang terdapat di dalam Veda secara tepat, cepat dan tidak banyak kalimat yang salah.

Maka dalam bidang bahasa telah tumbuh tentang cabang ilmu baru, mengenai :

  • Ilmu siksa, yaitu ilmu phonetik
  • Ilmu vyakarana, yaitu ilmu tata bahasa
  • Ilmu chanda, yaitu ilmu lagu-lagu
  • Ilmu Nirukta, yaitu ilmu persamaan kata
  • Ilmu jyotisa, yaitu ilmu astronomi
  • Ilmu kalpa, yaitu ilmu rituil (upacara).




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

HALAMAN TERKAIT
Baca Juga